Kebijakan Satu China dan Turunnya Dukungan Diplomatik Internasional kepada Taiwan

Selasa, 28 Maret 2023 - 14:42 WIB
loading...
Kebijakan Satu China...
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional, President University, Jababeka-Cikarang. Foto/Istimewa
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D
Dosen Hubungan Internasional, President University, Jababeka-Cikarang


Minggu lalu, Kementerian Luar Negeri Republik China ( Taiwan ) secara resmi mengumumkan akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Honduras, sebelum terjadi pemutusan hubungan diplomatik sepihak dari Honduras. Ini adalah negara kesembilan bagi Tsai Ing-wen memutuskan hubungan diplomatik dalam waktu kurang dari tujuh tahun sejak dia berkuasa, dan juga negara ketujuh yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Menteri Luar Negeri Wu Zhaoxie selama masa jabatannya.

Jika dibandingkan dengan masa pemerintahan Ma Ying-jeou selama delapan tahun, Tsai Ing-wen memutuskan hubungan diplomatik dengan sembilan negara dalam waktu kurang dari tujuh tahun sejak dia berkuasa. Pada masa Ma Ying-jeou, dia hanya mengalami pemutusan hubungan diplomatik dengan Gambia di Afrika, dan pada saat itu tindakan tersebut diambil oleh pihak lain dan Beijing tidak langsung menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut.

Selain itu, pada masa itu, hubungan lintas selat antara Taiwan dan China daratan sangat harmonis, sehingga meskipun beberapa negara yang memiliki hubungan diplomatik bermaksud untuk mengubah keputusannya, malahan dibujuk oleh Beijing untuk mempertahankan hubungan dengan Taiwan agar tidak merusak hubungan lintas selat. Situasinya sangat berbeda dengan situasi saat ini, saat kelompok pro kemerdekaan pimpinan Tsai Ying Wen terus melakukan tindakan provokatif demi mempertahankan kekuasaan mereka di Taiwan. Tindakan provokatif yang dilakukan adalah menggaungkan kemerdekaan Taiwan untuk mendapat dukungan politik dari generasi muda yang sudah merasa tidak punya ikatan perasaan dan darah dengan China Daratan.



Saat ini, beberapa partai pro kemerdekaan atau kelompok DPP mengkritik runtuhnya diplomasi dan menuntut agar Menteri Luar Negeri Wu Zhaoxie mundur, mengingat situasi saat ini bahkan lebih serius. Namun, sebagai pejabat negara, Wu Zhaoxie harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menjaga kepentingan nasional Taiwan dalam situasi yang kompleks dan sulit ini.

Kementerian Luar Negeri Taiwan telah bekerja keras dalam upaya menjaga hubungan diplomatik Taiwan dengan negara lain, dan mereka tidak tahan dengan kritik yang pedas dari berbagai pihak yang pesimis, terutama anggota DPR. Namun, dilema yang dihadapi oleh diplomasi Taiwan saat ini terutama disebabkan oleh kebijakan kemerdekaan Taiwan yang salah, yang mengakibatkan kurangnya rasa cinta tanah air di kalangan para pejabat, dan saat ini bahkan terkesan tidak ada kekuatan atau untuk memulihkan situasi Taiwan yang semakin terpencil dan tersudut dalam pergaulan Internasional. Saat ini, ketegangan lintas selat sedang meningkat, ini ditambah lagi Presiden Tsai Ing-wen masih melakukan kunjungan ke Amerika Serikat, Beijing pasti tidak akan diam saja.

Dalam membandingkan situasi dengan masa pemerintahan Ma Ying-jeou, ketika dia melakukan transit di Amerika Serikat dan memberikan pidato di Universitas Harvard, Beijing tidak memberikan tanggapan apa pun, menunjukkan perbedaan dalam perlakuan yang diberikan oleh Beijing terhadap kelompok pro-unifikasi.

