Pengamat Militer: Ini 3 Isu Penting yang Harus Dapat Perhatian di KTT ASEAN

Senin, 04 September 2023 - 07:26 WIB
loading...
Pengamat Militer: Ini...
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam dan Siber Susaningtyas NH Kertopati mengatakan ketidakhadiran Biden akan memunculkan spekulasi soal komitmen Washington terhadap KTT ASEAN. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Setelah beberapa hari beredar isu Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan melewatkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN , Gedung Putih akhirnya mengonfirmasinya.

Pada Selasa, 22 Agustus 2023 lalu, mereka memastikan Presiden AS dijadwalkan menghadiri KTT G20 di India pada 7 hingga 10 September. Sementara Wakil Presiden Kamala Harris yang akan ke Jakarta pada 4 hingga 7 September.



Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber Susaningtyas NH Kertopati mengatakan ketidakhadiran Biden akan memunculkan spekulasi soal komitmen Washington terhadap organisasi beranggotakan 10 negara Asia Tenggara itu.

Hal ini juga dapat berujung kepada semakin merapatnya beberapa negara anggota ASEAN ke Beijing, sehingga membuat China kian menancapkan pengaruhnya di kawasan.

"Di sini kita bisa menaruh harapan bahwa ketidakhadiran Biden itu berhalangan secara teknis. Tetapi bila absennya karena persoalan politis maka ASEAN harus antisipasi lebih dalam," ujar politisi yang akrab disapa Nuning, Senin (4/9/2023).

Mantan Anggota Komisi I DPR ini menilai, meskipun Biden diwakili Wapresnya Kamala Harris, namun Harris tidaklah sama dengan Biden. Menurut Nuning, ASEAN harus lebih jeli menganalisa AS dengan porosnya di Asia PaSifik. Jangan lupa bahwa AS sudah punya AUKUS, yang lebih mengedepankan nilai ekonomi dengan target yang jelas.

AUKUS adalah aliansi militer antara AS, Inggris, dan Australia yang dibentuk pada September 2021 sebagai respons langsung atas upaya China yang mengembangkan kemampuan nuklir mereka.

Hal lain yang perlu mendapat atensi adalah apakah ada keuntungan politik bagi Indonesia dengan menerima Timor Leste menjadi anggota ASEAN. Jangan sampai Timor Leste nantinya justru menjadi kepanjangan Australia.

Perlu ditinjau apakah ada keuntungan politik bagi Indonesia dengan menerima Timor Leste menjadi anggota ASEAN. "Jangan sampai Timor Leste nanti Justru menjadi kepanjangan Australia. Jangan sampai nanti Timor Leste justru menjadi pengganggu setiap ASEAN mengambil keputusan bersama," jelasnya.

Selain itu, apa keuntungan Indonesia di bidang politik, keamanan, dan ekonomi. Kalau tidak ada keuntungan, maka kenapa Indonesia bersusah-payah membantu Timor Leste masuk menjadi anggota tetap ASEAN.

"Apakah Timor Leste sudah menunjukkan perilaku baik kepada masyarakat NTT di perbatasan? Apakah masyarakat perbatasan NTT setuju jika Timor Leste menjadi anggota ASEAN?"

"Jangan hanya penentuan Timor Leste menjadi anggota ASEAN ditentukan oleh orang-orang Jakarta yang tidak merasakan penderitaan masyarakat NTT akibat referendum dan menderita sampai sekarang," sambungnya.

Pengamat militer dan intelijen ini menyebut sebaiknya Timor Leste dijadikan dulu observer selama lima tahun. Tidak bisa otomastis menjadi anggota ASEAN. Sebaiknya, lebih dipertimbangkan negara-negara anggota ASEAN yang selama ini sudah memberikan keuntungan bagi Indonesia.

Hal lain yang harus diatensi dari berbagai pertemuan yang diadakan pada KTT ASEAN tersebut yakni, Enabling Environtment yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada KTT ASEAN pada 2022 lalu.

"Harus ada kesepakatan terciptanya kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung, serta meningkatkan kemampuan antarpihak agar bisa berperan lebih baik sehingga ASEAN kembali berwibawa dan bermanfaat bagi negara-negara anggotanya," paparnya.

Nuning menambahkan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dalam hal ini, kata Nuning, kehadiran fisik alutsista Indonesia secara permanen ada di ZEE merupakan keniscayaan.

Sedangkan dari perspektif keamanan, Indonesia melalui ASEAN dapat berupaya mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut China Selatan (LCS) antara Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut China. Dengan berlakunya COC, maka masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut.



"Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak meningkat menjadi perang. Mendorong PBB untuk lebih berperan menyelesaikan konflik Laut China Selatan atas klaim 6 negara sesuai dengan Piagam PBB sebagai wujud resolusi konflik," tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1417 seconds (0.1#10.140)