Kronologi Terbongkarnya Pemalsuan Cap Keimigrasian untuk Selundupkan Manusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengungkapkan kronologi dugaan pidana pemalsuan cap keimigrasian untuk menyelundupkan manusia ke Amerika Serikat. Terduga pelaku pemalsu cap keimigrasian tersebut adalah seorang perempuan berinisial ODG (37).
"Saat ini berkas perkara dinyatakan lengkap dan kasusnya akan segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Dirwasdakim) I Nyoman Gede Surya Mataram di Kantor Imigrasi Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2023).
Atas perbuatannya, ODG disangka melanggar Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 121 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. ODG terancam penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar.
Surya Mataram menjelaskan, kasus tersebut bermula dari temuan cap keimigrasian yang dicurigai palsu pada sejumlah paspor milik Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengajukan visa ke Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Lantas, sambung Surya, kecurigaan muncul karena adanya kejanggalan perjalanan internasional yang dilakukan pada saat pembatasan perjalanan internasional akibat pandemi Covid-19. Karena adanya kecurigaan itu, pihak Kedubes Amerika Serikat berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
Ditjen Imigrasi lalu menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil para WNI yang diduga memiliki cap keimigrasian palsu. Dari keterangan para korban, didapati pengakuan bahwa mereka direkrut oleh ODG yang dikenalnya melalui media sosial dengan mengatasnamakan PT MCP.
"ODG sempat menghilang jadi pemeriksaan tidak bisa kami lakukan. Akhirnya ODG dicegah ke luar negeri melalui Surat Keputusan Nomor IMI.5-1307.GR.03.02 TAHUN 2022 tanggal 03 November 2022," kata Surya.
Petugas imigrasi kemudian mendapatkan informasi bahwa ODG bakal pergi ke Malaysia melalui Bandara Soekarno-Hatta. Setelah dilakukan pemeriksaan dan didapatkan alat bukti yang cukup, penyidik imigrasi kemudian menetapkan ODG sebagai tersangka.
"Dan melakukan penahanan terhadapnya di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pondok Bambu. ODG beroperasi dengan cara menawarkan jasa pengurusan Visa Amerika Serikat melalui WhatsApp Facebook, Grup Pencari Kerja," ungkapnya.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, didapat informasi bahwa para korban diminta untuk mengirimkan sejumlah uang dengan jumlah bervariasi antara Rp11,5 juta hingga Rp22 juta ke rekening atas nama ODG atau PT MCP dan diminta mengirimkan paspor mereka kepada ODG.
"Paspor tersebut nantinya akan dibubuhkan cap keimigrasian berbagai negara seperti Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Tujuan pembubuhan cap adalah meningkatkan kualifikasi WNI pemegang paspor agar lebih mudah memperoleh visa Amerika Serikat," imbuhnya.
Penyidik Keimigrasian telah mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya, lima paspor RI milik calon korban; satu paspor milik tersangka; satu buah flashdisk milik tersangka; rekening koran BCA atas nama ODG dan PT MCP.
"Kemarin (24 Juli 2023) Kejati DKI Jakarta sudah menerbitkan Surat P-21 yang artinya berkas perkara sudah lengkap, jadi tersangka dan barang bukti akan segera kami serahkan untuk proses hukum lebih lanjut," pungkasnya.
"Saat ini berkas perkara dinyatakan lengkap dan kasusnya akan segera dilimpahkan ke pengadilan," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Dirwasdakim) I Nyoman Gede Surya Mataram di Kantor Imigrasi Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2023).
Atas perbuatannya, ODG disangka melanggar Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 121 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. ODG terancam penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar.
Surya Mataram menjelaskan, kasus tersebut bermula dari temuan cap keimigrasian yang dicurigai palsu pada sejumlah paspor milik Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengajukan visa ke Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Lantas, sambung Surya, kecurigaan muncul karena adanya kejanggalan perjalanan internasional yang dilakukan pada saat pembatasan perjalanan internasional akibat pandemi Covid-19. Karena adanya kecurigaan itu, pihak Kedubes Amerika Serikat berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
Ditjen Imigrasi lalu menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil para WNI yang diduga memiliki cap keimigrasian palsu. Dari keterangan para korban, didapati pengakuan bahwa mereka direkrut oleh ODG yang dikenalnya melalui media sosial dengan mengatasnamakan PT MCP.
"ODG sempat menghilang jadi pemeriksaan tidak bisa kami lakukan. Akhirnya ODG dicegah ke luar negeri melalui Surat Keputusan Nomor IMI.5-1307.GR.03.02 TAHUN 2022 tanggal 03 November 2022," kata Surya.
Petugas imigrasi kemudian mendapatkan informasi bahwa ODG bakal pergi ke Malaysia melalui Bandara Soekarno-Hatta. Setelah dilakukan pemeriksaan dan didapatkan alat bukti yang cukup, penyidik imigrasi kemudian menetapkan ODG sebagai tersangka.
"Dan melakukan penahanan terhadapnya di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pondok Bambu. ODG beroperasi dengan cara menawarkan jasa pengurusan Visa Amerika Serikat melalui WhatsApp Facebook, Grup Pencari Kerja," ungkapnya.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, didapat informasi bahwa para korban diminta untuk mengirimkan sejumlah uang dengan jumlah bervariasi antara Rp11,5 juta hingga Rp22 juta ke rekening atas nama ODG atau PT MCP dan diminta mengirimkan paspor mereka kepada ODG.
"Paspor tersebut nantinya akan dibubuhkan cap keimigrasian berbagai negara seperti Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Tujuan pembubuhan cap adalah meningkatkan kualifikasi WNI pemegang paspor agar lebih mudah memperoleh visa Amerika Serikat," imbuhnya.
Penyidik Keimigrasian telah mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya, lima paspor RI milik calon korban; satu paspor milik tersangka; satu buah flashdisk milik tersangka; rekening koran BCA atas nama ODG dan PT MCP.
"Kemarin (24 Juli 2023) Kejati DKI Jakarta sudah menerbitkan Surat P-21 yang artinya berkas perkara sudah lengkap, jadi tersangka dan barang bukti akan segera kami serahkan untuk proses hukum lebih lanjut," pungkasnya.
(rca)