Mengapa Skandal Rp300 Triliun Berhenti Mendadak?
loading...
A
A
A
Pertanyaan banyak orang semakin menggelitik terkait transaksi janggal dengan nilai fantastis Rp300 triliun yang membuat heboh beberapa pekan terakhir.
Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang digelorakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD kini berakhir antiklimaks. Bahkan, berhenti mendadak setelah Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan terkait temuan lembaganya yang menghebohkan itu.
Ivan menyampaikan, transaksi Rp300 triliun di kementerian keuangan itu bukan hasil penyalahgunaan wewenang dan bukan hasil korupsi pegawai di kementerian dengan tunjangan kinerja yang paling besar itu.
Dia menyebut, apa yang disampaikan PPATK adalah laporan atas temuan kasus yang disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait peran Kemenkeu sebagai salah satu penyidik tindak pidana asaltindak pidana pencucian uang (TPPU) seperti diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010.
Dalam laporan itu terkait masalah kepabeanan, bea cukai dan perpajakan sehingga nilainya sangat besar. Jadi, menurut Ivan, Rp300 triiliun itu bukan seperti dipersepsikan publik bahwa itu korupsi atau penyalahgunaan yang dilakukan pegawai kementerian keuangan.
Penjelasan Ivan diperkuat oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh yang menegaskan transaksi Rp300 triliun bukan TPPU.
Apa yang disampaikan Kepala PPATK dan Irjen Kemenkeu itu bertolak belakang dengan penjelasan Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD sebelumnya.
Mahfud dengan tegas menyampaikan bahwa ada laporan transaksi mencurigakan dari PPATK yang jumlahnya Rp300 triliun di kementerian keuangan khususnya di direktorat jenderal pajak (DJP) dan direktorat jenderal Bea Cukai. Bahkan Ivan memperinci bahwa transaksi itu terjadi sejak tahun 2009 dengan jumlah 200 informasi hasil analisis (IHA) (Sindonews.com, 10 Maret 2023).
Penjelasan PPATK terakhir Kepala PPATK itu memberi makna bahwa apa yang disampaikan Menko Polhukkam tidak kredibel, sumir dan tidak bisa dipercaya. Hal ini memicu pertanyaan banyak pihak ada kejanggalan-kejanggalan lain di balik penjelasan PPATK pada 14 Maret 2023 itu yang kebetulan bertepatan dengan perjalanan dinas Menko Polhukkam ke luar negeri.
Konfrontasi perihal kebenaran informasi itu mutlak diperlukan. Mahfud dengan tegas siap menyampaikan duduk masalah Rp300 triliun yang diduga kuat transaksi TPPU di lingkungan kementerian keuangan itu di DPR.
Perubahan mendadak penjelasan PPATK memang patut dipertanyakan. Dari tata Kelola penyelenggaraan pemerintahan, begitu keputusan disampaikan ke publik, apalagi sudah disebarluaskan ke publik oleh pejabat yang lebih tinggi, PPATK mestinya konsisten dengan penjelasan sebelumnya.
Jika keputusan dan kebijakan lembaga negara tidak konsisten dan tidak berwibawa, bagaimana masyarakat bisa mempercayai dan melaksanakannya? Kemudian bagaimana dengan lembaga negara lain yang mestinya menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan itu seperti KPK, Kejaksaaan maupun kepolisian? Jika memang tidak ada unsur tindak pidana dalam transaksi janggal Rp300 triliun itu apakah itu kewenangan PPATK atau Kementerian Keuangan? Apakah keduanya memiliki kewenangan untuk menyatakan bahwa transaksi itu bukan tindak pidana? Bukankah itu kewenangan KPK dan penegak hukum?
Kita berharap para pihak terkait bisa bertindak sesuai porsi dan kewenangan masing-masing seperti sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tidak ada lembaga satu merasa lebih memiliki pengaruh terhadap lembaga lainnya.
Jika memang terjadi perselisihan di level pucuk pimpinan lembaga, sebaiknya ditempuh jalur yang lebih elegan sebagai sesama penyelenggara negara. Para pejabat harus memberi contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat bahwa mereka layak dipercaya menjadi pemimpin dan pelayan rakyat.
Masyarakat akan melihat forum konfrontasi para pihak di DPR sebagai ajang pembuktian. Mana yang layak disebut sebagai negarawan mana yang bukan.
DPR pun harus obyektif dan tegas. Menko Polhukkam Mahfud MD, Kepala PPATK Ivan Yustiavananda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Irjen Kemenkeu, pimpinan KPK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai harus dipanggil dan dipertemukan dalam satu forum di DPR.
