Apa Plus Minus Perpanjangan Masa Jabatan Panglima TNI?
loading...
A
A
A
“Karena kan tentu perpanjangan ini kan juga tidak lepas dari proses nego politik, karena kan pemilihan Panglima TNI meskipun hanya melalui mekanisme persetujuan dari DPR, termasuk perpanjangannya, itu kan juga ada proses politik di dalamnya gitu kan,” sambungnya.
Maka itu, menurut dia, justru dikhawatirkan ketika pilihannya adalah memperpanjang masa jabatan Panglima TNI. “Karena menjelang pemilu tentu risiko politiknya juga akan lebih besar ketika muncul wacana perpanjangan itu,” ungkapnya.
Ketiga, dia menuturkan bahwa saat ini ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia pensiun prajurit TNI. “Nah ini kan satu aspek yang tentu mempengaruhi pilihan-pilihan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini presiden bersama DPR menentukan berapa sih batasan pensiun dari Panglima TNI, oleh karenanya dalam proses ini tentu penting untuk tetap konsisten pada aturan yang berlaku di UU, ketika di UU diatur usia 58 maka kemudian yang dipakai 58 itu sendiri,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, masa persidangan DPR juga tidak mengalami kendala sampai dengan akhir tahun ini. “Kalau pun kemudian misalnya harus dilakukan pergantian Panglima TNI baru itu juga mestinya tidak ada kendala, karena masih cukup waktu sampai dengan masa pensiun Panglima TNI yang sekarang, tinggal bagaimana presiden mencari calon yang terbaik untuk diproses di DPR, itu satu aspek,” ujarnya.
Menurut dia, pergantian Panglima TNI itu juga akan menata kembali struktur dan sebagainya di semua matra, sehingga kemudian ada penyegaran struktur. “Kemudian bisa lebih antisipatif dalam konteks persiapan Pemilu 2024, karena pergantian ini kan dilakukan sebelum Pemilu 2024,” ujar Wahyudi.
Jika pergantian Panglima TNI itu dilakukan, dia menuturkan sudah ada struktur baru ketika pelaksanaan Pemilu 2024. “Dan yang harus diingat pula bahwa TNI ini kan bukan bagian dari proses kontestasi politik elektoral, itu yang harus dipisahkan,” tuturnya.
Dia mengatakan, jangan kemudian menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk mempengaruhi bagaimana proses restrukturisasi termasuk pergantian jabatan Panglima TNI misalnya. Karena, lanjut dia, TNI harus dilepaskan dari hiruk pikuk kontestasi politik elektoral.
“Karena TNI kan jelas dia berdiri netral, dia profesional, dia bukan bagian dari proses kontestasi elektoral yang melibatkan partai-partai politik yang kebetulan terlibat di dalam proses pemilihan Panglima TNI kemudian kandidat-kandidat calon presiden misalnya, itu juga harus diperhatikan, mestinya tidak menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk kemudian memperpanjang atau tidak memperpanjang jabatan Panglima TNI,” pungkasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Imparsial Ghufron Mabruri. Ghufron menilai tidak ada urgensinya memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Menurut saya, tidak urgensi baik internal maupun eksternal yang mendukung perpanjangan masa jabatan panglima TNI. Selain itu, masa dinas perwira TNI sudah diatur dengan jelas di dalam UU TNI yaitu sampai 58 tahun dan setelah itu harus pensiun,” kata Ghufron kepada SINDOnews, Selasa (19/9/2023).
Maka itu, menurut dia, justru dikhawatirkan ketika pilihannya adalah memperpanjang masa jabatan Panglima TNI. “Karena menjelang pemilu tentu risiko politiknya juga akan lebih besar ketika muncul wacana perpanjangan itu,” ungkapnya.
Ketiga, dia menuturkan bahwa saat ini ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia pensiun prajurit TNI. “Nah ini kan satu aspek yang tentu mempengaruhi pilihan-pilihan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini presiden bersama DPR menentukan berapa sih batasan pensiun dari Panglima TNI, oleh karenanya dalam proses ini tentu penting untuk tetap konsisten pada aturan yang berlaku di UU, ketika di UU diatur usia 58 maka kemudian yang dipakai 58 itu sendiri,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, masa persidangan DPR juga tidak mengalami kendala sampai dengan akhir tahun ini. “Kalau pun kemudian misalnya harus dilakukan pergantian Panglima TNI baru itu juga mestinya tidak ada kendala, karena masih cukup waktu sampai dengan masa pensiun Panglima TNI yang sekarang, tinggal bagaimana presiden mencari calon yang terbaik untuk diproses di DPR, itu satu aspek,” ujarnya.
Menurut dia, pergantian Panglima TNI itu juga akan menata kembali struktur dan sebagainya di semua matra, sehingga kemudian ada penyegaran struktur. “Kemudian bisa lebih antisipatif dalam konteks persiapan Pemilu 2024, karena pergantian ini kan dilakukan sebelum Pemilu 2024,” ujar Wahyudi.
Jika pergantian Panglima TNI itu dilakukan, dia menuturkan sudah ada struktur baru ketika pelaksanaan Pemilu 2024. “Dan yang harus diingat pula bahwa TNI ini kan bukan bagian dari proses kontestasi politik elektoral, itu yang harus dipisahkan,” tuturnya.
Dia mengatakan, jangan kemudian menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk mempengaruhi bagaimana proses restrukturisasi termasuk pergantian jabatan Panglima TNI misalnya. Karena, lanjut dia, TNI harus dilepaskan dari hiruk pikuk kontestasi politik elektoral.
“Karena TNI kan jelas dia berdiri netral, dia profesional, dia bukan bagian dari proses kontestasi elektoral yang melibatkan partai-partai politik yang kebetulan terlibat di dalam proses pemilihan Panglima TNI kemudian kandidat-kandidat calon presiden misalnya, itu juga harus diperhatikan, mestinya tidak menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk kemudian memperpanjang atau tidak memperpanjang jabatan Panglima TNI,” pungkasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Imparsial Ghufron Mabruri. Ghufron menilai tidak ada urgensinya memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Menurut saya, tidak urgensi baik internal maupun eksternal yang mendukung perpanjangan masa jabatan panglima TNI. Selain itu, masa dinas perwira TNI sudah diatur dengan jelas di dalam UU TNI yaitu sampai 58 tahun dan setelah itu harus pensiun,” kata Ghufron kepada SINDOnews, Selasa (19/9/2023).