Beras, Terigu, dan Salah Kaprah Diversifikasi

Senin, 15 Mei 2023 - 23:01 WIB
loading...
A A A
Idealnya, diversifikasi pangan mengarah ke pangan lokal. Ini bukan mustahil. Tapi, mengeser pola diet itu perlu kebijakan hulu-hilir, radikal, konsisten, dan memihak kepentingan domestik. Kandidatnya banyak: sorgum, sagu, ubi kayu (mocaf), jagung, ubi jalar, sukun, dan yang lain. Intinya, semua pangan lokal yang sudah siap masuk pasar dan mengisi kebutuhan tepung industri bisa jadi kandidat.

Mengapa harus tepung? Selain memudahkan fortifikasi, juga gampang diolah jadi aneka penganan sesuai selera. Setidaknya ada lima hal yang diperlukan agar peta diversifikasi pangan tak layu dan mati.

Pertama, pastikan pasar di hilir dengan harga yang menarik dan menguntungkan. Pasar yang pasti akan menggerakan petani dan pelaku usaha di hulu untuk mengisinya. Apabila di industri ada kewajiban memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), pemerintah perlu mewajibkan industri pengguna tepung terigu menyerap tepung lokal.

Kewajiban ini disesuaikan kemampuan produksi tepung domestik. Kedua, tidak memilih kebijakan melepas ke pasar (hands-off policy). Sebagai industri bayi (infant industry), tak adil tepung lokal–yang melibatkan ribuan (bahkan jutaan) petani/UKM, menciptakan dampak berganda maha luas—bersaing dengan industri tepung terigu yang sudah mapan.

Ketiga, perlu dukungan kebijakan fiskal yang memadai, seperti alokasi anggaran di APBN, tarif bea masuk, pajak, kredit berbunga rendah, dan subsidi pertanian. Amat mungkin pada tahap awal, tepung lokal belum kompetitif dengan harga terigu dan beras. Selisih harga antara tepung lokal dengan terigu dan beras bisa saja disubsidi. Dari mana uangnya? Mengapa tidak mengenakan bea masuk impor gandum yang duitnya bisa untuk mensubsidi harga tepung lokal. Dengan cara ini, harga tepung lokal kompetitif dan stabil.

Keempat, perlu dukungan riset intensif di hulu, juga riset olahan pangan berbasis tepung lokal, baik dari sisi rasa, warna,dan tekstur. Termasuk di dalamnya riset yang fokus pada kemudahan penyajian dan komplementari yang luas dengan pangan lain. Harus diakui, terigu dengan glutennya adalah komplementari yang luas dan bisa dimasak untuk aneka penganan: mi, aneka kue, roti, dan yang lain.

Kelima, memproduksi pangan lokal sesuai skala ekonomi di lahan yang belum optimal. Ditambah kemudahan akses, yakni tersedia di mana saja dan kapan saja, dan rekayasa sosial (social engineering) dengan membangun konstruksi sosial lewat edukasi dan kampanye/marketing/iklan intens dan terus-menerus terbuka besar peluang pangan lokal jadi tuan di negeri sendiri.
(wur)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1233 seconds (0.1#10.140)