Konflik Pulau Rempang, Pakar Hukum: Perlu Penelusuran Riwayat Tanah Melalui Sejarah

Selasa, 19 September 2023 - 12:30 WIB
loading...
Konflik Pulau Rempang,...
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto/ANTARA
A A A
JAKARTA - Permasalahan Eco City Rempang beberapa hari terakhir ini menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat terkait fakta-fakta yang belum terungkap ke publik sehingga memicu beredarnya hoaks atau berita bohong berbau SARA.

Bahkan Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa tanah seluas 17.000 hektare di Pulau Rempang sebagian besar merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.



Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pertanahan Tjahjo Arianto mengatakan bahwa Pulau Rempang adalah hutan yang digarap oleh masyarakat penggarap dan bukan tanah adat.

"Maka harus dibedakan, di situ Rempang itu kan sebagian besar adalah bekas hutan dan bekas HGU. Jadi bukan pengakuan kepemilikan tapi pengakuan dia telah menggarap, walaupun penggarapan (perkebunan, peternakan) itu ya ilegal," ujar Tjahjo kepada wartawan, Selasa (18/9/2023).

Termasuk soal tanah ulayat atau adat, Tjahjo menjelaskan belum ada dasar hukum yang tegas terkait apa saja yang membuat sah keberadaan pemukiman tanah adat di Pulau Rempang.

"Kalau aturan yang tegas belum ada, hakikatnya kalau hukum ada yang namanya logika hukum. Kalau mereka menggarap tanah itu turun menurun, tinggal di situ turun menurun, itu bisa dikatakan masyarakat adat. Tapi harus diteliti dan dan dicek kembali hutan dilepaskan tahun berapa kepada para penggarap. Ini tanggung jawab Wali Kota Batam," jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa tidak ada istilah tanah milik negara, adanya milik pemerintah sebagai pengelola negara. Semua wilayah Batam itu direncanakan akan menjadi milik pemerintah di bawah pengelolaan BP Batam dengan ciri-cirinya BP Batam diberi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Jadi bila BP Batam itu mengajukan kerja sama dengan investor maka investor akan dapat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas HPL. Artinya pemilik tanah tetap pemerintah dalam hal ini wilayah Batam.

Tjahjo menuturkan bahwa pendudukan oleh masyarakat Pulau Rempang ini tidak serta-merta menjadikan masyarakat tersebut menjadi pemilik tanah dimaksud. Menurutnya, kasus Kampung Tua ini berbeda dengan pendudukan yang dilakukan masyarakat Pulau Rempang atas bekas perkebunan HGU.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1376 seconds (0.1#10.140)