Heboh Penipuan QRIS Kotak Amal Masjid, Komisi XI DPR Minta BI Perkuat Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Heboh penipuan berbasis quick response code Indonesian standard ( QRIS ) yang menyasar kotak amal masjid sedikit banyak meningkatnya keraguan konsumen atas keamanan sistem pembayaran digital. Komisi XI DPR meminta Bank Indonesia (BI) memperkuat landasan hukum QRIS, sehingga memastikan tahapan pendaftaran, pelaksanaan, dan pengawasan sistem pembayaran digital inovasi BI tersebut benar-benar aman digunakan.
"Kami memandang ada persoalan di tingkat hilir yang membuat sistem pembayaran digital QRIS ini bisa dibobol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan penguatan payung hukum atas keberadaan QRIS sebagai sistem pembayaran digital di Indonesia," Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi, Kamis (13/4/2023).
Untuk diketahui, seorang pria berhasil melakukan penipuan dengan modus menyebar QRIS asli tapi palsu (aspal) di sejumlah masjid di Jakarta. QRIS yang disebar ini seolah-olah untuk kepentingan ibadah, tapi ternyata mengalir ke rekening pribadi. Situasi ini membuat konsumen ragu atas keamanan sistem pembayaran digital inovasi BI tersebut.
Fathan mengungkapkan, payung hukum pembentukan QRIS sebagai sistem pembayaran digital hanya didasarkan pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code.
"Pertimbangan dibuatnya QRIS adalah sebagai respons kian berkembangnya digitalisasi keuangan termasuk system pembayaran. Maka untuk mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional ini dibentuklah QRIS," katanya.
Dalam perkembangannya, kata Fathan, sistem pembayaran digital, termasuk QRIS, mendapatkan momentumnya saat pandemi Covid-19. Dengan adanya pembatasan sosial, maka hampir semua aktivitas dilakukan secara digital, termasuk dalam melakukan transaksi jual beli.
"Situasi ini membuat pengguna QRIS meningkat tajam, pun merchant yang menggunakan QRIS juga meningkat. Tidak hanya entitas bisnis tetapi juga entitas sosial seperti yayasan keagamaan," ujar politikus PKB ini.
Peningkatan pengguna QRIS, kata Fathan, satu sisi memang harus disyukuri, tapi di sisi lain seharusnya perkembangan ini disikapi secara serius oleh BI. Termasuk menguatkan payung hukum QRIS.
"Harusnya segera direspons peningkatan transaksi melalui QRIS dengan menguatkan payung hukum implementasi QRIS. Tidak cukup PADG BI tetapi minimal Peraturan BI," katanya.
Penguatan payung hukum ini, lanjut Fathan, akan memberikan dampak luas baik pada penguatan QRIS sebagai sistem pembayaran digital. Menurutnya, dengan payung hukum lebih kuat maka pengelolaan QRIS akan lebih baik dari sisi mekanisme operasional, penguatan sumber daya manusia maupun dari alokasi anggaran.
"Dengan demikian proses pendaftaran merchant pengguna QRIS akan jauh lebih selektif, pengawasan pun jauh lebih kuat sehingga potensi terjadinya kecurangan seperti yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab bisa dideteksi lebih dini," katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengharapkan agar otoritas menciptakan pengamanan agar QRIS tidak disalahgunakan untuk penipuan yang berkedok amal seperti saat ini ramai diberitakan.
Dari pihak yang punya otoritas ini supaya diciptakan pengamanan kalau seperti sekarang berarti kan kurang aman, padahal kita ingin memberikan pelayanan yang lebih baik artinya itu inovasi pelayanan lebih mudah lebih baik tetapi ada risiko yang ternyata ada, bisa diganti oleh (oknum)," kata Wapres, Selasa (11/4/2023).
"Kami memandang ada persoalan di tingkat hilir yang membuat sistem pembayaran digital QRIS ini bisa dibobol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan penguatan payung hukum atas keberadaan QRIS sebagai sistem pembayaran digital di Indonesia," Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi, Kamis (13/4/2023).
Untuk diketahui, seorang pria berhasil melakukan penipuan dengan modus menyebar QRIS asli tapi palsu (aspal) di sejumlah masjid di Jakarta. QRIS yang disebar ini seolah-olah untuk kepentingan ibadah, tapi ternyata mengalir ke rekening pribadi. Situasi ini membuat konsumen ragu atas keamanan sistem pembayaran digital inovasi BI tersebut.
Fathan mengungkapkan, payung hukum pembentukan QRIS sebagai sistem pembayaran digital hanya didasarkan pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code.
"Pertimbangan dibuatnya QRIS adalah sebagai respons kian berkembangnya digitalisasi keuangan termasuk system pembayaran. Maka untuk mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional ini dibentuklah QRIS," katanya.
Dalam perkembangannya, kata Fathan, sistem pembayaran digital, termasuk QRIS, mendapatkan momentumnya saat pandemi Covid-19. Dengan adanya pembatasan sosial, maka hampir semua aktivitas dilakukan secara digital, termasuk dalam melakukan transaksi jual beli.
"Situasi ini membuat pengguna QRIS meningkat tajam, pun merchant yang menggunakan QRIS juga meningkat. Tidak hanya entitas bisnis tetapi juga entitas sosial seperti yayasan keagamaan," ujar politikus PKB ini.
Peningkatan pengguna QRIS, kata Fathan, satu sisi memang harus disyukuri, tapi di sisi lain seharusnya perkembangan ini disikapi secara serius oleh BI. Termasuk menguatkan payung hukum QRIS.
"Harusnya segera direspons peningkatan transaksi melalui QRIS dengan menguatkan payung hukum implementasi QRIS. Tidak cukup PADG BI tetapi minimal Peraturan BI," katanya.
Penguatan payung hukum ini, lanjut Fathan, akan memberikan dampak luas baik pada penguatan QRIS sebagai sistem pembayaran digital. Menurutnya, dengan payung hukum lebih kuat maka pengelolaan QRIS akan lebih baik dari sisi mekanisme operasional, penguatan sumber daya manusia maupun dari alokasi anggaran.
"Dengan demikian proses pendaftaran merchant pengguna QRIS akan jauh lebih selektif, pengawasan pun jauh lebih kuat sehingga potensi terjadinya kecurangan seperti yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab bisa dideteksi lebih dini," katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengharapkan agar otoritas menciptakan pengamanan agar QRIS tidak disalahgunakan untuk penipuan yang berkedok amal seperti saat ini ramai diberitakan.
Dari pihak yang punya otoritas ini supaya diciptakan pengamanan kalau seperti sekarang berarti kan kurang aman, padahal kita ingin memberikan pelayanan yang lebih baik artinya itu inovasi pelayanan lebih mudah lebih baik tetapi ada risiko yang ternyata ada, bisa diganti oleh (oknum)," kata Wapres, Selasa (11/4/2023).
(abd)