Serapan Anggaran Covid-19 Rendah, DPR: Wajar Presiden Marah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi XI DPR menyesalkan rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19 . Padahal pemerintah terus menaikkan alokasi dana untuk penanganan Covid-19. Pada Maret hingga 9 Mei 2020, Presiden Joko Widodo (JOkowi) menerbitkan paket kebijakan untuk menangani Covid-19 sekaligus upaya pemulihan perekonomian nasional.
Paket kebijakan tersebut adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020, Keppres Nomor 12 Tahun 2020, dan PP Nomor 23 Tahun 2020.
Sebagai bagian dari paket kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan komitmen anggaran sebesar Rp405,1 triliun (Maret) untuk menangani COVID-19. Anggaran ini kemudian terus mengalami peningkatan, mulai Rp641,1 triliun (Mei), menjadi Rp677,2 triliun (awal Juni), dan kemudian Rp695,2 triliun (pertengahan Juni). Terbaru pemerintah menyampaikan anggaran penanganan COVID-19 naik menjadi Rp905 triliundari sebelumnya dialokasikan Rp405,1 triliun.
(Baca: Serapan Anggaran Corona Rendah, Intan Fauzi: Rakyat yang Dirugikan)
”Seharusnya anggaran yang terus naik ini harus diimbangi dengan serapan yang bagus. Kan tidak mungkin Presiden Jokowi marah-marah kalau serapannya bagus. Bayangkan dari Rp75 triliun anggaran kesehatan, baru terserap 1,53 persen. Yang lain juga, seperti UMKM baru terserap 0,2 persen,” ujar Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Anis Byarwati dalam Diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Vaksin Covid: Masalah atau Solusi?” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Anis mengatakan, rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19 tersebut menunjukkan bahwa tingkat koordinasi antar pemerintah belum baik. ”Kalau masalahnya administrasi dan data sebagaimana diungkapkan Menkeu, kan harusnya jangan seperti itu. Kita butuh pemerintah yang sigap. Jadi bukan hanya menganggarkan yang besar, tapi kemudian bingung bagaimana menyerapnya. Kan itu gak bagus bagi rakyat karena yang merasakan dampaknya kan rakyat,” tuturnya.
(Baca: Insentif Tenaga Medis Belum Cair, DPR Kritik Lambannya Verifikasi Menkeu)
Dikatakan Anis, terjadi jurang yang menyesakkan dada ketika rakyat mengeluhkan berbagai kebutuhan mahal, daya beli rendah, dokter di rumah sakit kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), sementara dananya ada namun tidak terserap. ”Itu kan seperti jurang yang menyesakkan dada, ya wajar kalau sampai Presiden itu marah,” katanya.
Karena itu, Anis menekankan agar anggaran penanganan Covid-19 jangan hanya direncanakan atau digelontorkan, tapi bagaimana kementerian dan lembaga bisa melakukan penyerapan anggaran dengan baik sehingga semua persoalan yang sudah diketahui bisa tertangani dengan baik.
Paket kebijakan tersebut adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020, Keppres Nomor 12 Tahun 2020, dan PP Nomor 23 Tahun 2020.
Sebagai bagian dari paket kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan komitmen anggaran sebesar Rp405,1 triliun (Maret) untuk menangani COVID-19. Anggaran ini kemudian terus mengalami peningkatan, mulai Rp641,1 triliun (Mei), menjadi Rp677,2 triliun (awal Juni), dan kemudian Rp695,2 triliun (pertengahan Juni). Terbaru pemerintah menyampaikan anggaran penanganan COVID-19 naik menjadi Rp905 triliundari sebelumnya dialokasikan Rp405,1 triliun.
(Baca: Serapan Anggaran Corona Rendah, Intan Fauzi: Rakyat yang Dirugikan)
”Seharusnya anggaran yang terus naik ini harus diimbangi dengan serapan yang bagus. Kan tidak mungkin Presiden Jokowi marah-marah kalau serapannya bagus. Bayangkan dari Rp75 triliun anggaran kesehatan, baru terserap 1,53 persen. Yang lain juga, seperti UMKM baru terserap 0,2 persen,” ujar Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Anis Byarwati dalam Diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Vaksin Covid: Masalah atau Solusi?” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Anis mengatakan, rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19 tersebut menunjukkan bahwa tingkat koordinasi antar pemerintah belum baik. ”Kalau masalahnya administrasi dan data sebagaimana diungkapkan Menkeu, kan harusnya jangan seperti itu. Kita butuh pemerintah yang sigap. Jadi bukan hanya menganggarkan yang besar, tapi kemudian bingung bagaimana menyerapnya. Kan itu gak bagus bagi rakyat karena yang merasakan dampaknya kan rakyat,” tuturnya.
(Baca: Insentif Tenaga Medis Belum Cair, DPR Kritik Lambannya Verifikasi Menkeu)
Dikatakan Anis, terjadi jurang yang menyesakkan dada ketika rakyat mengeluhkan berbagai kebutuhan mahal, daya beli rendah, dokter di rumah sakit kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), sementara dananya ada namun tidak terserap. ”Itu kan seperti jurang yang menyesakkan dada, ya wajar kalau sampai Presiden itu marah,” katanya.
Karena itu, Anis menekankan agar anggaran penanganan Covid-19 jangan hanya direncanakan atau digelontorkan, tapi bagaimana kementerian dan lembaga bisa melakukan penyerapan anggaran dengan baik sehingga semua persoalan yang sudah diketahui bisa tertangani dengan baik.
(muh)