BP2MI Dorong Pekerja Migran Ilegal Manfaatkan Program Pemulangan Sukarela dari Korsel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mendorong pekerja migran nonprosedural atau yang tidak memiliki dokumen resmi untuk memanfaatkan program pemulangan sukarela dari pemerintah Korea Selatan. Program tersebut memberikan pembebasan denda penalti bagi pekerja migran ilegal, selain itu mereka juga bisa kembali lagi ke Korea Selatan.
Hal itu disampaikan Benny, saat berdialog dengan ratusan PMI yang tergabung dalam Forum Komunikasi Organisasi Masyarakat Indonesia (Forkomasi) di Masjid Sirothol Mustaqim Ansan, dalam rangka Kunjungan Kerja BP2MI ke Korea Selatan (Korsel).
“Program ini sangat baik karena bisa memberikan keringanan bagi pekerja migran nonprosedural, untuk itu saya mendorong Pekerja Migran Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan baik,” ujarnya, Senin (9/10/2023).
Terkait program ini, para pekerja migran Indonesia menyampaikan kekhawatirannya, jika mengikuti program tersebut apakah bisa kembali ke Korea Selatan tanpa melalui proses dari awal kembali. Mereka juga khawatir ini hanya janji di awal, tetapi nantinya mereka tidak dapat masuk kembali (di-blacklist) ke Korea Selatan.
"Mereka menyampaikan, alasan banyaknya PMI di Korea Selatan yang menjadi ilegal, terutama di sektor fishing, adalah karena penghasilan mereka yang tidak sama dengan sektor manufaktur. Sehingga banyak pekerja sektor fishing yang tergiur dan beralih bekerja di sektor manufaktur," ucapnya.
Benny menilai, hal ini juga ditambah dengan masalah kemampuan yang tidak mumpuni para pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor fishing.
“Bagaimana bisa pekerja migran hanya diuji secara bahasa saja saat proses bekerja, tapi tidak diuji kemampuannya untuk bekerja di sektor fishing. Di mana mereka mungkin belum memiliki cukup pengalaman dan tidak terbiasa hidup di laut, karena tinggal di daerah pegunungan misalnya,” jelasnya.
Benny mengusulkan, adanya pelatihan selama 1 bulan bagi pekerja migran Indonesia sektor fishing sebelum diberangkatkan ke Korea Selatan. “Inilah salah satu yang akan kami bicarakan dengan HRD Korea dalam kunjungan kerja ini,” ujarnya.
Di samping itu, salah satu masalah pekerja migran Indonesia yang bekerja di Korea Selatan adalah kurangnya kemampuan bahasa, sehingga seringkali terkendala saat bekerja.
Menurut Benny, pemerintah saat ini terus memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia, namun pemerintah butuh dukungan dari masyarakat, khususnya para pekerja.
“Saya mendorong pembentukan Lembaga Pelatihan Bahasa di Korea Selatan bagi para pekerja migran Indonesia. Saya berharap pekerja migran senior dan Forkomasi dapat membantu mewujudkan ini, sehingga pekerja migran Indonesia dapat meningkatkan kemampuan bahasanya,” papar Benny.
Hal itu disampaikan Benny, saat berdialog dengan ratusan PMI yang tergabung dalam Forum Komunikasi Organisasi Masyarakat Indonesia (Forkomasi) di Masjid Sirothol Mustaqim Ansan, dalam rangka Kunjungan Kerja BP2MI ke Korea Selatan (Korsel).
“Program ini sangat baik karena bisa memberikan keringanan bagi pekerja migran nonprosedural, untuk itu saya mendorong Pekerja Migran Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan baik,” ujarnya, Senin (9/10/2023).
Terkait program ini, para pekerja migran Indonesia menyampaikan kekhawatirannya, jika mengikuti program tersebut apakah bisa kembali ke Korea Selatan tanpa melalui proses dari awal kembali. Mereka juga khawatir ini hanya janji di awal, tetapi nantinya mereka tidak dapat masuk kembali (di-blacklist) ke Korea Selatan.
"Mereka menyampaikan, alasan banyaknya PMI di Korea Selatan yang menjadi ilegal, terutama di sektor fishing, adalah karena penghasilan mereka yang tidak sama dengan sektor manufaktur. Sehingga banyak pekerja sektor fishing yang tergiur dan beralih bekerja di sektor manufaktur," ucapnya.
Benny menilai, hal ini juga ditambah dengan masalah kemampuan yang tidak mumpuni para pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor fishing.
“Bagaimana bisa pekerja migran hanya diuji secara bahasa saja saat proses bekerja, tapi tidak diuji kemampuannya untuk bekerja di sektor fishing. Di mana mereka mungkin belum memiliki cukup pengalaman dan tidak terbiasa hidup di laut, karena tinggal di daerah pegunungan misalnya,” jelasnya.
Benny mengusulkan, adanya pelatihan selama 1 bulan bagi pekerja migran Indonesia sektor fishing sebelum diberangkatkan ke Korea Selatan. “Inilah salah satu yang akan kami bicarakan dengan HRD Korea dalam kunjungan kerja ini,” ujarnya.
Di samping itu, salah satu masalah pekerja migran Indonesia yang bekerja di Korea Selatan adalah kurangnya kemampuan bahasa, sehingga seringkali terkendala saat bekerja.
Menurut Benny, pemerintah saat ini terus memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia, namun pemerintah butuh dukungan dari masyarakat, khususnya para pekerja.
“Saya mendorong pembentukan Lembaga Pelatihan Bahasa di Korea Selatan bagi para pekerja migran Indonesia. Saya berharap pekerja migran senior dan Forkomasi dapat membantu mewujudkan ini, sehingga pekerja migran Indonesia dapat meningkatkan kemampuan bahasanya,” papar Benny.
(rca)