PBNU Siapkan Platform untuk Ulama Dunia Berbeda Pendapat

Selasa, 04 April 2023 - 23:15 WIB
loading...
PBNU Siapkan Platform untuk Ulama Dunia Berbeda Pendapat
Ketua Umum PBNU menyatakan sedang menyiapkan platform bagi para ulama di dunia untuk menyampaikan berbagai pendapat dan pandangan tentang isu-isu strategis kemanusiaan. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan PBNU berikhtiar untuk menyediakan satu platform bagi para ulama yang mungkin saling berbeda pendapat. Platform dibuat untuk menemukan keputusan tentang hal-hal paling strategis dalam kehidupan umat manusia di tengah-tengah masyarakat dunia yang penuh keragaman.

Hal itu disampaikannya dalam Seminar Nasional bertema “Menafsirkan Kembali Gagasan Fikih Peradaban dalam Perspektif Geopolitik Islam" di Gedung Prof Soenarjo, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (4/4/2023).

“Bahwa telah terjadi perubahan-perubahan berskala peradaban, sejak beberapa abad terakhir ini, sudah menjadi pengetahuan kita semua. Tetapi bagaimana konsekuensi-konsekuensinya terhadap norma-norma keagamaan selama ini, masih sangat kurang menjadi bahan pemikiran termasuk di kalangan para ulama,” ujar Gus Yahya.



Gus Yahya mencontohkan Indonesia yang merupakan negara bangsa. Menurut dia, belum tersedia dasar syariat atas negara bangsa. Belum ada sebuah karya yang secara metodologis dengan disiplin syariat menjelaskan negara bangsa.

Pun, belum ada penjelasan mengenai syariat bisa menerima konstruksi negara bangsa yang berdemokrasi seperti Indonesia. “Karena dalam konstruksi negara bangsa ini ada banyak hal-hal baru yang tidak matching lagi, tidak bersesuaian lagi dengan wawasan lama tentang negara dan kepemimpinan politik,” kata dia.

Gus Yahya mengumpamakan satu pertanyaan saja kalau dikatakan di dalam wacana syariat itu selalu dibutuhkan adanya seorang Hakim yang bisa memberi kata putus terhadap segala macam perselisihan sehingga ada kaidah “Hukm al-hakim yarfa'u al-khilaf”, keputusan pemerintah memutus perselisihan.

“Karena itu, pemerintahan disebut hukuman karena memberi kata putus dalam perselisihan apapun di dalam masyarakat termasuk dalam perselisihan keagamaan,” urainya.

“Kalau dulu hakimnya adalah imam. Imam ya khalifah. Khalifah itu ya sultan. Lah kalau negaranya ini negara demokrasi, hakimnya siapa ? Apakah Presiden memenuhi syarat menjadi hakim ? Apakah harus hakim kolektif bersama dengan legislatif dan yudikatif misalnya atau bagaimana?” kata dia.

Lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan bahwa kelompok yang menolak negara bangsa dengan menggunakan kekerasan untuk mewujudkan cita-citanya itu juga mendasarkannya pada dalil-dalil Alquran dan hadits.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1899 seconds (0.1#10.140)