Pendiri Assyafiiyah, Dijuluki Macan Betawi Kharismatik

Rabu, 04 Mei 2016 - 13:58 WIB
Pendiri Assyafiiyah, Dijuluki Macan Betawi Kharismatik
Pendiri Assyafiiyah, Dijuluki Macan Betawi Kharismatik
A A A
MENINGGALNYA seorang dakwah Islam Tutty Alawiyah mengingatkan kembali kepada seorang kiai besar asal Betawi Abdullah Syafi'i. Pendiri sekaligus pengasuh pertama Pondok Pesantren Assyafiiyah yang biasa disapa Kiai Dulloh itu merupakan ayah kandung dari Tutty Alawiyah.

Kiai yang lahir 10 Agustus 1910 di kampung Bali Matraman, Manggarai, Jakarta Selatan itu pernah menjabat sebagai Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada periode pertama dan Ketua Umum Majelis Ulama DKI Jakarta pada periode pertama dan kedua. Kia Dulloh meninggal pada 3 September 1985 pada umur 75 tahun.

Sikapnya sebagai tokoh pemberani, ikhlas, dan konsisten dalam berdakwah serta sangat tegas dalam menegakkan Amar maruf nahi munkar membuat Kiai Dulloh dijuluki Macan Betawi Kharismatik.

Dia belajar ilmu pendidikan Islam sejak kecil dari ayahnya bernama KH Syafii bin Haji Sairan dan dari para ulama di kampunya dan ulama Jakarta serta Jawa Barat. Sementara pendidikan formalnya di dapat dari Sekolah Rakyat (SR) selama setahun.

Beberapa guru Kiai Dulloh adalah Mualim Mushonif, Abdul Majid, Marzuki, Mansur, Habib Ali bin Husein Al-Attas, Habib Alwi Al-Haddad, Habib Salim bin Jindan, Habib Ali Kwitang, dan KH. Ahmad Mukhtar kemudian menjadi mertuanya.

Pada usia 17 tahun dia sudah berani mendirikan Madrasah Diniyah (Sekolah Agama Islam) di tanah milik orang tuanya di Matraman dan mengajar di sana. Berdirinya Madrasah Diniyah ini kemudian dia mengembangkan dakwahnya melalui bidang pendidikan hingga berdiri Pondok Pesantren Assyafiiyah.

Dakwahnya di bidang pendidikan terus berkembang hingga tahun 1963 dia mendirikan AKPI (Akademi Pendidikan Islam) Assyafiiyah kemudian tahun 1969 AKPI diperluas menjadi Universitas Assyafiiyah.

Universitas ini meliputi fakultas Tarbiyah, Ushuluddin, Syariah, Ekonomi, Hukum, Teknik dan Pendidikan. Bahkan, sempat membangun stasiun radio Assyafiiyah pada tahun yang sama. Pada tahun yang sama juga didirikan Taman Kanak-kanak (TK) Assyafiiyah dan Madrasah Aliyah (SMA Islam) Assyafiiyah yang dilanjutkan dengan berdirinya Madrasah Tsanawiyah (SMP Islam).

Berkembang pesatnya dakwah di bidang pendidikan ini menyebabkan kompleks pesantren dan sekolah Assyafiiyah tidak menampung perkembangan yang terjadi. Dia kemudian membangun kampus baru di Manggarai, Jakarta Selatan pada tahun 1969 . (Tutty Alawiyah Sempat Dirawat karena Sakit Pencernaan)

Lima tahun kemudian atau tepatnya tahun 1974 dilanjutkan dengan pembangunan kampus baru di Jalan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Upayanya ini terus berkembang ditandai dengan berdirinya kampus baru di daerah Cilangkap, Jakarta Timur pada tahun 1977.

Selanjutnya, pada tahun 1984 Perguruan Assyafiiyah mulai merambah ke wilayah Jawa Barat, ditandai dengan berdirinya tiga pesantren di wilayah Jakasampurna, Bekasi Jatiwaringin, Pondok Indah, dan di Payangan masih daerah Kabupaten Bekasi. (Baca: Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Tutty Alawiyah Tutup Usia)

Dakwah Islam melalui pendidikan ini terus berlanjut dengan didirikannya pesantren khusus untuk anak-anak yatim (yataama) dan orang-orang miskin (masaakin) pada tahun 1978.

Catatan: Dihimpun dari berbagai sumber.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4000 seconds (0.1#10.140)