Elektabilitas Gibran Meroket Setahun Terakhir, Sulit Dikalahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Analis Politik Exposit Strategic Arif Susanto mengakui elektabilitas Gibran Rakabuming Raka cenderung meroket dalam setahun terakhir. Ditambah dukungan kuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dominan di Kota Solo, kalkulasi di atas kertas akan sulit bagi siapa pun bersaing melawan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Menurut Arif, tidak mengherankan apabila terdapat peluang bahwa pasangan Gibran-Teguh Prakosa akan menjadi calon tunggal dalam pemilihan wali Kota Solo. Menimbang kostelasi politik serta komposisi DPRD Kota Solo, menurut dia, dibutuhkan koalisi dua atau lebih partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon.
"Persoalannya, apakah koalisi semacam itu akan cukup solid dan apakah terdapat nama calon yang dapat dikerek elektabilitasnya dalam waktu singkat? Jika kedua pertanyaan tidak dapat dijawab secara tegas, peluang kekalahan di depan mata dan risiko politik itu sulit untuk ditanggungkan," ujar Arif Susanto kepada SINDOnews, Senin (27/7/2020).
(Baca: Tiga Magnet Politik Gibran versi IndoStrategi Research)
Sebaliknya, kata dia, akan merupakan hal yang memprihatinkan jika terdapat hanya satu pasangan calon di Pilwalkot Solo. Dia pun membeberkan dampak dari calon tunggal di Pilwalkot Solo itu.
"Ini bukan hanya akan berdampak pada pemusatan kekuasaan minim imbangan politik, tetapi juga mengurangi aspek kompetitif dalam Pilkada. Selain mengekspresikan kegagalan rekrutmen politik, ini juga membuka peluang berkembangnya elitisme dalam bentuk dinasti politik," ujarnya.
(Baca: Jokowi Dorong Gibran, Bung Karno sampai Amien Rais Juga Punya Regenerasi)
Dia mengatakan, berkaca pada pengalaman Pilkada Serentak terdahulu, calon tunggal cenderung berada di daerah dengan ketimpangan akses pada sumber-sumber daya ekonomi atau pun politik. "Pada situasi tersebut, demokrasi elektoral ditantang untuk dapat menghadirkan kontestasi yang lebih kompetitif berikut alternatif tawaran program lebih beragam bagi publik," pungkasnya.
Menurut Arif, tidak mengherankan apabila terdapat peluang bahwa pasangan Gibran-Teguh Prakosa akan menjadi calon tunggal dalam pemilihan wali Kota Solo. Menimbang kostelasi politik serta komposisi DPRD Kota Solo, menurut dia, dibutuhkan koalisi dua atau lebih partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon.
"Persoalannya, apakah koalisi semacam itu akan cukup solid dan apakah terdapat nama calon yang dapat dikerek elektabilitasnya dalam waktu singkat? Jika kedua pertanyaan tidak dapat dijawab secara tegas, peluang kekalahan di depan mata dan risiko politik itu sulit untuk ditanggungkan," ujar Arif Susanto kepada SINDOnews, Senin (27/7/2020).
(Baca: Tiga Magnet Politik Gibran versi IndoStrategi Research)
Sebaliknya, kata dia, akan merupakan hal yang memprihatinkan jika terdapat hanya satu pasangan calon di Pilwalkot Solo. Dia pun membeberkan dampak dari calon tunggal di Pilwalkot Solo itu.
"Ini bukan hanya akan berdampak pada pemusatan kekuasaan minim imbangan politik, tetapi juga mengurangi aspek kompetitif dalam Pilkada. Selain mengekspresikan kegagalan rekrutmen politik, ini juga membuka peluang berkembangnya elitisme dalam bentuk dinasti politik," ujarnya.
(Baca: Jokowi Dorong Gibran, Bung Karno sampai Amien Rais Juga Punya Regenerasi)
Dia mengatakan, berkaca pada pengalaman Pilkada Serentak terdahulu, calon tunggal cenderung berada di daerah dengan ketimpangan akses pada sumber-sumber daya ekonomi atau pun politik. "Pada situasi tersebut, demokrasi elektoral ditantang untuk dapat menghadirkan kontestasi yang lebih kompetitif berikut alternatif tawaran program lebih beragam bagi publik," pungkasnya.
(muh)