Provinsi Sulsel Disebut Bangkrut, Yusuf Lakaseng: Pj Gubernur Terlalu Bombastis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menilai kondisi keuangan daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) bangkrut karena mengalami defisit anggaran sebesar Rp1,5 Triliun, adalah hal yang berlebihan. Hal ini dikatakan oleh Ketua DPP Partai Perindo Bidang Politik, Yusuf Lakaseng .
Yusuf Lakaseng memberikan tanggapan tersebut sebagai redpons dari pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin.
"Pj Gubernur Sulsel terlalu bombastis menyampaikan kalau Sulsel mengalami kebangkrutan hanya karena ada defisit anggaran Rp1,5 triliun," kata Yusuf Lakaseng, Selasa (17/10/2023).
"Namun defisit yang besar juga tidak sehat buat fiskal untuk menggerakkan pembangunan kesejahteraan rakyat. Jadinya akan terjadi kekurangan anggaran untuk program-program sosial dan pemberdayaan ekonomi, karena harus menutupi defisit tersebut," tambahnya.
Karena itu menurut Yusuf, Pj Gubernur Sulsel tinggal melakukan apa yang disarankan oleh Kemenkeu saja. Penghematan anggaran tidak bisa dihindari sebagai salah satu dari solusi menutup defisit anggaran tersebut, maka sebaiknya yang dihemat adalah belanja rutin pegawai seperti perjalanan dinas, studi banding, dan lainnya.
"Bukan anggaran pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dipangkas," ujar Yusuf yang juga merupakan Bacaleg DPR RI dari Partai Perindo untuk Dapil Sulawesi Tengah itu.
Pasalnya, Yusuf menduga defisit anggaran yang mencapai triliunan itu disebabkan oleh ketidakhati-hatian dalam pengelolaan anggaran. Anggaran belanja terlalu banyak diboroskan untuk hal yang tidak produktif.
"Sudah saatnya Pj Gubernur Sulsel melakukan pembenahan menyeluruh dan mendesain politik anggaran Sulsel dengan penghematan. Padahal yang tidak produktif dan memprioritaskan belanja pada hal produktif yaitu pendidikan, kesehatan dan pemberian kredit usaha bagi UMKM dan bantuan buat petani serta nelayan," pungkasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menilai, penggunaan istilah bangkrut sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang di tahun ini.
Pasalnya, yang dialami Pemprov Sulsel bukanlah kebangkrutan, melainkan kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang hati-hati (prudent).
Sehingga sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Pemprov dapat melakukan negosiasi utang jangka pendek, restrukturisasi utang jangka panjang, optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA, dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir.
Yusuf Lakaseng memberikan tanggapan tersebut sebagai redpons dari pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin.
"Pj Gubernur Sulsel terlalu bombastis menyampaikan kalau Sulsel mengalami kebangkrutan hanya karena ada defisit anggaran Rp1,5 triliun," kata Yusuf Lakaseng, Selasa (17/10/2023).
"Namun defisit yang besar juga tidak sehat buat fiskal untuk menggerakkan pembangunan kesejahteraan rakyat. Jadinya akan terjadi kekurangan anggaran untuk program-program sosial dan pemberdayaan ekonomi, karena harus menutupi defisit tersebut," tambahnya.
Karena itu menurut Yusuf, Pj Gubernur Sulsel tinggal melakukan apa yang disarankan oleh Kemenkeu saja. Penghematan anggaran tidak bisa dihindari sebagai salah satu dari solusi menutup defisit anggaran tersebut, maka sebaiknya yang dihemat adalah belanja rutin pegawai seperti perjalanan dinas, studi banding, dan lainnya.
"Bukan anggaran pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dipangkas," ujar Yusuf yang juga merupakan Bacaleg DPR RI dari Partai Perindo untuk Dapil Sulawesi Tengah itu.
Pasalnya, Yusuf menduga defisit anggaran yang mencapai triliunan itu disebabkan oleh ketidakhati-hatian dalam pengelolaan anggaran. Anggaran belanja terlalu banyak diboroskan untuk hal yang tidak produktif.
"Sudah saatnya Pj Gubernur Sulsel melakukan pembenahan menyeluruh dan mendesain politik anggaran Sulsel dengan penghematan. Padahal yang tidak produktif dan memprioritaskan belanja pada hal produktif yaitu pendidikan, kesehatan dan pemberian kredit usaha bagi UMKM dan bantuan buat petani serta nelayan," pungkasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menilai, penggunaan istilah bangkrut sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang di tahun ini.
Pasalnya, yang dialami Pemprov Sulsel bukanlah kebangkrutan, melainkan kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang hati-hati (prudent).
Sehingga sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Pemprov dapat melakukan negosiasi utang jangka pendek, restrukturisasi utang jangka panjang, optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA, dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir.
(maf)