Muncul Gejolak Pasca-Kasus Ahok karena Penegak Hukum Lemah

Sabtu, 13 Mei 2017 - 15:32 WIB
Muncul Gejolak Pasca-Kasus...
Muncul Gejolak Pasca-Kasus Ahok karena Penegak Hukum Lemah
A A A
JAKARTA - Akibat seorang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) citra bangsa Indonesia di dunia internasional menjadi negatif, seolah-olah bangsa Indonesia dikuasai fanatik agama.

Citra miring ini menguat setelah muncul pemberitaan kekalahan Ahok di Pilkada DKI dan terbitnya vonis hakim kasus penistaan agama oleh Ahok, dikait-kaitkan dengan aksi-aksi menuntut penegakan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh umat Islam.

Demikian disesalkan Juru Bicara Presiden era Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi, dalam siaran pers, Sabtu (13/5/2017).

Menurut Adhie, kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya terkait berbagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok. Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Pertama sebut Adhie, KPK tidak masuk ke ranah pidana yang ditengarai korupsi di Balai kota yang melibatkan Ahok. Seperti kasus reklamasi, Transjakarta, Sumber waras, pembelian lahan Cengkareng, dan trilunan rupiah dana nonbudgeter dari para pengembang.

Hampir semua kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan (OTT) berasal dari hasil audit BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK menolaknya.

"Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya," papar Adhie.

Ada anggapan salah di 'benak' KPK terhadap Ahok. Ahok dianggap bersih hanya karena aparat penegak hukum tidak pernah menjeratnya.

"Ini anggapan salah. Padahal kan bersih dari korupsi itu karena tidak melakukan, bukan karena tidak ditangkap. Jadi KPK punya andil besar merusak citra bangsa di dunia internasional," papar Adhie.

Hal yang sama dipertontonkan Polri. Kalau saja Polri betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam.

"Tapi yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi Ahok," katanya.

Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa dibawah kendali HM Prastio yang bekas pentolan Partai Nasdem, tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus penistaan agama berlangsung, sebagaimana dilakukan terhadap terduga penista agama lainnya.

Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan. "Sehingga ini menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Perlu dicatat bahwa umat Islam yang merespon spersoalan Ahok adalah umat Islam yang biasa-biasa saja, rakyat Indonesia yang mayoritas umat Islam," ucapnya.

"Mereka bersikap reaktif terhadap kasus Ahok karena dalam banyak kasus dugaan tindak pidana Ahok selalu lolos, mulai dari pelanggaran HAM, penggusuran dan lain-lainnya," papar Adhie lagi.

Adhie mengatakan, dirinya bersama sejumlah tokoh dan aktivis berupaya menetralisir isu keagamaan yang mungkin muncul di balik aksi-aksi umat Islam dengan turut terlibat di dalamnya.

Namun sayangnya, upaya ini malah dimentahkan oleh kepolisian dengan tuduhan makar. Nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan beberapa aktivis lainnya diciduk, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.

"Tapi semuanya sudah terjadi. Untuk menjelaskan integritas dan citra bangsa Indonesia yang sebenarnya, sekarang aparat hukum harus betul-betul berjalan di rel hukumnya," tegasnya.

"Saatnya bagi KPK masuk ke korupsi di Balaikota yang melibatkan Ahok, agar masyarakat terbuka bahwa orang ini bukan orang bersih. Jadi upaya penokohan seseorang dengan upaya manipulatif dan rekayasa harus sudah dihentikan," tandas Adhie.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1158 seconds (0.1#10.140)