BMKG Ungkap Empat Faktor Ini Penyebab Cuaca Panas Terik di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan ada empat faktor penyebab cuaca di Indonesia panas terik dalam beberapa hari terakhir ini.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, faktor pertama yakni sesuai prediksi BMKG bahwa September menjadi puncak musim kemarau ditambah dengan adanya fenomena El Nino. Sehingga, kemarau di Indonesia menjadi semakin kering akibat fenomena ini.
“Jadi kita ini kebetulan memasuki September ya, sudah diprediksi sebelumnya September itu adalah puncak musim kemarau, yang kebetulan mengalami El Nino. Sehingga pembentukan awan-awan hujan sangat minim, sehingga penyinaran matahari langsung, tidak ada tameng awan-awan hujan langsung mengena ke permukaan bumi ya,” ungkap Dwikorita, Senin (2/10/2023).
Faktor kedua, adanya gerak semu matahari menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator. “Apalagi posisi gerak semu matahari pada 21 September itu kan di wilayah ekuator dan sekarang pada proses pergerakan dari ekuator menuju selatan, menuju Lintang 23 setengah derajat celcius,” katanya.
Sehingga, sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya, di mana pemanasan sinar matahari cukup optimal terjadi pada pagi menjelang siang dan pada siang hari.
“Jadi posisi matahari ini memang berada di wilayah selatan ekuator ya, Indonesia bagian selatan ini ya, di selatan ekuator, jadi penyinarannya maksimum di sana. Apalagi tadi tutupan awan hujan juga kalau kita lihat dari satelit itu langitnya bersih ya, artinya tidak ada awan hujan, itu yang meningkatkan intensitas penyinaran sinar matahari,” jelasnya.
Dwikorita mengatakan faktor ketiga yakni, lingkungan yang membuat suhu udara semakin panas. “Lingkungan kita kan juga sudah tidak begitu hijau lagi ya, jadi kesejukan itu juga dipengaruhi oleh landscape sekitar kita. Kalau di lingkungan sekitar masih banyak pohon-pohon, tentunya intensitas penyinarannya tinggi ini akan dapat termitigasi ya,” tambahnya.
Terakhir, Dwikorita mengatakan pemanasan iklim global juga memengaruhi cuaca di bumi semakin panas. Meskipun, peningkatan suhu bumi hanya nol sekian persen. “Jadi selain perubahan lingkungan, jelas itu, juga adanya pengaruh iklim, adanya pengaruh gerak semu matahari, dan juga memang kalau sudut pandang pemanasan iklim global, trennya ini kan semakin panas, meskipun peningkatannya hanya 0,0 sekian derajat celcius tapi ini ternyata juga semakin terasa,” katanya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, faktor pertama yakni sesuai prediksi BMKG bahwa September menjadi puncak musim kemarau ditambah dengan adanya fenomena El Nino. Sehingga, kemarau di Indonesia menjadi semakin kering akibat fenomena ini.
“Jadi kita ini kebetulan memasuki September ya, sudah diprediksi sebelumnya September itu adalah puncak musim kemarau, yang kebetulan mengalami El Nino. Sehingga pembentukan awan-awan hujan sangat minim, sehingga penyinaran matahari langsung, tidak ada tameng awan-awan hujan langsung mengena ke permukaan bumi ya,” ungkap Dwikorita, Senin (2/10/2023).
Faktor kedua, adanya gerak semu matahari menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator. “Apalagi posisi gerak semu matahari pada 21 September itu kan di wilayah ekuator dan sekarang pada proses pergerakan dari ekuator menuju selatan, menuju Lintang 23 setengah derajat celcius,” katanya.
Sehingga, sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya, di mana pemanasan sinar matahari cukup optimal terjadi pada pagi menjelang siang dan pada siang hari.
“Jadi posisi matahari ini memang berada di wilayah selatan ekuator ya, Indonesia bagian selatan ini ya, di selatan ekuator, jadi penyinarannya maksimum di sana. Apalagi tadi tutupan awan hujan juga kalau kita lihat dari satelit itu langitnya bersih ya, artinya tidak ada awan hujan, itu yang meningkatkan intensitas penyinaran sinar matahari,” jelasnya.
Dwikorita mengatakan faktor ketiga yakni, lingkungan yang membuat suhu udara semakin panas. “Lingkungan kita kan juga sudah tidak begitu hijau lagi ya, jadi kesejukan itu juga dipengaruhi oleh landscape sekitar kita. Kalau di lingkungan sekitar masih banyak pohon-pohon, tentunya intensitas penyinarannya tinggi ini akan dapat termitigasi ya,” tambahnya.
Terakhir, Dwikorita mengatakan pemanasan iklim global juga memengaruhi cuaca di bumi semakin panas. Meskipun, peningkatan suhu bumi hanya nol sekian persen. “Jadi selain perubahan lingkungan, jelas itu, juga adanya pengaruh iklim, adanya pengaruh gerak semu matahari, dan juga memang kalau sudut pandang pemanasan iklim global, trennya ini kan semakin panas, meskipun peningkatannya hanya 0,0 sekian derajat celcius tapi ini ternyata juga semakin terasa,” katanya.
(cip)