Menko Polhukam harus secara terbuka menyampaikan keyakinannya atas transaksi Rp300 triliun itu dan disiarkan langsung oleh media massa agar seluruh masyarakat bisa melihat dan mencatat. Mengapa transaksi janggal Rp300 triliun itu bisa berhenti mendadak? (*)
Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang digelorakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD kini berakhir antiklimaks. Bahkan, berhenti mendadak setelah Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan terkait temuan lembaganya yang menghebohkan itu.
Ivan menyampaikan, transaksi Rp300 triliun di kementerian keuangan itu bukan hasil penyalahgunaan wewenang dan bukan hasil korupsi pegawai di kementerian dengan tunjangan kinerja yang paling besar itu.
Dia menyebut, apa yang disampaikan PPATK adalah laporan atas temuan kasus yang disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait peran Kemenkeu sebagai salah satu penyidik tindak pidana asaltindak pidana pencucian uang (TPPU) seperti diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010.
Dalam laporan itu terkait masalah kepabeanan, bea cukai dan perpajakan sehingga nilainya sangat besar. Jadi, menurut Ivan, Rp300 triiliun itu bukan seperti dipersepsikan publik bahwa itu korupsi atau penyalahgunaan yang dilakukan pegawai kementerian keuangan.
Penjelasan Ivan diperkuat oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh yang menegaskan transaksi Rp300 triliun bukan TPPU.
Apa yang disampaikan Kepala PPATK dan Irjen Kemenkeu itu bertolak belakang dengan penjelasan Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD sebelumnya.
Mahfud dengan tegas menyampaikan bahwa ada laporan transaksi mencurigakan dari PPATK yang jumlahnya Rp300 triliun di kementerian keuangan khususnya di direktorat jenderal pajak (DJP) dan direktorat jenderal Bea Cukai. Bahkan Ivan memperinci bahwa transaksi itu terjadi sejak tahun 2009 dengan jumlah 200 informasi hasil analisis (IHA) (Sindonews.com, 10 Maret 2023).
Penjelasan PPATK terakhir Kepala PPATK itu memberi makna bahwa apa yang disampaikan Menko Polhukkam tidak kredibel, sumir dan tidak bisa dipercaya. Hal ini memicu pertanyaan banyak pihak ada kejanggalan-kejanggalan lain di balik penjelasan PPATK pada 14 Maret 2023 itu yang kebetulan bertepatan dengan perjalanan dinas Menko Polhukkam ke luar negeri.
Konfrontasi perihal kebenaran informasi itu mutlak diperlukan. Mahfud dengan tegas siap menyampaikan duduk masalah Rp300 triliun yang diduga kuat transaksi TPPU di lingkungan kementerian keuangan itu di DPR.
Perubahan mendadak penjelasan PPATK memang patut dipertanyakan. Dari tata Kelola penyelenggaraan pemerintahan, begitu keputusan disampaikan ke publik, apalagi sudah disebarluaskan ke publik oleh pejabat yang lebih tinggi, PPATK mestinya konsisten dengan penjelasan sebelumnya.
Jika keputusan dan kebijakan lembaga negara tidak konsisten dan tidak berwibawa, bagaimana masyarakat bisa mempercayai dan melaksanakannya? Kemudian bagaimana dengan lembaga negara lain yang mestinya menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan itu seperti KPK, Kejaksaaan maupun kepolisian? Jika memang tidak ada unsur tindak pidana dalam transaksi janggal Rp300 triliun itu apakah itu kewenangan PPATK atau Kementerian Keuangan? Apakah keduanya memiliki kewenangan untuk menyatakan bahwa transaksi itu bukan tindak pidana? Bukankah itu kewenangan KPK dan penegak hukum?
Kita berharap para pihak terkait bisa bertindak sesuai porsi dan kewenangan masing-masing seperti sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tidak ada lembaga satu merasa lebih memiliki pengaruh terhadap lembaga lainnya.
Jika memang terjadi perselisihan di level pucuk pimpinan lembaga, sebaiknya ditempuh jalur yang lebih elegan sebagai sesama penyelenggara negara. Para pejabat harus memberi contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat bahwa mereka layak dipercaya menjadi pemimpin dan pelayan rakyat.
Masyarakat akan melihat forum konfrontasi para pihak di DPR sebagai ajang pembuktian. Mana yang layak disebut sebagai negarawan mana yang bukan.
DPR pun harus obyektif dan tegas. Menko Polhukkam Mahfud MD, Kepala PPATK Ivan Yustiavananda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Irjen Kemenkeu, pimpinan KPK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai harus dipanggil dan dipertemukan dalam satu forum di DPR.
Menko Polhukam harus secara terbuka menyampaikan keyakinannya atas transaksi Rp300 triliun itu dan disiarkan langsung oleh media massa agar seluruh masyarakat bisa melihat dan mencatat. Mengapa transaksi janggal Rp300 triliun itu bisa berhenti mendadak? (*)
(ynt)