Pembangunan IKN Harus Selaras Sosial Budaya Suku Lokal

Jum'at, 01 September 2023 - 15:39 WIB
loading...
Pembangunan IKN Harus...
Ketua LPDN Nyelong Inga Simon usai mengikuti FGD bersama Lemhannas bertema Pemberdayaan Perempuan Dayak: Menjaga Kelestarian Hutan Dalam Rangka Pembangunan IKN di Kantor Lemhanas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser, Kalimantan Timur sedikit banyak berdampak terhadap lingkungan, termasuk berkurangnya kawasan hutan dan penurunan kualitas ekosistem. Karena itu, Lembaga Perempuan Dayak Nasional (LPDN) berharap pelaksanaan pembangunan IKN diselaraskan dengan situasi dan kondisi sosial budaya suku lokal.

Ketua LPDN Nyelong Inga Simon mendukung pembangunan IKN di Bumi Borneo. Namun Nyelong meminta pembangunannya tak mengusik hutan yang notabene sebagai sumber kehidupan bagi suku Dayak.

"Jika hutan itu punah, maka punahlah segala budaya dan sumber makanan orang Dayak," kata Inga Simon usai mengikuti Forum Group Discussion (FGD) bersama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) bertema Pemberdayaan Perempuan Dayak: Menjaga Kelestarian Hutan dalam Rangka Pembangunan IKNdi Kantor Lemhanas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).

Inga Simon menekankan LPDN meminta pemerintah dan Otorita IKN memberikan jaminan pembangunan IKN Nusantara turut mempertimbangkan perspektif budaya lokal, dengan tetap menjaga ketahanan sosial budaya suku Dayak.

"Artinya semua jenis pembangunan yang berkenaan dengan alam dan hutan Borneo harus ada jaminan bahwa budaya Dayak tidak luntur atau punah dengan majunya inovasi teknologi maupun hal yang menjadi konsentrasi pembangunan IKN serta program pembangunan lain di alam Kalimantan," katanya.

Ia juga berharap pelibatan perempuan Dayak dalam menjaga hutan di Indonesia secara umum dan secara khusus di Kalimantan. Sebab, menurutnya, perempuan Dayak memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian, serta pemberdayaan lingkungan dan hutan. Tak sebatas pembangunan IKN, tapi juga termasuk food estate, perkebunan sawit, dan lainnya, sehingga diharapkan juga selaras dengan aspek sosial ekonomi dari perempuan Dayak.

"Bahwa yang tepat untuk mengelola hutan ini adalah perempuan Dayak, utamanya dalam hal menjaga kelestarian, penguatan, dan pemberdayaan untuk mengisi pembangunan IKN tak lepas dari aspek sosial ekonomi yang dimiliki perempuan Dayak. Secara khusus dalam menjaga hutan terdapat model agroforestry yang telah menjadi prioritas untuk dijalankan," kata Inga Simon.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia 1999–2001, Alexander Sonny Keraf menyebut pembangunan IKN harus mengedepankan inklusivitas, termasuk aspek pemberdayaan masyarakat lokal dari sisi sosial budaya.

"Karena pengalaman kita, pengembangan kota-kota baru biasanya tidak memperhatikan penduduk lokal, lalu mereka tersingkir dan menjadi penonton. Itu bisa menjadi bom waktu konflik horizontal di kemudian hari," ungkap Sonny.

Karena itu, Sonny menekankan kepada pemangku kebijakan IKN untuk menyetop deforestasi dan mengembalikan hutan sebagaimana fungsi vitalnya.

"Karena itu rekomendasi saya stop deforestasi hutan, kembalikan hutan ke fungsi vitalnya. Di antaranya klimatologis pengatur iklim, hidrologis untuk air, menyumbang udara bersih, sumber pangan, sumber energi. Dalam kaitan itu, libatkan perempuan karena perempuan punya kepedulian terhadap kehidupan sebagaimana kodratinya," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2014 seconds (0.1#10.140)