Tak Mudah bagi PAN untuk Tempatkan Kader di Kabinet Jokowi-Maruf Amin

Jum'at, 24 Juli 2020 - 09:52 WIB
loading...
Tak Mudah bagi PAN untuk...
Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan didampingi Waketum Viva Yoga Mauladi. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pertemuan Zulkifli Hasan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disinyalir sebagai pintu masuk Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi pemerintahan. Adangan kemungkinan datang dari partai politik (parpol) yang sudah berkoalisi sejak awal.

Posisi politik internal PAN memang terpecah. Kubu Zulkifli Hasan (Zulhas) diduga ingin membawa perahu PAN ke pemerintah. Namun, kubu Amien Rais yang belakangan tersingkir menginginkan PAN menjadi oposisi.

"Upaya Zulhas memang dalam rangka mendapatkan 'jatah'. Namun, tidak mudah bagi Jokowi karena parpol yang sudah berkoalisi di awal pasti tidak mengizinkan begitu saja," ujar pengamat politik Universitas Brawijaya Anang Sujoko saat dihubungi SINDOnews.

Presedennya, saat Gerindra akan masuk ke pemerintah. Kala itu, Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bermanuver dengan menggelar pertemuan di Gondangdia. Pertemuan itu disebut untuk menandingi pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto di Teuku Umar, Jakarta Pusat.

Saat ini memang belum ada pergerakan apa pun dari parpol yang tergabung dalam koalisi pemerintah. Namun, Jokowi sempat mengisyaratkan akan melakukan reshuffle kabinet. Belakangan isu itu diredam oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Di luar itu, PAN seperti berhasrat untuk berada di barisan pemerintah. Melihat rekam jejaknya, pada periode pertama Jokowi, PAN baru bergabung setahun kemudian bergabung dengan Kabinet Kerja. PAN mengutus Asman Abnur untuk duduk sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Anang menilai, PAN saat ini memang terkesan tidak betah berlama-lama tanpa jabatan di kabinet. Menurutnya, sangat wajar ada usaha untuk mendekati Jokowi.( ).

Berada di lingkup pemerintah masih sangat menarik bagi partai dan elite politik negeri ini. Anang menerangkan banyak parpol di Indonesia tidak memiliki ideologi yang jelas, terutama saat pembagian kekuasaan. Saat 'menjual diri' ke rakyat, mereka bicara platform ideologi partai. Namun, saat bicara koalisi dan pembagian kekuasaan, semua partai bersikap pragmatis.

"Ini menunjukkan bahwa bergabung di kekuasaan menjadi salah satu sumber uang untuk bahan bakar mesin partai politik. Juga, partai politik tidak memiliki kekuatan konstituen sebagai sumber keuangan," tuturnya.( ).

Koalisi pemerintahan sebenarnya sudah lebih dari cukup. Dukungan parpol begitu kokoh di parlemen, hanya tinggal menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, dan PAN. Jika PAN bergabung, koalisi ini akan semakin gemuk. "Saya mengkhawatirkan negara ini tidak akan bisa dikelola secara demokratis. Banyak hal hanya dibicarakan di bawah meja," pungkasnya.( ).
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2167 seconds (0.1#10.140)