Secara khusus, Amerika Serikat telah mengesahkan "Undang-Undang Inisiatif Perlindungan dan Penguatan Internasional Persahabatan Taiwan", yang juga dikenal sebagai "Undang-Undang Taipei". Selain itu, pemerintah AS juga mengirim penasihat khusus Biden, Christopher J. Dodd, ke Honduras dalam upaya untuk mencegah pemutusan hubungan diplomatik dengan Taiwan. Namun, upaya tersebut tidak berhasil dan Dodd hanya menyatakan menghormati keputusan Honduras untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.

Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun Amerika Serikat telah menunjukkan dukungan kuat terhadap Taiwan, tetapi tidak dapat mengontrol keputusan negara lain dalam menentukan hubungan diplomatik mereka. Meskipun demikian, langkah-langkah seperti "Undang-Undang Taipei" tetap penting dalam memperkuat hubungan antara Taiwan dan Amerika Serikat.

Selain itu, Amerika Serikat tidak bisa melakukan upaya yang banyak untuk mepertahankan hubungan Honduras dan Taiwan karena pangkalan Angkatan Udara AS Palmerola di Honduras merupakan pangkalan militer AS terakhir yang ada di Amerika Tengah dan Selatan. Honduras juga memiliki peran penting dalam upaya Amerika Serikat untuk memerangi masalah narkoba di Amerika Latin. Tetapi karena sejak tahun 2017, setidaknya 21 negara di Amerika Tengah dan Selatan telah menandatangani nota kerja sama "Belt and Road" dengan China. Kehadiran China di kawasan tersebut semakin kuat dan Amerika Serikat tidak memiliki banyak dukungan dalam mempertahankan pengaruhnya.

Situasi ini menunjukkan bahwa dukungan untuk Taiwan terbatas dan bahwa Taiwan harus dapat melindungi dirinya sendiri. Meskipun Amerika Serikat memberikan dukungan kuat kepada Taiwan, tetapi dalam situasi yang semakin kompleks di kawasan tersebut, Taiwan harus memperkuat dirinya sendiri dan mencari cara-cara baru untuk mempertahankan hubungan dengan negara-negara lain di kawasan tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Honduras merupakan negara salah satu sahabat yang bermata duitan bagi dunia Internasional. Ketika Taiwan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi Honduras, maka dengan mudah Honduras mengalihkan hubungan diplomatik kepada negara yang lebih kuat. Hal ini jelas menjadi keterbatasan Taiwan jika dibandingkan dengan Beijing. Jika situasi ini terus berlanjut dan merambat ke negara lainnya, maka akan semakin sulit bagi Taiwan untuk menemukan negara yang memiliki hubungan diplomatik atau menjadi sahabat sejati Taiwan. Di masa sekarang maupun di masa yang akan datang, Amerika serikat juga tidak akan mampu melindungi Taiwan, karena kepentingan nasionalnya sendiri yang belum tentu mampu di jaga oleh Amerika Sendiri.

Sejak Tsai Ing-wen menjabat sebagai presiden Taiwan pada 20 Mei 2016, sebanyak sembilan negara telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, yaitu Sao Tome dan Principe, Panama, Republik Dominika, Burkina Faso, El Salvador, Kiribati, Solomon Islands, Tuvalu, dan Honduras. Sebelum Tsai Ing-wen menjabat, hanya satu negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan selama delapan tahun masa jabatan presiden sebelumnya, yaitu Gambia pada tahun 2013.

Ada beberapa alasan mengapa negara-negara memilih untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, antara lain:

1. Tekanan dari China: Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang tidak dapat dipisahkan, dan secara terus-menerus menekan negara-negara lain untuk tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan. Beijing juga menggunakan berbagai cara, seperti memberikan bantuan ekonomi dan politik, untuk mempengaruhi keputusan negara-negara lain.

2. Kepentingan ekonomi: Negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan China mungkin memilih untuk menutup hubungan diplomatik dengan Taiwan untuk menghindari sanksi ekonomi dari China. Sebaliknya, negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi yang lemah dengan China mungkin lebih mungkin untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan.

