Tama S Langkun Minta Pungli di Rutan KPK Diusut secara Kode Etik dan Tindak Pidana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Temuan kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita perhatian banyak pihak. Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Tama S Langkun pun ikut angkat bicara.
Tama S. Langkun -yang merupakan bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Jawa Barat V yang meliputi Kabupaten Bogor itu menyatakan, harapan besar masyarakat kepada KPK sebagai lembaga negara untuk memberantas korupsi bisa runtuh jika kasus tersebut tidak segera dituntaskan.
"Kami pasti dukung usaha KPK untuk menuntaskan dugaan pungli dalam tubuhnya, langkah KPK untuk menonaktifkan petugas yang diduga terlibat sudah cukup baik, mengingat proses pemeriksaan akan berjalan," kata Tama, Rabu (28/6/2023).
Politisi Partai Perindo --partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu menjelaskan, dalam pengusutan kasus tersebut perlu dilakukan dua langkah, yakni kode etik dan indikasi tindak pidana korupsi.
Tama menjelaskan, kode etik merupakan upaya penyelesaian internal untuk membuktikan hal tersebut benar terjadi atau tidak yang mempunyai sanksi administratif hingga pemberhentian saja.
Dalam dugaan kasus tersebut, Tama menyebutkan tidak bisa dilepaskan dari unsur tindak pidana korupsi. Menurutnya, pungutan liar bisa dikategorikan dalam tindak pidana korupsi.
Politisi Partai Perindo --partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu melanjutkan, kunci untuk mengetahui apakah masuk dalam kategori suap, gratifikasi, atau pemerasan ada di pemberi.
"Terkait dengan hal ini, KPK juga harus melakukan proses hukum, yang apabila pelakunya diduga di bawah pejabat eselon, maka KPK bisa menyerahkan kepada kepolisian untuk melanjutkan pengusutan," ujar Tama.
Lebih lanjut, juru bicara nasional Partai Perindo --partai modern yang dikenal peduli rakyat kecil, gigih memperjuangkan penciptaan lapangan kerja, dan Indonesia sejahtera itu-- menambahkan, mengimbau kepada korban untuk tidak takut memberikan semua informasi kepada penegak hukum.
Mengingat, hukum memberikan perlindungan karena jika pemberi memberikan sejumlah uang atau barang karena ada tekanan, maka pemberi harus diletakan sebagai korban. "Menonaktifkan pegawai Rutan KPK dalam kasus ini bukanlah ujung dari penuntasan masalah. Selain menegakkan etik sekuat-kuatnya, proses pidana juga harus jalan terus," pungkasnya.
Tama S. Langkun -yang merupakan bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Jawa Barat V yang meliputi Kabupaten Bogor itu menyatakan, harapan besar masyarakat kepada KPK sebagai lembaga negara untuk memberantas korupsi bisa runtuh jika kasus tersebut tidak segera dituntaskan.
"Kami pasti dukung usaha KPK untuk menuntaskan dugaan pungli dalam tubuhnya, langkah KPK untuk menonaktifkan petugas yang diduga terlibat sudah cukup baik, mengingat proses pemeriksaan akan berjalan," kata Tama, Rabu (28/6/2023).
Politisi Partai Perindo --partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu menjelaskan, dalam pengusutan kasus tersebut perlu dilakukan dua langkah, yakni kode etik dan indikasi tindak pidana korupsi.
Tama menjelaskan, kode etik merupakan upaya penyelesaian internal untuk membuktikan hal tersebut benar terjadi atau tidak yang mempunyai sanksi administratif hingga pemberhentian saja.
Dalam dugaan kasus tersebut, Tama menyebutkan tidak bisa dilepaskan dari unsur tindak pidana korupsi. Menurutnya, pungutan liar bisa dikategorikan dalam tindak pidana korupsi.
Politisi Partai Perindo --partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu melanjutkan, kunci untuk mengetahui apakah masuk dalam kategori suap, gratifikasi, atau pemerasan ada di pemberi.
"Terkait dengan hal ini, KPK juga harus melakukan proses hukum, yang apabila pelakunya diduga di bawah pejabat eselon, maka KPK bisa menyerahkan kepada kepolisian untuk melanjutkan pengusutan," ujar Tama.
Lebih lanjut, juru bicara nasional Partai Perindo --partai modern yang dikenal peduli rakyat kecil, gigih memperjuangkan penciptaan lapangan kerja, dan Indonesia sejahtera itu-- menambahkan, mengimbau kepada korban untuk tidak takut memberikan semua informasi kepada penegak hukum.
Mengingat, hukum memberikan perlindungan karena jika pemberi memberikan sejumlah uang atau barang karena ada tekanan, maka pemberi harus diletakan sebagai korban. "Menonaktifkan pegawai Rutan KPK dalam kasus ini bukanlah ujung dari penuntasan masalah. Selain menegakkan etik sekuat-kuatnya, proses pidana juga harus jalan terus," pungkasnya.
(rca)