Hadapi Kekeringan Akibat El Nino, BMKG Minta Pemerintah Lakukan Mitigasi Krisis Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia saat ini tengah menghadapi ancaman kekeringan yang lebih panjang dan kuat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kekeringan ini dipicu oleh fenomena El Nino moderat yang terjadi sejak Juli 2023.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kekeringan yang terjadi saat ini telah menyebabkan penurunan debit air di beberapa sungai dan waduk di Indonesia. Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan air untuk pertanian, industri, dan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
"Ini merupakan peringatan bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah mitigasi krisis air,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim”, Senin (16/10/2023).
Dwikorita mengatakan, pemerintah telah melakukan mitigasi sejak dini untuk mengantisipasi dampak kekeringan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyiapkan waduk, embung, dan pengeboran sumur air dalam.
Meskipun upaya mitigasi telah dilakukan, lanjut Dwikorita, ancaman kekeringan tetap perlu diwaspadai. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis air, baik pemerintah, swasta, masyarakat, hingga organisasi internasional.
"Persoalan ini sangat kompleks, bukan karena hanya satu sebab dan hanya satu negara, tapi terlibat keterkaitan berbagai elemen. Jadi kita harus gotong-royong," ujar Dwikorita.
Terlebih, ancaman kekeringan bukan hanya masalah yang melanda Indonesia, namun juga tantangan global. Bahkan, data dari Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi krisis pangan akan terjadi pada 2050 jika tidak ada tindakan konkret yang dilakukan sedini mungkin.
Dwikorita menambahkan, Indonesia memiliki peran penting dalam mengatasi krisis air. Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi pengelolaan air yang ramah lingkungan. “Hal ini karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya air yang besar, serta pengalaman dalam mengelola sumber daya air di tengah kondisi iklim yang ekstrem,” tegasnya.
Maka dari itu, dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali tahun depan, Dwikorita berharap Indonesia dapat berperan sebagai jembatan antara negara-negara maju dan berkembang dalam upaya mitigasi krisis air. "Indonesia juga dapat berbagi kearifan lokal yang telah terbukti efektif dalam mengelola sumber daya air," katanya.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kekeringan yang terjadi saat ini telah menyebabkan penurunan debit air di beberapa sungai dan waduk di Indonesia. Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan air untuk pertanian, industri, dan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
"Ini merupakan peringatan bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah mitigasi krisis air,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim”, Senin (16/10/2023).
Dwikorita mengatakan, pemerintah telah melakukan mitigasi sejak dini untuk mengantisipasi dampak kekeringan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyiapkan waduk, embung, dan pengeboran sumur air dalam.
Meskipun upaya mitigasi telah dilakukan, lanjut Dwikorita, ancaman kekeringan tetap perlu diwaspadai. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis air, baik pemerintah, swasta, masyarakat, hingga organisasi internasional.
"Persoalan ini sangat kompleks, bukan karena hanya satu sebab dan hanya satu negara, tapi terlibat keterkaitan berbagai elemen. Jadi kita harus gotong-royong," ujar Dwikorita.
Terlebih, ancaman kekeringan bukan hanya masalah yang melanda Indonesia, namun juga tantangan global. Bahkan, data dari Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi krisis pangan akan terjadi pada 2050 jika tidak ada tindakan konkret yang dilakukan sedini mungkin.
Dwikorita menambahkan, Indonesia memiliki peran penting dalam mengatasi krisis air. Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi pengelolaan air yang ramah lingkungan. “Hal ini karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya air yang besar, serta pengalaman dalam mengelola sumber daya air di tengah kondisi iklim yang ekstrem,” tegasnya.
Maka dari itu, dalam World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali tahun depan, Dwikorita berharap Indonesia dapat berperan sebagai jembatan antara negara-negara maju dan berkembang dalam upaya mitigasi krisis air. "Indonesia juga dapat berbagi kearifan lokal yang telah terbukti efektif dalam mengelola sumber daya air," katanya.
(cip)