Deretan Pangkostrad yang Pernah Jabat Pangdam Siliwangi, Nomor 3 dan 4 Melesat Jadi KSAD

Senin, 07 Agustus 2023 - 06:00 WIB
loading...
Deretan Pangkostrad yang Pernah Jabat Pangdam Siliwangi, Nomor 3 dan 4 Melesat Jadi KSAD
Sejarah mencatat sejumlah Pati TNI AD pernah mengawali karier militernya sebagai Pangdam Siliwangi sebelum mendapat promosi menjadi Pangkostrad. Di antaranya adalah Jenderal TNI George Toisutta dan Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) merupakan salah satu jabatan strategis yang diimpikan para perwira tinggi (Pati) TNI AD. Posisi tersebut merupakan lompatan karier bagi Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) karena otomatis naik pangkat menjadi jenderal bintang tiga alias Letjen.

Sejarah mencatat sejumlah Pati TNI AD pernah mengawali karier militernya sebagai Pangdam Siliwangi sebelum mendapat promosi menjadi Pangkostrad. Dari sebanyak 43 jenderal bintang tiga yang mengisi posisi Pangkostrad, 6 di antaranya pernah menjabat sebagai Pangdam Siliwangi.



Dari enam Pangkostrad yang pernah menjabat Pangdam Siliwangi, sejumlah nama memiliki karier yang cemerlang. Bahkan, ada yang berhasil menjadi orang nomor satu di TNI AD.

Berikut deretan Pangkostrad yang pernah jabat Pangdam Siliwangi:

1. Letjen TNI Raden Himawan Soetanto

Raden Himawan Soetanto merupakan Pangdam Siliwangi pertama yang berhasi menduduki jabatan Pangkostrad. Uniknya Himawan lebih dulu menduduki jabatan Pangkostrad, baru kemudian dimutasi menjadi Pandam Siliwangi yang ketika itu masih menyandang pangkat Mayjen.

Himawan mengemban jabatan Pangkostrad pada periode 1974-1975. Setahun menduduki jabatan Pangkostrad, dia digeser menjadi Pangdam Siliwangi dengan masa jabatan 1975-1978.

Himawan merupakan siswa Angkatan I Akademi Militer Yogyakarta lulusan tahun 1948 dan sempat mengikuti Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, AS. Pria kelahiran Magetan, 14 September 1929 ini pernah menduduki sejumlah posisi penting selama karier militernya.

Mulai dari Wakil Gubernur AKABRI Umum dan Darat bidang Operasi dan Pendidikan (1970-1971), Pangdam IV/Sriwijaya (1971-1974), Komandan Brigade Pasukan Darurat PBB (UNEF 2) di Suez, Mesir (1974), Panglima Kostranas (1978-1981), Panglima Kowilhan III Sulawesi/Kaltim (1981-1983), Kepala Staf Operasi Dephankam (1983-1984), dan Kepala Staf Umum ABRI (1984).

Ia kemudian dimutasi menjadi Duta Besar RI Untuk Malaysia (1984-1988) karena keengganannya untuk menertibkan kampus ITB dari gerakan demonstrasi akibat penolakan pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden untuk Sidang Istimewa MPR RI 1977. Akhir kariernya dia mengemban amanat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1993-1998).

Selama puluhan tahun berada di militer, Himawan pernah mengikuti penugasan di sejumlah operasi. Mulai dari menghadapi Belanda di front Subang atau Bandung Utara, menjadi Perwira Staf Pasukan Garuda II, Markas Operasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (Misi Perdamaian PBB) Danyon (1961-1964), Perserikatan Bangsa-Bangsa di Leopoldiville, Kongo.

Kemudian pada tahun 1963, ia ditugaskan di Timur Tengah sebagai Komandan Brigade Selatan, United Nations Emergency Forces. Pada 10 April 1964, Himawan berhasil merebut kembali Polewali, pusat dari pasukan pembangkang pimpinan Letkol Andi Selle dan menghancurkan salah satu kekuatan utama pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.

Karena keberaniannya, Panglima TNI Angkatan Darat (PANGAD), Letjen TNI Ahmad Yani memberikan kenaikan pangkat khusus kepada Himawan Soetanto menjadi Letnan Kolonel dan juga Bintang Jasa Nararya pada HUT Kodam III/Siliwangi ke-19 di Lapangan Tegalega, 20 Mei 1965.

