PB IDI: Hanya Fokus pada Ekonomi Tidak Akan Ada Artinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat. Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin mengatakan peningkatan itu bisa ditafsirkan dari dua sisi.
Positifnya, kemungkinan kemampuan pelacakan dan pemeriksaan sudah bagus. Hanya, perlu juga diingat kemungkinan negatifnya. “Beriringan dengan itu, protokol kesehatan yang selama ini didengung-dengungkan menjadi longgar di tengah masyarakat. Kita tidak tahu yang dominan,” ujarnya kepada SINDOnews, Minggu (2/8/2020).
(Baca: Positif Covid-19 Terus Naik, Epidemiolog: Tak Akan Turun Kecuali Ada Vaksin)
Lepas dari perdebatan itu, masalah yang dihadapi fasilitas kesehatan dan tenaga medis sekarang adalah banyaknya kasus yang harus masuk ke rumah sakit. Dia mengungkapkan mendengar informasi jika banyak rumah sakit sudah penuh.
“Sebetulnya para dokter dan tenaga kesehatan karena memang tugasnya itu akan dikerjakan. Tentu ada batasan tertentu. Mereka akan jenuh, tidak mampu lagi melaksanakannya,” tuturnya.
Melihat situasi kasus positif yang semakin banyak, ada usulan untuk menjadi semua rumah sakit untuk perawatan Covid-19. Namun, mantan Ketua Umum PB IDI itu tidak setuju.
“Itu tidak strategis karena bisa jadi di sana ada pasien lain yang juga membutuhkan perawatan dan dikhawatirkan mereka tertular Covid-19. Pasien-pasien wabah itu harus dirawat di rumah sakit tersendiri,” tuturnya.
(Baca: Tidak Tahu Sebabnya, Jokowi Sebut Masyarakat Semakin Khawatir Covid-19)
Jumlah kasus positif di Indonesia memang belum sebanyak di Amerika Serikat dan Brazil. Namun, melihat tren kenaikan rasanya perlu diwaspadai dan dicegah agar Indonesia tidak mengalami situasi seperti di kedua negara itu.
Italia, Perancis, dan Spanyol pernah mengalami situasi dimana fasilitas dan tenaga kesehatan kewalahan menangani pasien Covid-19. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin itu mengkhawatirkan keadaan itu terjadi di Tanah Air.
“Itu memungkinkan (terjadi). Kalau ada vaksin ditemukan tentu kita lebih enak. Karena tidak ada, satu-satu jalan yang harus diperbaiki itu pencegahan dengan memperketat protokol kesehatan,” ucapnya.
Pemerintah sendiri menggaungkan menjalankan dua sekaligus: membuka aktivitas ekonomi dan menangani Covid-19. “Walaupun kita main dua kaki, kaki sebelah tetap harus kokoh. Kalau tidak roboh dua-duanya. Tidak ada artinya ekonomi tinggi, (tapi) semua terkapar,” pungkasnya.
Positifnya, kemungkinan kemampuan pelacakan dan pemeriksaan sudah bagus. Hanya, perlu juga diingat kemungkinan negatifnya. “Beriringan dengan itu, protokol kesehatan yang selama ini didengung-dengungkan menjadi longgar di tengah masyarakat. Kita tidak tahu yang dominan,” ujarnya kepada SINDOnews, Minggu (2/8/2020).
(Baca: Positif Covid-19 Terus Naik, Epidemiolog: Tak Akan Turun Kecuali Ada Vaksin)
Lepas dari perdebatan itu, masalah yang dihadapi fasilitas kesehatan dan tenaga medis sekarang adalah banyaknya kasus yang harus masuk ke rumah sakit. Dia mengungkapkan mendengar informasi jika banyak rumah sakit sudah penuh.
“Sebetulnya para dokter dan tenaga kesehatan karena memang tugasnya itu akan dikerjakan. Tentu ada batasan tertentu. Mereka akan jenuh, tidak mampu lagi melaksanakannya,” tuturnya.
Melihat situasi kasus positif yang semakin banyak, ada usulan untuk menjadi semua rumah sakit untuk perawatan Covid-19. Namun, mantan Ketua Umum PB IDI itu tidak setuju.
“Itu tidak strategis karena bisa jadi di sana ada pasien lain yang juga membutuhkan perawatan dan dikhawatirkan mereka tertular Covid-19. Pasien-pasien wabah itu harus dirawat di rumah sakit tersendiri,” tuturnya.
(Baca: Tidak Tahu Sebabnya, Jokowi Sebut Masyarakat Semakin Khawatir Covid-19)
Jumlah kasus positif di Indonesia memang belum sebanyak di Amerika Serikat dan Brazil. Namun, melihat tren kenaikan rasanya perlu diwaspadai dan dicegah agar Indonesia tidak mengalami situasi seperti di kedua negara itu.
Italia, Perancis, dan Spanyol pernah mengalami situasi dimana fasilitas dan tenaga kesehatan kewalahan menangani pasien Covid-19. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin itu mengkhawatirkan keadaan itu terjadi di Tanah Air.
“Itu memungkinkan (terjadi). Kalau ada vaksin ditemukan tentu kita lebih enak. Karena tidak ada, satu-satu jalan yang harus diperbaiki itu pencegahan dengan memperketat protokol kesehatan,” ucapnya.
Pemerintah sendiri menggaungkan menjalankan dua sekaligus: membuka aktivitas ekonomi dan menangani Covid-19. “Walaupun kita main dua kaki, kaki sebelah tetap harus kokoh. Kalau tidak roboh dua-duanya. Tidak ada artinya ekonomi tinggi, (tapi) semua terkapar,” pungkasnya.
(muh)