Inisiatif DPD untuk Lahirkan Konsensus Nasional Didukung Try Soetrisno

Selasa, 23 Mei 2023 - 18:13 WIB
loading...
Inisiatif DPD untuk Lahirkan Konsensus Nasional Didukung Try Soetrisno
Diskusi Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023). Foto/Kiswondari/MPI
A A A
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) ke-6 RI Try Soetrisno mendorong dilakukannya kajian ulang atas Amendemen Konstitusi. Hal ini terkait yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 silam.

Pandangan ini disampaikan Try Soetrisno dalam Silaturahmi Kebangsaan DPD RI yang bertema "Menakar Konsekuensi Kenegaraan Indonesia Terhadap Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat" di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).

"Saya sependapat dengan langkah DPD RI yang mengambil inisiatif mengajak seluruh elemen bangsa untuk melahirkan Konsensus Nasional demi perbaikan Indonesia, dengan cara kembali kepada Pancasila," kata Try Soetrisno.

"Bila perlu kita sempurnakan dan kita perkuat sisi lemahnya dari sistem asli Indonesia tersebut," tambahnya.



Menurut Try, hal itu penting karena semua pihak harus waspada terhadap fakta hasil survei terbaru yang menyatakan bahwa 83,3 persen Siswa SMA menganggap Pancasila bukan Ideologi Permanen, sehingga bisa diganti.

"Ini bukan main-main, karena para pelajar tersebut adalah generasi penerus bangsa. Pemegang tongkat estafet di masa depan. Apa jadinya Indonesia bila generasi mudanya tidak mengenal Falsafah bangsanya sendiri," tegasnya

Sementara Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan semua elemen bangsa terkait diktum pemulihan hak PKI (Partai Komunis Indonesia) yang terdapat dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2023.

Sebab salah satu rekomendasi dari Komnas HAM yang harus diselesaikan adalah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965. Menurut LaNyalla dan Try Soetrisno, pelaku dan pengikut PKI secara jelas akan mengganti Pancasila dengan ideologi komunisme.

"Di dalam Diktum Pertama huruf (a) tertulis; memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat secara adil dan bijaksana. Ini penting untuk kita gali, tentang seberapa luas makna kata memulihkan hak korban? Karena salah satu yang diperjuangkan PKI saat itu, adalah menawarkan ideologi komunisme di Indonesia. Apakah itu juga termasuk dalam hak yang harus dipulihkan?" kata LaNyalla dalam pidato pembukanya.

Sedangkan, lanjut Senator asal Jawa Timur itu, sebagai bangsa telah bersepakat, Pancasila adalah satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara ini.

"Bahkan, saya pribadi menilai bahwa kita masih harus memperjuangkan agar Pancasila dapat kembali menjadi norma hukum tertinggi di dalam Konstitusi kita, yang telah kita tinggalkan akibat Perubahan Konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam," paparnya.

Dalam kesempatan itu, LaNyalla mengajak untuk memperjuangkan Pancasila agar kembali kokoh sebagai grondslag dan staatsfundamental norm bangsa dan negara ini.

"Saya menawarkan gagasan untuk lahirnya Konsensus Nasional bangsa ini, yang melibatkan seluruh elemen bangsa, baik sipil maupun militer untuk kita sepakati bahwa bangsa ini harus kembali ke Pancasila, dengan mengembalikan konstruksi sistem bernegara yang dirancang para pendiri bangsa," ujar dia.

Sebelumnya, Try Soetrisno mengatakan, yang menjadi polemik terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2023 adalah adanya predikat korban yang disematkan kepada pelaku dan pengikut PKI. Sedangkan sejarah mencatat, PKI telah melakukan upaya kudeta bersenjata dan berdarah.

"Hak apa yang akan dipulihkan? Apakah hak untuk memperjuangkan Ideologi Komunisme lagi? Atau hak untuk mendirikan kembali Partai Komunis Indonesia? Bukankah hak anak cucu mereka sudah sama di mata hukum dan pemerintah? Bahkan sudah ada anak cucu PKI yang menjadi pejabat dan anggota DPR. Lalu apa lagi yang dipulihkan?" kata Try.

Menurut Try, timbulnya berbagai polemik kebangsaan saat ini karena tidak adanya ruang bagi rakyat untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini. Saat ini kedaulatan mutlak di tangan partai politik dan Presiden.

"Kewajiban kita semua, yang masih memiliki kesadaran dan wawasan kebangsaan untuk mengembalikan Indonesia kepada sistem yang menjamin Pancasila bisa terlaksana, yang menjamin kedaulatan rakyat dalam ikut menentukan Haluan Negara dan sistem yang menjamin adanya Penjelmaan Rakyat di Lembaga Tertinggi Negara," paparnya.

Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni Wakil Ketua DPD Nono Sampono, mantan KSAD Agustadi Sasongko dan Guru Besar UGM, Profesor Kaelan.

Hadir dalam Silaturahmi Kebangsaan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Wakapolri Komjen (Pol) Gatot Edi Pramono, Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, Wakil Jaksa Agung Sunarta, putri Pahlawan Revolusi, Amelia Achmad Yani, hadir juga Pimpinan DPD, Alat Kelengkapan serta Anggota DPD, Para Pejabat TNI dan Polri atau yang mewakili, para purnawirawan TNI-Polri, serta para pemerhati kebangsaan dan konstitusi.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1715 seconds (0.1#10.140)