Himawan meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta pada Rabu 20 Oktober 2010 sekitar pukul 09.51 WIB. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

2. Letjen TNI Djamari Chaniago

Djamari Chaniago merupakan Pangdam Siliwangi berikutnya yang berhasil menduduki jabatan Pangkostrad. Ia menjabat sebagai Pangdam Siliwangi pada periode 1997-1998 dan Pangkostrad periode 1998-1999.

Djamari merupakan salah seorang tokoh militer Indonesia yang mempunyai karier yang cukup cemerlang di Korps Baret Hijau. Lahir di Padang 8 April 1949, Djamari mengenyam pendidikan di Akademi Militer (dulu AKABRI) Magelang, Jawa Tengah. Dia merupakan abituren (lulusan) 1971 dari kecabangan infanteri.

Dalam rekam jejaknya, sejumlah jabatan pernah diemban tentara yang banyak menghabiskan karier di Korps Baret Hijau (Kostrad) ini. Djamari antara lain pernah ditunjuk sebagai Komandan Yonif Linud 330/Tri Dharma, Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat, dan Kepala Staf Brigif Linud 18/Trisula.

Saat berpangkat Kolonel, dia menjabat sebagai Komandan Brigif Linud 18/Trisula dan Komandan Rindam I/Bukit Barisan. Kariernya terus menanjak dengan meraih bintang satu saat dipromosikan sebagai Kepala Staf Divisi Infanteri 2/Kostrad.

Djamari termasuk sosok dengan karier cemerlang. Dia dengan cepat meraih pangkat jenderal bintang dua saat ditugasi sebagai Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad. Selanjutnya dia menempati jabatan strategis sebagai Pangdam III/Siliwangi.

Sejumlah tokoh militer yang melesat ke pucuk pimpinan Angkatan Darat banyak yang pernah berkarier di kodam ini. Hal itu juga berlaku bagi Djamari.

Puncak kariernya saat dia dipromosikan sebagai Pangkostrad. Seperti diketahui, Kostrad merupakan bagian dari Komando Utama (Kotama) tempur TNI AD. Kostrad memiliki jumlah pasukan yang detailnya dirahasiakan dan selalu siap untuk beroperasi atas perintah Panglima TNI kapan pun.

3. Jenderal TNI George Toisutta

George Toisutta merupakan Pangdam Siliwangi lainnya berkarier cemerlang dengan menduduki jabatan Pangkostrad. Ia menjabat sebagai Pangdam Siliwangi pada tahun 2006-2007 dan kemudian mendapat promosi menjadi Pangkostrad dengan periode jabatan 13 November 2007 sampai 17 Februari 2010.

Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 1 Juni 1953 ini merupakan Pati TNI AD yang berkarier cemerlang dengan menduduki sejumlah posisi penting. Ketika pecah bintang menjadi Brigjen, lulusan Akademi Militer, Magelang tahun 1976 ini mengemban jabatan sebagai Kasdivif 1/Kostrad, Kasgartap 1/Kodam Jaya, dan Kasdam Jaya.

Kariernya semakin bersinar ketika tembus bintang dua dengan mengemban amanat sebagai Pangkoops TNI di Aceh, Panglima Divisi 1/Kostrad, Pangdam XVII/Trikora, dan Pangdam III/Siliwangi.

Tak berhenti di situ, George Toisutta kembali mendapat promosi menjadi Pangkostrad dan menyandang bintang tiga di pundaknya alias Mayjen. Adapun posisi tersebut diembannya sejak 13 November 2007 hingga 17 Februari 2010 atau sekitar 2 tahun lebih 2 bulan.

Puncak kariernya militernya ketika diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi KSAD dan berhasil menambah satu lagi bintang di pundaknya menjadi jenderal bintang empat. Dia menjadi KSAD dari tahun 2009 sampai 2011 menggantikan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.

George Toisutta meninggal dunia pada hari Rabu 12 Juni 2019 saat menjalani perawatan karena sakit kanker usus di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. George Toisutta dimakamkan di TPU Dadi Kota Makassar, di samping makam ibundanya.

4. Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo

Pramono Edhie Wibowo menjabat sebagai Pangdam Siliwangi pada periode 2009-2010. Setahun menjadi Pangdam Siliwangi, Pramono Edhie mendapat promosi menjadi Pangkostrad (2010–2011)

Pria kelahiran Magelang 5 Mei 1955 ini merupakan anak dari sosok tokoh militer ternama di Indonesia Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo. Dia juga merupakan ipar dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pramono Edhie merupakan adik dari Ani Yudhoyono.

Sebagai seorang anak dari jenderal, Pramono Edhie akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak sang ayah sebagai prajurit TNI. Dengan latar belakang keluarga militer, membuat perjalanan karier Pramono Edhie kian bersinar.

Setelah lulus Akademi Militer pada 1978, dia ditunjuk sebagai Komandan Pleton Grup I Kopassandha. Kemudian setelah menyelesaikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Pramono Edhie semakin sering menjabat di posisi strategis seperti Perwira Intel Operasi grup I Kopassus, hingga Wakil Komandan Grup 1/Kopassus pada tahun 1996.

Setelah Reformasi, Pramono Edhie terpilih menjadi Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001. Di tahun yang sama juga dia menempuh Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI).

Pada tahun 2005, karier Pramono terus meningkat. Dimana kala itu dia ditunjuk menjadi Wakil Danjen Kopassus. Dua tahun berselang jabatan Danjen Kopassus diembannya.

Namun, kariernya yang terlalu mulus ini membuat kebanyakan orang berpendapat karena latar belakang keluarganya yang mendukung dia mudah dalam naik pangkat dan menjabat posisi strategis. Apalagi ketika dia menjadi KSAD.

Dilansir dari demokrat.or.id, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 40/TNI/tahun 2011 mengangkat Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI George Toisutta.

Proses pengangkatannya sebagai KSAD saat itu menuai protes dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang menganggap terdapat unsur nepotisme karena Pramono Edhie merupakan adik dari Ibu Negara Ani Yudhoyono atau ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun pendapat tersebut memang tak sepenuhnya benar mengingat banyaknya penghargaan yang diterimanya. Mulai dari bintang, satyalancana, hingga brevet dan wing.

Beberapa brevet yang disandangnya terdiri dari, Brevet Kualifikasi Komando Kopassus, Brevet Para Utama, Brevet Free Fall, Brevet Kualifikasi Penanggulangan Teror, Brevet Kualifikasi Intai Tempur, Brevet Kualifikasi Intai Amfibi, Brevet Kualifikasi Komando Paskhas, Brevet Denjaka, Brevet Hiu Kencana, dan Wing Penerbang TNI AU.

Kemudian ada pula brevet yang didapatnya dari luar negeri seperti, Basic Military Freefall Parachutist Badge (US Army), Master Parachutist Badge (US Army), dan Pathfinder Badge (US Army).

Setelah pensiun dari militer, Pramono Edhie terjun ke dalam dunia politik dan bergabung dengan Partai Demokrat menjadi salah satu Anggota Dewan Pembina Partai pada tahun 2013.

Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo meninggal pada 13 Juni 2020 karena mengalami serangan jantung. Jenazah jenderal bintang empat ini dimakamkan pada 14 Juni 2020 di TMP Kalibata.

5. Letjen TNI Muhammad Munir

Muhammad Munir menjabat sebagai Pangkostrad pada 2012 hingga 2013, dimana setahun sebelumnya di mengemban amanat sebagai Pangdam Siliwangi. Munir merupakan alumnus Akademi Militer di Magelang tahun 1983 dan berasal dari kecabangan infanteri.

Munir tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah, 28 Oktober 1958 ini pernah menjadi ajudan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004 saat masih berpangkat Kolonel.

Pecah bintang menjadi jenderal bintang satu, Munir dipercaya menjabat sebagai Kepala Staf Divif 1 Kostrad pada 2009 dan Kepala Staf Kodam (Kasdam) Jaya pada 2010.

Selanjutnya, dia menjabat Panglima Divisi Infanteri (Pangdivif) 2 Kostrad di tahun yang sama dengan mengemban pangkat Mayor Jenderal (Mayjen). Dia lalu dimutasi menjadi Pangdam Siliwangi pada 2011.

