Apa Risikonya Figur Cawapres 2024 Diumumkan Terlalu Dini?

Kamis, 03 Agustus 2023 - 09:46 WIB
loading...
Apa Risikonya Figur Cawapres 2024 Diumumkan Terlalu Dini?
Calon wakil presiden (cawapres) pendamping masing-masing bakal calon presiden Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan belum diumumkan kepada publik. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024 akan dibuka Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) pada 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023. Di sisi lain, calon wakil presiden (cawapres) pendamping masing-masing bakal calon presiden belum diumumkan kepada publik.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengakui figur cawapres untuk Pilpres 2024 belum perlu diumumkan hari ini. “Memang belum diperlukan untuk umumkan hari ini, terlalu dini dan berisiko terbaca lawan politik,” kata Dedi kepada SINDOnews, Kamis (3/8/2023).

Dia meyakini masing-masing koalisi partai politik akan berusaha mengumumkan figur cawapres tersebut pada paling terakhir di antara yang lainnya. “Kecuali, tidak ada pilihan lain karena sudah ditetapkan koalisi dan ada pihak yang menjamin segala sesuatunya,” tuturnya.

Dia mengatakan, selama dukungan belum solid, maka figur cawapres tersebut tidak akan diumumkan. Lalu, apa risiko jika figur cawapres itu diumumkan terlalu dini?

“Risikonya mengubah peta strategi lawan, dan posisi cawapres lawan bisa lebih baik,” ungkapnya.

Lima nama cawapres pendamping Ganjar Pranowo


Diketahui, cawapres pendamping bakal capres Partai Perindo Ganjar Pranowo sudah mengerucut menjadi lima nama. Awalnya ada 10 nama cawapres yang akan mendampingi Ganjar.

Lima nama cawapres tersebut adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Dulu ada 10 nama sekarang sudah mengerucut ke 5 nama," kata Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani usai Harlah ke-25 PKB di Stadion Manahan, Solo, Minggu (23/7/2023).

Sementara itu, cawapres pendamping bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan sudah mengerucut menjadi satu nama. "Kita sudah sampaikan satu nama ke Pak Anies," kata Ketua DPP Partai Nasdem, Taufik Basari di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Kendati demikian, pria yang akrab disapa Tobas ini enggan mengungkap siapa sosok Cawapres yang telah diserahkan tim kecil kepada Anies Baswedan. "Jadi sekarang semuanya sudah diserahkan kepada Pak Anies. Jadi kita sudah tidak pegang bola lagi, bolanya ada di Pak Anies," ujarnya.

Silang pendapat Nasdem dan Demokrat soal cawapres Anies Baswedan


Partai Nasdem dan Partai Demokrat punya pendapat berbeda mengenai figur cawapres pendamping Anies Baswedan. Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengingatkan Anies Baswedan untuk memilih cawapres tidak didasarkan karena memiliki partai politik (parpol).

Ia mengingatkan agar cawapres dipilih sesuai dengan tiga kriteria yang telah ditetapkan di Piagam Deklarasi Koalisi Perubahan. Ali mengungkapkan, ada tiga kriteria dalam memilih cawapres seperti bisa membantu proses kemenangan, menjaga stabilitas koalisi dan bisa membantu untuk membuat proses pemerintahan berjalan efektif.

Atas dasar itu, Ali meminta Anies untuk menjelaskan figur cawapres yang telah ditentukannya kepada partai koalisi. Ia menuturkan, penjelasan itu harus dilakukan dengan pendekatan saintifik hingga indikator ilmiah.

"Artinya, alasan itu adalah alasan dengan tujuan untuk memenangkan kontestasi, bukan sekadar alasan supaya Anies bisa maju menjadi calon presiden saja. Seseorang dipilih sebagai Cawapres bukan pertimbangannya karena mempunyai partai, bukan pertimbanganya Anies bisa maju saja," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (1/8/2023).

Pernyataan Ali pun direspons oleh Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Menurut Kamhar, wacana itu kurang pas. Pasalnya, parpol berfungsi untuk mendidik dan mempersiapkan kader menjadi pemimpin.

