Perlu Kebijakan Antisipatif Sikapi Perkembangan Kecerdasan Buatan

Rabu, 21 Juni 2023 - 20:15 WIB
loading...
Perlu Kebijakan Antisipatif...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema Sikap dan Kebijakan Indonesia tentang Kecerdasan Buatan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/6/2023). FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai, perlu kebijakan antisipatif dan adaptif sebagai panduan etis dan legal dalam menyikapi perkembangan teknologi di era pemanfaatan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

"Dunia semakin cerdas dengan teknologi berkembang cepat, bila tidak disikapi secara bijaksana akan jadi ancaman," katanya saat diskusi daring bertema Sikap dan Kebijakan Indonesia tentang Kecerdasan Buatan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/6/2023).

Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, penyikapan terhadap kecerdasan buatan sangat dipengaruhi bagaimana menempatkan perkembangan teknologi dalam aspek kemanusiaan itu sendiri.



"Salah satu kekhawatiran adalah semakin manusia bergantung pada teknologi, manusia akan semakin kehilangan nilai. Selain itu, manusia berpotensi tidak dapat mengontrol dirinya, tunduk pada alat yang diciptakan," ujarnya.

Kekhawatiran lain, kata anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, kecerdasan buatan dengan ragam aplikasi cerdas dapat mengganti peran pekerja di berbagai sektor, termasuk pendidikan.

"Keberadaan teknologi modern menuntut kita untuk berpikir tentang masa depan manusia, khususnya masa depan generasi penerus bangsa. Jika kita tidak melakukan persiapan dan antisipasi perkembangan AI dengan sejumlah kebijakan yang tepat, kemudahan yang kita dapatkan berpotensi akan berubah menjadi bencana," kata anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini.

Founder Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Bambang Riyanto Trilaksono mengungkapkan pada awalnya AI adalah cara manusia membuat komputer lebih cerdas, sehingga dapat mengatasi masalah sesuai dengan yang dipikirkan manusia.

Penerapan AI, diakui Bambang, bisa memberi dampak yang luas. Di Amerika Serikat dan Tiongkok pemanfaatan AI mampu berdampak pada peningkatan GDP signifikan pada kedua negara itu.

"Pemanfaatan AI di sejumlah negara sudah diterapkan di banyak sektor seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, perbankan, ritel, media, ekonomi hingga politi," ujarnya.

Di sisi lain, bias dari AI merupakan tantangan tersendiri. Bila AI berada di tangan orang yang tidak bertanggung jawab, ujar Bambang, potensi bias AI akan semakin besar. Berdasarkan sejumlah survei yang dilakukan dampak positif penerapan AI sekitar 79%, ternyata masih lebih besar jika dibandingkan dengan dampak negatifnya.

"AI merupakan teknologi yang paling berdampak sehingga harus diwaspadai dampak negatif yang ditimbulkan AI," katanya.

UNESCO bahkan sejak dini sudah mengingatkan agar AI dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemajuan peradaban manusia. "Saya bersama sejumlah lembaga sedang berupaya menyusun strategi nasional dalam pengembangan AI, melalui pendekatan etika, infrastruktur, edukasi dan riset serta teknologi," katanya.

Executive Director Intellectual Business Community, Bayu Prawira Hie berpendapat AI adalah masa depan yang sangat menjanjikan.

Menurut Bayu, deep learning merupakan dasar generatif dari AI. Perkembangan yang cepat dan sistemik itu didorong oleh ketersediaan sejumlah aplikasi AI yang bisa dimanfaatkan secara gratis oleh masyarakat luas.

"Catatan World Economic Forum, dampak pemanfaatan AI di sejumlah sektor hingga lima tahun mendatang berpotensi menghilangkan 14 juta jenis pekerjaan di dunia. Untuk menyikapi kondisi tersebut kita harus mampu mendapatkan manfaat dari AI dan menghindari risikonya," ujarnya.

Pelaksana Tugas Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Kemenkominfo RI, Teguh Arifiadi mengungkapkan kondisi yang dihadapi pemerintah saat ini konsep teknologi AI sudah konvergen, namun regulasi yang ada belum konvergen dalam mengantisipasi dampak penerapan AI. "Dalam penerapan regulasi pada pemanfaatan AI pihaknya juga mendorong agar kedaulatan data harus dijaga. Regulasi yang ada saat ini cukup mampu mencegah dan menindak pelanggaran dalam penyalahgunaan AI," katanya.

Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan berpendapat AI mengalami perkembangan yang luar biasa dari dunia digital. Sehingga, harus segera diantisipasi dampak hukum yang ditimbulkan dari perkembangan tersebut.

"Kecepatan ketersediaan kebijakan terkait AI tidak mampu mengejar kecepatan perkembangan teknologi yang terjadi," tandasnya.

Apalagi, dalam memproduksi regulasi seringkali pihak legislator menghadapi dilema, seperti yang terjadi pada proses pembuatan UU ITE. "Apakah akan mengedepankan keterbukaan atau aspek perlindungan," ujarnya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1121 seconds (0.1#10.140)