Karier Munir di dunia militer makin bersinar dengan dipercaya menjadi Pangkostrad ke-34 menggantikan Letjen TNI Azmyn Yusri Nasution pada 2012. Jenderal bintang tiga ini lantas mendapat promosi sebagai Wakil KSAD menggantikan Jenderal TNI Moeldoko yang naik jabatan menjadi KSAD pada 2013.

Terakhir Munir berdinas ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) pada 2015 hingga 2016.

6. Letjen TNI Besar Harto Karyawan

Besar Harto Karyawan merupakan Pati TNI terakhir yang menjabat Pangdam Siliwangi kemudian mendapat promosi menjadi Pangkostrad. Ia menjabat Pangdam Siliwangi tahun 2018, di tahun yang sama dia dimutasi menjadi Pangkostrad hingga 2020.

Lulusan Akademi Militer (Akmil) 1986 yang berpengalaman dalam Infanteri (Kostrad) ini memasuki masa pensiun sejak Juni 2021. Jabatan terakhir Purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) ini adalah Koordinator Staf Ahli Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Besar Harto lahir di Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat, 31 Mei 1963. Meski lahir di Padang, dia bukanlah berdarah Minang. Ibunya asli Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Sedangkan sang ayah yang juga seorang tentara itu asli Pemalang, Jawa Tengah.

Karier militernya diawali sejak 1986 ketika dilantik menjadi perwira dengan pangkat Letnan Dua. Sejumlah jabatan pernah dia emban ketika masih berpangkat Letnan Dua hingga Letnan Satu, yakni Danton Yonif 509/Balawara Yudha Kostrad, Danton 2/B Yonif 509/Balawara Yudha Kostrad, Ws. Danki B Yonif 509/Balawara Yudha Kostrad, Danton 1/B Yonif 509/Balawara Yudha Kostrad, dan Danton 1/A Yonif 509/Balawara Yudha Kostrad.

Selanjutnya, pangkatnya naik menjadi Kapten dan pernah menjabat sebagai Kasi 4/Log Yonif Linud 503/Mayangkara Kostrad, Dankipan A Yonif Linud 503/Mayangkara Kostrad, dan Dankima Yonif Linud 503/Mayangkara Kostrad.

Kariernya pun terus naik. Ketika berpangkat Mayor, dia pernah menjabat sebagai Dandenma Brigif Linud 18/Trisula, Wadanyonif Linud 330/Tri Dharma Kostrad, Danyonif Linud 502/Ujwala Yudha Kostrad (2000-2003), Dandenma Kostrad, dan Kasiops Korem 083/Baladhika Jaya Kodam V/Brawijaya.

Ketika berpangkat Letnan Kolonel (Letkol), lulusan Akademi Militer (Akmil) 1986 ini pernah menjabat sebagai Dandim 0818/Malang Rem 083/Baladhika Jaya, Kasrem 082/Citra Panca Yudha Jaya Dam V/Brawijaya, Kasrem 084/Bhaskara Jaya Dam V/Brawijaya, dan Waasops Kasdam V/Brawijaya.

Naik pangkat menjadi Kolonel, Besar Harto pernah dipercaya mengemban amanah sebagai Danbrigif 13/Galuh (2010), Asops Kasdam XII/Tanjungpura (2010), Pamen Ahli Gol IV Akmil Bidang Permildas, Pamen Denma Mabesad (Dik Sesko TNI), Dosen Sesko TNI, Danrem 062/Tarumanegara (2013), dan Irdam Jaya (2014).

Kariernya semakin cemerlang, pangkatnya naik menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI. Besar Harto dipercaya meengemban amanat sebagai Ir Kostrad (2015), Kakordos Sesko TNI (2016), dan Ir Kostrad (2016).

Bintang emas kembali bertambah di pundaknya menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) ketika ditunjuk mengisi jabatan Danpuspenerbad (2017) dan Pangdam III/Siliwangi (2018). Lalu meraih bintang tiga menjadi Letnan Jenderal (Letjen) saat menjabat Pangkostrad (2018).



Dari Kostrad, Besar Harto kemudian dimutasi menjadi Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Danpussenif) Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau Kodiklatad (2020). Jabatan terakhirnya adalah Koordinator Staf Ahli KSAD (2021).
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1633 seconds (0.1#10.140)