Indonesia’s FOLU Net Sink Perkuat Pengelolaan Hutan Lestari

Minggu, 14 Mei 2023 - 10:11 WIB
loading...
Indonesia’s FOLU Net...
Sesi side event Indonesia’s FOLU Net Sink 2030: Strengthening the Implementation of Sustainable Forest Management and Social Forestry Program di Kantor Pusat PBB, New York, Kamis (11/5/2023). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
NEW YORK - Agenda Indonesia’s FOLU memperkuat implementasi pengelolaan hutan lestari dan perhutanan sosial. Tujuannya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai bagian kontribusi Indonesia pengendalian perubahan iklim global.

Hal ini terungkap saat sesi side event bertajuk Indonesia’s FOLU Net Sink 2030: Strengthening the Implementation of Sustainable Forest Management and Social Forestry Program pada sidang 18th session of the United Nations Forum on Forests (UNFF18) di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, Kamis (11/5/2023).

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK ) Agus Justianto menjelaskan, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan inisiasi Indonesia. ”Sejalan dengan Perjanjian Paris untuk mengendalikan bencana perubahan iklim,” katanya.

Melalui agenda ini, sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (FOLU) dirancang akan mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan emisinya. Juga dapat berkontribusi sekitar 60% dari total target penurunan emisi GRK Indonesia pada 2030. Seperti tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

“Sebagai sektor penyumbang terbesar pencapaian target NDC, sektor kehutanan Indonesia secara konsisten mendukung agenda FOLU Net Sink. Hal ini akan terus berlanjut dengan manfaat yang telah dirasakan dalam dua tahun terakhir antara lain penurunan emisi GRK yang signifikan hingga 43-47%,” lanjut ketua delegasi Indonesia ini.

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 utamanya bersumber dari penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan termasuk akibat kebakaran hutan dan lahan. Kemudian pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan dan lahan termasuk restorasi ekosistem gambut dan mangrove, penguatan tata kelola gambut. Termasuk konservasi sumberdaya hutan, dengan total investasi sebesar USD14 miliar.

Agus menjelaskan, implementasi agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 akan dilaksanakan dengan penguatan dan pengembangan kemitraan dengan para pihak. Dari tingkat tapak hingga internasional yang terbuka luas dan tidak hanya terbatas hanya untuk mengupayakan dukungan finansial.

Salah satu kemitraan internasional yang dikembangkan adalah aliansi IBC (Indonesia-Brazil-Congo) untuk pengelolaan gambut. Termasuk kemitraan mangrove internasional yang dimulai dengan Uni Emirat Arab dan India.

Senior Economist World Bank Senior Economist World Bank David Kaczan mengungkapkan World Bank Group sudah membuat dokumen kajian Country Climate and Development Report (CCDR) untuk Indonesia, April 2023. Dokumen tersebut menggambarkan bagaimana Indonesia dapat memastikan transisi yang terjangkau menjadi suatu perekonomian yang rendah karbon dan berketahanan iklim.

Kaczan menuturkan salah satu kunci dalam pembangunan Indonesia yang rendah karbon adalah agenda Indonesia’s FOLU Net Sink. “Kebijakan pengelolaan sektor FOLU Indonesia sesungguhnya telah berubah dibanding masa lalu yang berdampak positif seperti menurunnya laju deforestasi,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menekankan pentingnya mekanisme Public-Private Partnership untuk mendukung suksesnya agenda Indonesia’s FOLU Net Sink mengingat besarnya investasi yang dibutuhkan yang mencapai USD14 miliar. Dukungan pembiayaan swasta bisa berupa investasi, hibah, obligasi hijau, pinjaman, CSR, dan lain-lain.

“Sektor swasta diharapkan bisa berkontribusi sebesar 55% atau sekitar 7,7 miliar dolar AS untuk investasi Indonesia’s FOLU Net Sink,” kata Indroyono.

Indroyono menjekaskan pentingnya mengakselerasi pemanfaatan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) untuk mendorong investasi swasta. Menurut dia pemanfaatan nilai eknomi karbon perlu dibuat sederhana dengan tetap memperhatikan instrumen seperi Sistem Registri Nasional (SRN) dan persetujuan pemerintah.

“Bursa karbon untuk pasar nasional maupun internasional yang terintegrasi dengan SRN untuk tingkat nasional maupun perlu diakselerasi,” katanya.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1932 seconds (0.1#10.140)