PPNI Nilai Pencabutan UU Nomor 38/2014 Akan Mendegradasi Profesi Perawat

Selasa, 18 April 2023 - 22:03 WIB
loading...
PPNI Nilai Pencabutan...
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) meminta UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan tidak dicabut. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) meminta UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan tidak dicabut. Permintaan tersebut menyusul dibahasnya Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan.

Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah mengatakan, sebagai organisasi profesi perawat yang tersebar di 34 provinsi dan di 514 kabupaten dan kota serta memiliki anggota lebih dari 800.000 perawat, RUU Kesehatan yang tengah dibahas akan memengaruhi profesi perawat.

“PPNI menyikapi pro kontra RUU Kesehatan. Sebagai organisasi profesi yang mewadahi tenaga kesehatan terbesar dan vital dalam sistem kesehatan, RUU Kesehatan dilihat dari materinya sedikit banyak akan sangat memengaruhi perjalanan profesi perawat ke depan,” katanya, Selasa (18/4/2023).



Menurut dia, PPNI sangat mendukung perubahan ke arah lebih baik dari sistem kesehatan di Indonesia, namun perlu mengkritisi substansi yang justru akan menjadi kontra produktif dengan tujuan awal. Pertama, substansi RUU berpotensi menghilangkan sistem yang sudah terbangun dengan mencabut beberapa Undang-undang yang masih sangat relevan dan justru keberadaan undang-undang tersebut untuk menunjang perbaikan sistem Kesehatan antara lain adalah UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.



Dengan mencabut UU Keperawatan tersebut dan tidak mensubstitusi norma-norma esensial yang sangat dibutuhkan, profesi perawat akan mengembalikan posisi perawat kepada kondisi 30 tahun silam dalam sistem kesehatan.

“Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latarbelakang dari UU 38/2014 tentang Keperawatan, pengaturan Keperawatan adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, terjangkau dan dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan bermoral yang tinggi,” jelas Harif.

Tujuan tersebut tergambar dalam batang tubuh Undang-undang Keperawatan dan peraturan pelaksanaan yang sudah sebagian besar terbit dan kalau dilihat adalah bukan hanya kepentingan perawat tetapi lebih besar kepentingan masyarakat.

“Pencabutan UU Keperawatan akan mendegradasi profesi perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi global dan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat serta berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, sosial profesi, dan sistem pelayanan kesehatan,” katanya.

Kedua, draf RUU Kesehatan tampak tidak sungguh-sungguh mereformasi sistem kesehatan khususnya sumber daya kesehatan yang masih diskriminatif dalam pengaturannya. RUU Kesehatan menjabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan.

”Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri dikemudian hari maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dari sisi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan sistern kesehatan di Indonesia melalui undang-undang profesi masing-masing,” katanya.

Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidaksetaraan dalam pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi yang saat ini sedang dikembangkan di dunia.

“Ketiga, ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi. Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang seprofesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan agar terjadi peningkatan profesionalisme dan kondisi kerja yang baik bagi sebuah profesi,” katanya.

PPNI selama ini konsisten mendukung pemerintah untuk berkontribusi dalam peningkatan kompetensi profesionalnya dan juga mengadvokasi kesejahteraan agar para perawat dapat lebih tenang menjalankan kewajiban peran sebagai profesi pemberi pelayanan kepada masyarakat. Jikalau perawat lebih nyaman dan tenang melaksanakan profesinya maka dampaknya akan kebaikan pelayanan kepada masyarakat.

Keempat, RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan investasi. Jika secara teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Dia menyebut, jumlah lulusan perguruan tinggi perawat di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 per tahun.

“Dari semua hal tersebut diatas, yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggaan sebagai profesi karena landasan profesinya sudah dicabut, bandingkan dengan profesi insinyur, advokat, notaris, psikologi yang ada undang-undang tersendiri,” ucapnya.

Secara universal di setiap negara telah ada UU Keperawatan (nursingact) tersendiri yang menjadi acuan pengembangan dan penyelenggaraan profesi perawat. Menurut dia, PPNI secara tegas menyatakan menolak substansi RUU Kesehatan yang nyata-nyata mendegradasi profesi perawat Indonesia.

“PPNI mendesak pihak-pihak yang berkompeten untuk melakukan pelurusan atas RUU Kesehatan OBL terutama kepada Bapak Menko Polhukam dan Bapak Menko Kemaritiman dan Investasi RI untuk memperhatikan aspirasi perawat agar UU No.38 Tahun 2014 tidak dicabut atau setidak-tidaknya berbunyi UU 38 tahun 2014 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan. Untuk menyampaikan aspirasi ini sejumlah perwakilan PPNI akan melakukan aksi penyampaian aspirasi tersebut yang direncanakan pada Rabu, 19 April 2023.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1418 seconds (0.1#10.140)