6 Fakta Menarik Mayjen Soengkono, Tokoh yang Mempertahankan Kemerdekaan di Jawa Timur

Kamis, 08 Juni 2023 - 17:45 WIB
loading...
6 Fakta Menarik Mayjen...
Mayjen Soengkono adalah salah satu tokoh yang punya peran sentral dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945, pada saat Agresi Militer Belanda I dan II. Foto DOK ist
A A A
JAKARTA - Mayjen Soengkono adalah salah satu tokoh yang punya peran sentral dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945, pada saat Agresi Militer Belanda I dan II. Sepanjang kariernya di militer, Soengkono telah banyak berjasa dalam upaya meraih kemerdekaan .

Soengkono yang lahir pada 1 Januari 1911 di Purbalingga, Jawa Tengah, merupakan putra kedua dari pasangan Ki Tawireja dan ibu Rinten.

Sumbangsih yang diberikan Sungkono bukan hanya pada bidang militer saja, namun juga bidang sosial, politik dan pendidikan.


6 Fakta Menarik Mayjen Soengkono

Berikut ini sejumlah fakta menarik dari Mayjen Soengkono yang namanya tak bisa dipisahkan dengan pertempuran Surabaya.

1. Pandai Menjahit

Dilansir dari Jurnal "Peran Mayjen Soengkono dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Jawa Timur", Ayah Soengkono yang berprofesi sebagai penjahit menurunkan kemampuannya pada sang anak. Terbukti selama masa perang kemerdekaan, Soengkono kerap menjahit pakaiannya sendiri.

Setelah ibu kandung Soengkono meninggal tak lama setelah melahirkannya, Ki Taweireja akhirnya menikah lagi dengan ibu Kartinem.

Sejak kecil, Soengkono juga dikenal sebagai anak yang rajin. Setiap jam 2 pagi, dirinya selalu membantu mempersiapkan dagangan ibu sambungnya yang berjualan getuk.

2. Memperoleh Pendidikan yang Memadai

Meskipun Soengkono merupakan anak penjahit dan pedagang yang memiliki kehidupan sederhana. Namun tak membuat dirinya berhenti dalam hal pendidikan.

Soengkono memulai pendidikan dengan bersekolah di sekolah ongko loro Muhammadiyah Purbalingga. Kemudian Sungkono pindah ke HIS, sampai lulus pada tahun 1926.

Ketika masih berusia 15 tahun, Soengkono mulai merantau ke Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Kemudian, dia kembali melanjutkan pendidikannya di sekolah Teknik perkapalan atau KIS (Kweeksschool voor Islandsche Scheepelingen) pada tahun 1933.

Setelah lulus dari sekolah teknik perkapalan di Makassar, Sungkono ditugaskan ke Surabaya untuk ditempatkan di Vliegtugmaker sebagai tenaga teknik di Vliegkamp-Morokrembangan.

3. Pelopor Pemberontakan Zeven Provincien

Dimulai dari Gubernur Jenderal B.C. de Jonge yang mengeluarkan aturan pemotongan gaji sebesar 17% bagi para pelaut. Hal tersebut membuat pertentangan antara para pelaut Belanda sendiri maupun para pelaut Indonesia.

Pertentangan ini dikenal dengan pemberontakan Zeven Provincien atau Kapal Tujuh. Soengkono yang saat itu masih berusia 22 tahun mulai melakukan aksi mogok kerja bersama rekan-rekannya. Dari aksi ini Soengkono akhirnya ditangkap dan ditawan dalam sebuah camp di Sukolilo, Madura.


4. Menikah dengan Anggota Joshi Seinen Shuishintai

Sungkono menikah dengan gadis pejuang, bernama Isbandiyah tanggal 8 Januari 1946. Isbandiyah sendiri merupakan murid Soengkono ketika masih menjadi guru olahraga di HIS Bubutan.

Seperti halnya Sungkono, Isbandiyah juga gadis pejuang yang diawali keikutsertaannya sebagai anggota organisasi Joshi Seinen Shuishintai. Dia merupakan wanita Surabaya yang dikirim ke Jakarta untuk menjalani pelatihan.

Dilansir dari repository.unair.ac.id, Joshi Seinen Shuishintai merupakan Barisan Pelopor Wanita yang didirikan pada tanggal 11 November 1944. Dimana para anggotanya akan dibekali dengan ilmu kemiliteran.

5. Menjabat Sebagai Ketua BKR Kota Surabaya

Setelah BKR Jawa Timur terbentuk, hampir seluruh mantan pejuang PETA, Heiho, Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL), mulai mendaftarkan dirinya.

BKR Jawa Timur sendiri diketuai oleh Mustopo, Karesidenan Surabaya yang diketuai Abdul Wahab, dan Kota Surabaya yang diketuai Soengkono. Meski diberi mandat menjadi Komandan BKR Kota Surabaya, Sungkono hanya berpangkat kolonel. Itu disebabkan karena pengalaman militer Soengkono yang sebatas bergabung di korps pelatihan PETA.

6. Menjadi Gubernur Militer ketika Agresi Militer Belanda II

Nama Soengkono mulai mencuat usai Pertempuran 10 November. Saat terjadi Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Pada saat Agresi militer Belanda II terjadi pada 1948, Soengkono mulai menjalankan peran penting sebagai Gubernur Militer Jawa Timur.

Sampai pada akhirnya Mayjen Soengkono mampu berhasil mendorong pembubaran negara Jawa Timur dan Madura yang merupakan boneka Belanda.
(bim)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0957 seconds (0.1#10.140)