Brigjen Prasetijo Ketik Sendiri, Kompolnas: Surat Jalan Djoko Tjandra Palsu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai Brigjen Pol Prasetijo Utomo menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi, terkait penerbitan surat jalan untuk buronan kelas kakap Djoko Tjandra .
"Yang bersangkutan ini menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan sendiri. Artinya berani membuat surat palsu, kemudian memanfaatkan segala macam yang ada di situ, dan untuk kepentingan, saya melihat ini kepentingan pribadi," ucap Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk "Ironi Djoko Tjandra dan Tim Pemburu Koruptor," Sabtu (18/7/2020).
Poengky berujar, Kompolnas sangat mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Idham Azis yang langsung mencopot dan memeriksa Brigjen Prasetijo Utomo. "Kami melihat dengan sungguh-sungguh memang ada niat supaya polisi tetap bersih," imbuhnya.
(Baca: Institusi Polri Harus Bertanggung Jawab Atas Kasus Djoko Tjandra)
Kompolnas mendapat informasi, bahwa Brigjen Prasetyo Utomo menggunakan komputer sendiri dalam membuat surat jalan tersebut. Seharusnya tidak demikian prosedurnya. Oleh sebab itu, Kompolnas melihat surat tersebut palsu.
"Ya dari hasil pemeriksaan, kami mendapatkan informasi bahwa ini yang bersangkutan menggunakan komputer sendiri, terus kemudian membuat surat sendiri dan surat ini surat palsu. Karena seharusnya surat itu tak seperti itu prosedurnya. Artinya harus ada autentikasi, ditandatangan oleh pihak-pihak yang lain, harus ada sprin, dan memang nggak benar juga. Di situ ditulis Djoko Tjandra seorang konsultan, konsultan dari mana? Konsultan dari Hong Kong, bohong ini," tandas Poengky.
"Jadi bohongnya sudah ketahuan, jadi kalau kita melihat seperti ini, ini enggak mungkin institusi. Jadi ini permainan pribadi dan juga jelas yang bersangkutan mempunyai niat memperkaya diri sendiri," ungkapnya.
(Baca: Rontoknya Tiga Jenderal Polisi dalam Skandal Djoko Tjandra)
Sebagaimana diketahui, setidaknya ada tiga Pati Polri yang diduga terseret kasus buronan kelas kakap Djoko Tjandra. Mereka adalah Brigjen Prasetyo Utomo, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Brigjen Prasetijo Utomo merupakan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Ia diduga dicopot dari jabatannya atas kasus terbitnya surat jalan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Dalam hal pembuatan surat jalan Djoko Tjandra, jenderal bintang satu Polri itu telah melampui kewenangannya. Pasalnya, Ia bergerak atas inisiatif sendiri tanpa melalui izin dari pimpinan.
Kemudian ada Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Ia sebelumnya menjabat Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia. Lalu dicopot dan dimutasikan menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Pencopotan Brigjen Nugroho diduga terkait dengan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Terakhir yakni Irjen Napoleon Bonaparte. Ia sebelumnya menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Lalu kini jabatannya dicopot dan dimutasikan ke Analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Pencopotan jabatan ini karena dugaan pelanggaran kode etik terkait hebohnya kasus Djoko Tjandra.
"Yang bersangkutan ini menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan sendiri. Artinya berani membuat surat palsu, kemudian memanfaatkan segala macam yang ada di situ, dan untuk kepentingan, saya melihat ini kepentingan pribadi," ucap Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk "Ironi Djoko Tjandra dan Tim Pemburu Koruptor," Sabtu (18/7/2020).
Poengky berujar, Kompolnas sangat mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Idham Azis yang langsung mencopot dan memeriksa Brigjen Prasetijo Utomo. "Kami melihat dengan sungguh-sungguh memang ada niat supaya polisi tetap bersih," imbuhnya.
(Baca: Institusi Polri Harus Bertanggung Jawab Atas Kasus Djoko Tjandra)
Kompolnas mendapat informasi, bahwa Brigjen Prasetyo Utomo menggunakan komputer sendiri dalam membuat surat jalan tersebut. Seharusnya tidak demikian prosedurnya. Oleh sebab itu, Kompolnas melihat surat tersebut palsu.
"Ya dari hasil pemeriksaan, kami mendapatkan informasi bahwa ini yang bersangkutan menggunakan komputer sendiri, terus kemudian membuat surat sendiri dan surat ini surat palsu. Karena seharusnya surat itu tak seperti itu prosedurnya. Artinya harus ada autentikasi, ditandatangan oleh pihak-pihak yang lain, harus ada sprin, dan memang nggak benar juga. Di situ ditulis Djoko Tjandra seorang konsultan, konsultan dari mana? Konsultan dari Hong Kong, bohong ini," tandas Poengky.
"Jadi bohongnya sudah ketahuan, jadi kalau kita melihat seperti ini, ini enggak mungkin institusi. Jadi ini permainan pribadi dan juga jelas yang bersangkutan mempunyai niat memperkaya diri sendiri," ungkapnya.
(Baca: Rontoknya Tiga Jenderal Polisi dalam Skandal Djoko Tjandra)
Sebagaimana diketahui, setidaknya ada tiga Pati Polri yang diduga terseret kasus buronan kelas kakap Djoko Tjandra. Mereka adalah Brigjen Prasetyo Utomo, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Brigjen Prasetijo Utomo merupakan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Ia diduga dicopot dari jabatannya atas kasus terbitnya surat jalan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Dalam hal pembuatan surat jalan Djoko Tjandra, jenderal bintang satu Polri itu telah melampui kewenangannya. Pasalnya, Ia bergerak atas inisiatif sendiri tanpa melalui izin dari pimpinan.
Kemudian ada Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Ia sebelumnya menjabat Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia. Lalu dicopot dan dimutasikan menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Pencopotan Brigjen Nugroho diduga terkait dengan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Terakhir yakni Irjen Napoleon Bonaparte. Ia sebelumnya menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri. Lalu kini jabatannya dicopot dan dimutasikan ke Analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Pencopotan jabatan ini karena dugaan pelanggaran kode etik terkait hebohnya kasus Djoko Tjandra.
(muh)