Generasi Muda Sebagai Garda Terdepan Pengusung Toleransi dan Perdamaian
loading...
A
A
A
Bhante bercerita semasa dirinya tinggal di Thailand. Orang Thailand itu bingung, kenapa Indonesia bisa sedamai itu. Padahal negaranya begitu besar, banyak pulau, banyak suku, banyak budaya berbeda-beda lagi.
“Waktu saya masih menetap di Thailand, saya belajar bahwa di masa lalu Thailand, Kamboja, dan Vietnam itu adalah satu kesatuan. Nyatanya, hari ini kita bisa sama-sama menyaksikan bahwa mereka sudah terpecah belah dan memiliki negaranya masing-masing. Bahkan di antara tiga negara yang terpecah tadi terdapat kebencian besar yang tersisa hingga saat ini,” ujarnya.
“Kita Indonesia jangan sampai seperti negara yang terpecah karena saling membenci. Sebagai contoh, Kota Medan adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki pluralisme yang sangat baik. Di sana terdapat Masjid Al Osmani yang jaraknya cukup berdekatan dengan Vihara Siu San Keng. Masyarakat di sana bisa pulang dan pergi ke rumah ibadahnya masing-masing tanpa harus takut akan kehadiran kelompok agama yang berbeda,” kata Bhante.
Dia menganalogikan kitab suci bagi para pemeluknya ibarat aplikasi Google Maps yang menunjukkan arah tujuan bagi para penggunanya. Seperti halnya menggunakan aplikasi yang memiliki fitur GPS (Global Positioning System) tersebut, walaupun seolah mengikutinya, seorang yang beragama sangat mungkin untuk tersasar jika tidak tepat dalam memahami kitab sucinya sendiri.
“Walaupun kitab suci kita sudah tetap, jelas, dan pas dalam memberikan tuntunan kehidupan, tapi kalau kita tidak memperhatikan dan menyadari kitab suci kita masing-masing malah bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Seperti Google Maps saja, disuruh belok kiri eh kita malah belok kanan, jadinya error deh,” ujarnya.
“Waktu saya masih menetap di Thailand, saya belajar bahwa di masa lalu Thailand, Kamboja, dan Vietnam itu adalah satu kesatuan. Nyatanya, hari ini kita bisa sama-sama menyaksikan bahwa mereka sudah terpecah belah dan memiliki negaranya masing-masing. Bahkan di antara tiga negara yang terpecah tadi terdapat kebencian besar yang tersisa hingga saat ini,” ujarnya.
“Kita Indonesia jangan sampai seperti negara yang terpecah karena saling membenci. Sebagai contoh, Kota Medan adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki pluralisme yang sangat baik. Di sana terdapat Masjid Al Osmani yang jaraknya cukup berdekatan dengan Vihara Siu San Keng. Masyarakat di sana bisa pulang dan pergi ke rumah ibadahnya masing-masing tanpa harus takut akan kehadiran kelompok agama yang berbeda,” kata Bhante.
Dia menganalogikan kitab suci bagi para pemeluknya ibarat aplikasi Google Maps yang menunjukkan arah tujuan bagi para penggunanya. Seperti halnya menggunakan aplikasi yang memiliki fitur GPS (Global Positioning System) tersebut, walaupun seolah mengikutinya, seorang yang beragama sangat mungkin untuk tersasar jika tidak tepat dalam memahami kitab sucinya sendiri.
“Walaupun kitab suci kita sudah tetap, jelas, dan pas dalam memberikan tuntunan kehidupan, tapi kalau kita tidak memperhatikan dan menyadari kitab suci kita masing-masing malah bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Seperti Google Maps saja, disuruh belok kiri eh kita malah belok kanan, jadinya error deh,” ujarnya.
(jon)