3. Kebijakan luar negeri: Beberapa negara mungkin memilih untuk menutup hubungan diplomatik dengan Taiwan karena mereka ingin menjalin hubungan yang lebih baik dengan China, yang dianggap sebagai negara yang semakin kuat secara ekonomi dan politik.

4. Ketidakpastian politik di Taiwan: Beberapa negara mungkin merasa tidak nyaman dengan situasi politik di Taiwan dan memilih untuk menutup hubungan diplomatik dengan Taiwan sebagai bentuk kehati-hatian dalam hubungan diplomasi.

Ada beberapa teori dalam ilmu hubungan internasional yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena pemutusan hubungan diplomatik antara negara. Beberapa di antaranya adalah:

1. Realisme: Menurut pandangan realis, hubungan internasional didominasi oleh persaingan antarnegara dan kekuatan yang saling bertentangan. Dalam konteks pemutusan hubungan diplomatik, negara mungkin akan memutuskan hubungan dengan negara lain jika itu dianggap akan memperkuat kekuatan atau keamanannya, atau sebagai tanggapan atas tindakan yang dianggap sebagai ancaman. Misalnya, jika negara A melihat hubungan diplomatik dengan negara B sebagai ancaman terhadap keamanannya, maka negara A mungkin akan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara B.

2. Konstruktivisme: Konstruktivisme berpendapat bahwa identitas dan norma-norma internasional dapat mempengaruhi tindakan negara. Dalam konteks pemutusan hubungan diplomatik, negara mungkin akan memutuskan hubungan dengan negara lain karena perbedaan ideologi atau pandangan politik. Misalnya, jika dua negara memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang hak asasi manusia atau demokrasi, maka mereka mungkin akan memutuskan hubungan diplomatik.

3. Liberalisme: Liberalisme berpendapat bahwa hubungan internasional dapat diatur melalui kerja sama, hukum internasional, dan organisasi internasional. Dalam konteks pemutusan hubungan diplomatik, negara mungkin akan memutuskan hubungan dengan negara lain jika mereka merasa bahwa negara tersebut telah melanggar hukum internasional atau norma-norma internasional. Misalnya, jika negara A merasa bahwa negara B telah melanggar perjanjian internasional, maka negara A mungkin akan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara B sebagai tindakan protes.

Dalam hal ini, teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena pemutusan hubungan diplomatik antara negara-negara dengan Taiwan adalah teori ketergantungan. Teori ketergantungan memandang bahwa negara-negara kurang berkembang tergantung pada negara-negara maju untuk bantuan ekonomi dan sumber daya lainnya, dan sebagai hasilnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang merdeka dan cenderung mengikuti keinginan negara-negara maju yang lebih kuat.

Dalam konteks ini, negara-negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan mungkin merasa terpaksa untuk mengikuti keinginan China karena bergantung pada bantuan ekonomi dan sumber daya dari China. Jika mereka mempertahankan hubungan diplomatik dengan Taiwan, mereka mungkin khawatir akan kehilangan bantuan ekonomi dan sumber daya dari China, yang pada gilirannya dapat merugikan kepentingan nasional mereka. Sebagai hasilnya, mereka mungkin memutuskan untuk mengikuti keinginan China dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.

Namun, penting untuk diingat bahwa ada berbagai faktor yang dapat memengaruhi keputusan negara dalam pemutusan hubungan diplomatik, termasuk faktor ekonomi, politik, dan strategis. Oleh karena itu, penggunaan teori ketergantungan sebagai satu-satunya penjelasan untuk fenomena ini mungkin terlalu sempit dan tidak lengkap.

Dari tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa pemutusan hubungan diplomatik antara satu negara dengan Taiwan terutama disebabkan oleh tekanan dari China dan ketidakmampuan Taiwan untuk memberikan bantuan ekonomi yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan internasional antara negara-negara tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan politik internal, tetapi juga oleh tekanan dan pengaruh negara lain dalam lingkup internasional. Sebagai negara kecil dengan kekuatan terbatas, Taiwan harus memperhatikan hubungan dengan negara lain dan mempertahankan hubungan yang sebaik mungkin untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1524 seconds (0.1#10.140)