"Fungsi partai politik itu sendiri antara lain adalah kaderisasi dan sumber rekrutmen kepemimpinan. Jadi wacana ini bertentangan dengan fitrah partai politik yang menjadi pilar demokrasi dan pemegang mandat sebagai peserta pemilu," kata Kamhar saat dihubungi, Rabu (2/8/2023).

Kamhar mengatakan, syarat dan kriteria cawapres Anies telah tertuang dalam Piagam Kerja Sama Koalisi Perubahan. Pada bagian syarat dan kriteria cawapres, kata Kamhar, terdapat lima poin. "Jika dalam perjalanannya kemudian Mas Anies menambahkan kriteria 0, kami menghormati itu dan memandang itu memang relevan," ucapnya.

Menurutnya, kriteria 0 yang disampaikan Anies itu tak memiliki beban masa lalu dan memiliki keberanian. Baginya, kriteria ini sangat relevan dan sesuai dengan kebutuhan. "Bukan sekadar pemenuhan kebutuhan untuk bisa berlayar, mengingat Koalisi Perubahan ini berbeda dengan selera dan kehendak penguasa. Maka, jika tak bersih dan tak punya keberanian, pasti tersandera," ucap Kamhar.

Di sisi lain, Kamhar juga menyebut syarat dan kriteria cawapres Anies tak mencantumkan harus berasal dari nonparpol. "Dalam kriteria yang telah ditetapkan, tak ada sama sekali kriteria yang tak membolehkan figur berlatar belakang parpol," katanya.

"Jika ada tudingan figur parpol tak akan bisa berlaku adil terhadap partai lainnya, sudah pasti keliru dan ahistoris. Pak SBY telah membuktikan selama 10 tahun menjadi presiden dan Partai Demokrat sebagai the rulling party, bisa berlaku adil terhadap mitra koalisi. Itu antara lain menjadi fungsi manajemen atas kesepakatan yang dibangun," pungkas Kamhar.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai substansi pandangan Nasdem dan Demokrat sama mengenai cawapres Anies Baswedan. “Meskipun nuansa statementnya silang pendapat, tetapi substansi pandangan Demokrat dan Nasdem sama, yakni mengacu pada potensi ketokohan untuk menang dalam pilpres, artinya bisa saja menyasar kader partai atau lainnya,” kata Dedi.

Hanya saja, kata Dedi, pandangan Demokrat atas pernyataan Nasdem menyiramkan kegundahan. “Mereka miliki kader potensial yakni AHY, jika kemudian tidak menjadi pertimbangan sejak awal, maka bukan tidak mungkin Demokrat lakukan evaluasi dalam berkoalisi, utamanya jika kemudian tokoh cawapres itu tidak jauh lebih baik dari AHY, baik dari sisi elektabilitas dan potensi kemenangan,” pungkas Dedi.

PKB Ancam Tinggalkan Partai Gerindra


Internal Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) mulai retak. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengancam meninggalkan mitra koalisinya, Partai Gerindra jika tidak segera menjadikan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Awalnya, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menyampaikan bahwa PKB merupakan partai yang memiliki kesetiaan dalam berkoalisi. Namun, kesetiaan itu tentu perlu dengan catatan. "PKB masuk kategori yang setia, (tapi) kalau yang di sana juga setia," kata pria yang akrab disapa Gus Jazil dalam diskusi bertajuk 'PKB Mendengar' yang digelar di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Dia pun turut menyinggung soal banyak kelakar yang tersebar di media sosial terkait kesetiaan. Menurutnya, hal ini bisa saja kelakar ini terjadi di koalisinya bersama Gerindra.

"Apa itu? Biasanya di YouTube-YouTube itu loh, 'Lu 11, aku 12, lu ga jelas, gua lepas," ujarnya.

Wakil Ketua MPR itu pun mengaku banyak yang bertanya perihal kenapa KKIR sampai saat ini belum juga mengumumkan pasangan capres-cawapres untuk Pilpres 2024. Dia mengira, hal ini masih mencari format kesepakatan.

Pasalnya, kata dia, kerja sama politik yang dibangun bersama Gerindra ini merupakan kali pertama. "Karena emang nggak tahu caranya. Masih baru, belum tahu caranya, gimana caranya. Sudah 11 bulan kok belum saja," tutur dia.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0956 seconds (0.1#10.140)