Mengapa Isu Perubahan Tidak Bergema? Ini Analisis Denny JA

Kamis, 17 Agustus 2023 - 20:28 WIB
loading...
Mengapa Isu Perubahan...
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai isu perubahan yang diusung bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan saat ini tidak terlalu bergema. Menurutnya, ini ikut menyumbang elektabilitas Anies yang masih kalah selisih dua digit atau di atas 10 persen dari rivalnya.

“Tapi mengapa isu perubahan tidak bergema? Itu adalah hukum besi politik,” kata Denny JA dikutip dari media sosialnya, Kamis (17/8/2023).

Dia berpendapat, isu perubahan hanya bergema jika presiden yang berkuasa tidak populer. Akibatnya, lanjut dia, publik luas ingin suasana yang baru, berbeda, dan perubahan.



“Sebaliknya, jika presiden yang berkuasa sangat populer, publik ingin kondisi itu justru berlanjut. Yang menyentuh mayoritas pemilih bukan isu perubahan, tapi justru isu untuk tetap bertahan. Continue. Lanjut,” tuturnya.

Dia melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih sangat populer di ujung kekuasaannya. “Menjelang proklamasi 17 Agustus, approval rating yang puas atas kinerja Jokowi selaku presiden masih sangat tinggi di angka 80 persen. Itu hasil survei LSI Denny JA yang baru saja selesai, beberapa hari lalu,” ungkapnya.

Denny menuturkan, jika survei itu diurut ke belakang, di Januari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, hingga Agustus 2023, tingkat kepuasan atas kinerja Jokowi dalam survei LSI Denny JA berkisar antara 79-82 persen. Menurutnya, itu tingkat kepuasaan yang teramat tinggi.

“Bagi mereka yang menyadari data ini, tak akan mengusung isu perubahan. Yang harusnya diusung justru Jokowi Effect, efek kedekatan dengan Jokowi, efek melanjutkan program penting Jokowi. Apa yang menyebabkan Jokowi masih sangat populer di ujung kekuasaannya? Itu gabungan antara kinerja dan personaliti Jokowi sendiri,” ucapnya.

Dia mengatakan bahwa kinerja Jokowi, programnya soal Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Hilirisasi, IKN, Infrastruktur, dan sebagainya termasuk pro dan kontra perlu dibahas tersendiri. Denny lebih mengelaborasi personalitas Jokowi yang hadir di ruang publik.

“Penampilan Jokowi yang rendah hati, akrab dengan rakyat, menyapa (reaching out), ikut memberi kontribusi,” imbuhnya.

Dia bercerita pengalaman pribadinya berjumpa dengan Presiden Jokowi, berdiskusi empat mata saja selama 45 menit. Denny menangkap sikap rendah hati Presiden Jokowi. “Minggu siang di akhir bulan Juli 2023,” ujar Denny.

“Saya mendapatkan teks di japri WA. Itu teks dari ajudan Presiden. Ia mengabarkan bahwa Presiden ingin bertemu,” sambungnya.

Denny datang ke Istana Merdeka di hari Minggu. Suasana sepi di sana. Tapi protokol Istana Kepresidenan tetap terasa. Dari pintu khusus, dengan mobil golf, Denny diantar ke tempat Jokowi.

Di ujung meja panjang, Jokowi duduk rileks. Rendah hatinya Jokowi sudah terasa dari kalimat pertama yang ia ucapkan ketika itu. “Maaf, saya mengganggu hari libur Mas Denny. Tadi saya minta cek, apakah hari ini Mas Denny tidak di luar kota,” ujar Denny menirukan percakapan ketika itu.

“Oh sama sekali tidak mengganggu, Pak. Dipanggil presiden adalah sebuah kehormatan,” jawab Denny.

Denny mengaku bersama Jokowi mengobrol santai saja. Deeny merasa sikap Jokowi yang santun, halus, dan cerdas secara emosional. Kata dia, Jokowi lebih banyak bertanya. Sesekali ia mencatat percakapan.

“Ketika nanti selesai tugas di tahun 2024, usia Pak Jokowi masih tergolong sangat muda, 63 tahun. Dan Pak Jokowi masih sangat populer,” ujar Denny.

Dia berpendapat, di Indonesia, bahkan di dunia sangat jarang bahwa di ujung kekuasaan, seorang presiden mendapatkan tingkat kepuasaan (approval rating) hingga 80 persen. Usai bertemu Jokowi, Denny merenung kisah presiden Indonesia.

Menurutnya, tradisi di Indonesia, umumnya presiden berakhir buruk di ujung kekuasaannya. “Bung Karno jatuh. Pak Harto jatuh. Laporan Presiden Habibie ditolak MPR. Gus Dur juga jatuh. Megawati tidak dipilih kembali sebagai presiden, dikalahkan oleh SBY,” ucap dia.

“Dan SBY pun di ujung kekuasaanya menurun tingkat populeritasnya, yang berimbas jatuhnya perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2014. Jokowi keluar dari tradisi presiden Indonesia. Ia justru sangat populer di ujung kekuasaannya,” tambahnya.

Denny pun mengutip puisi Kahlil Gibran. “Celakalah sebuah negeri, yang membunyikan terompet dan bertepuk tangan menyambut pemimpin baru. Namun melepas pemimpin itu dengan cemooh dan cacian di ujung kekuasaannya.”

“Masih sangat populernya Jokowi di ujung kekuasaan adalah tradisi yang baik untuk dilanjutkan oleh Presiden Indonesia berikutnya,” pungkas Denny.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1564 seconds (0.1#10.140)