Lestarikan Budaya Lokal dengan Mengenalkan Lagu dan Kesenian Daerah
loading...
A
A
A
KUTAI BARAT - Di tengah terpaan kemajuan zaman, sekolah dinilai punya tanggung jawab untuk membentengi budaya lokal jangan sampai hilang ditelan masa. Hal inilah yang kemudian dilakukan oleh SMPN 1 Barong Tongkok, yang rutin memperkenalkan lagu dan seni daerah.
Sekolah yang merupakan mitra Tanoto Foundation ini menerapkan pendekatan Mikir dalam melestarikan budaya lokal. Mikir tersebut merupakan singkatan dari Mikir, yakni Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi.
Kepala Sekolah SMPN 1 Barong Tongkok, Giarno mengatakan, penerapan Mikir ini meliputi semua hal. Di mana guru-guru yang sudah mengikuti pelatihan dari Tanoto Foundation kemudian mengaplikasikannya kepada para siswa.
"Guru-guru pun terbiasa menggunakan alat bantu sebagai sumber untuk memberikan pengajaran. Disesuaikan dengan kebutuhan mengajar," kata Giarno di SMPN 1 Barong Tongkok, Jalan M Yamin, Simpang Raya, Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, Selasa (14/3/2023).
Karena baginya budaya lokal, terutama lagu daerah dan musik, harus dipraktikan secara langsung agar siswa paham terhadap budayanya.
"Memberdayakan siswa untuk aktif bermain musik, dengan lagu daerah. Mencari informasi, observasi pengamat seni," ucap Alfius Ezra.
Diakuinya dengan praktik secara langsung, para siswa antusias dan siswa mudah menghafal lagu-lagu daerah.
"Siswa sangat antusias dengan kegiatan seperti ini, kearifan lokal. Kebetulan dari sekolah juga bekerja sama dengan dinas pendidikan untuk membuat video lagu. Kearifan lokal ini supaya mereka mengenal budaya mereka dan tidak melupakan budaya mereka," jelasnya.
Alfius menjelaskan, memang budaya barat ini membuat budaya lokal agak tenggelam. "Jadi kami angkat di hari berbudaya, kami angkat budaya per pulau. Dengan kegiatan kecil, mengangkat budaya daerah. Selain itu adanya ekskul tari, setiap ada event provinsi kita ikut," tutupnya.
Ada dua guru penggerak di SMPN 1 Barong Tongkok, yakni Lusia Ping dan Neri Riyani. Diakui keduanya, menjadi guru penggerak memberikan pengetahun lebih terhadap bagaimana cara efektif mengajar siswa.
"Karena kami sadari SDM (sumber daya manusia) kami kurang. Kami juga guru penggerak di Kutai Barat yang dampaknya cukup signifikan," ucap Lusia Ping.
"Apa yang kami dapatkan dari guru penggerak dan dari Tanoto Foundation ini, kita jadi lebih banyak berinovasi. Karena peserta didik masing-masing punya potensi," tutup Neri Riyani.
Untuk diketahui, guru penggerak merupakan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tanoto Foundation kemudian menjadi salah satu organisasi filantropi yang ditunjuk Kemendikbud untuk menjadi salah satu organisasi penggerak, namun menggunakan dana mandiri atau independen.
Pendidikan guru penggerak, juga membekali guru penggerak keterampilan mengambil keputusan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan penting karena sebagai kepala sekolah nantinya akan dihadapkan pada suatu keadaan pengambilan keputusan.
Tanoto Foundation sendiri merupakan organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 atas keyakinan bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh.
Program Tanoto Foundation dirancang berdasarkan filosofi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang. Dengan mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas dari usia dini sampai usia berkarya. Tiga pilar komitmen Tanoto Foundation adalah memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa depan, dan memfasilitasi riset medis.
Sekolah yang merupakan mitra Tanoto Foundation ini menerapkan pendekatan Mikir dalam melestarikan budaya lokal. Mikir tersebut merupakan singkatan dari Mikir, yakni Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi.
Kepala Sekolah SMPN 1 Barong Tongkok, Giarno mengatakan, penerapan Mikir ini meliputi semua hal. Di mana guru-guru yang sudah mengikuti pelatihan dari Tanoto Foundation kemudian mengaplikasikannya kepada para siswa.
"Guru-guru pun terbiasa menggunakan alat bantu sebagai sumber untuk memberikan pengajaran. Disesuaikan dengan kebutuhan mengajar," kata Giarno di SMPN 1 Barong Tongkok, Jalan M Yamin, Simpang Raya, Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, Selasa (14/3/2023).
Tumbuhkan Minat Siswa
Kemudian dalam menumbuhkan minat siswa terhadap budaya lokal, Guru SMPN 1 Barong Tongkok, Alfius Ezra mengungkapkan pengajarannya yang dilakukan secara langsung alias praktik.Karena baginya budaya lokal, terutama lagu daerah dan musik, harus dipraktikan secara langsung agar siswa paham terhadap budayanya.
"Memberdayakan siswa untuk aktif bermain musik, dengan lagu daerah. Mencari informasi, observasi pengamat seni," ucap Alfius Ezra.
Diakuinya dengan praktik secara langsung, para siswa antusias dan siswa mudah menghafal lagu-lagu daerah.
"Siswa sangat antusias dengan kegiatan seperti ini, kearifan lokal. Kebetulan dari sekolah juga bekerja sama dengan dinas pendidikan untuk membuat video lagu. Kearifan lokal ini supaya mereka mengenal budaya mereka dan tidak melupakan budaya mereka," jelasnya.
Alfius menjelaskan, memang budaya barat ini membuat budaya lokal agak tenggelam. "Jadi kami angkat di hari berbudaya, kami angkat budaya per pulau. Dengan kegiatan kecil, mengangkat budaya daerah. Selain itu adanya ekskul tari, setiap ada event provinsi kita ikut," tutupnya.
Ada dua guru penggerak di SMPN 1 Barong Tongkok, yakni Lusia Ping dan Neri Riyani. Diakui keduanya, menjadi guru penggerak memberikan pengetahun lebih terhadap bagaimana cara efektif mengajar siswa.
"Karena kami sadari SDM (sumber daya manusia) kami kurang. Kami juga guru penggerak di Kutai Barat yang dampaknya cukup signifikan," ucap Lusia Ping.
"Apa yang kami dapatkan dari guru penggerak dan dari Tanoto Foundation ini, kita jadi lebih banyak berinovasi. Karena peserta didik masing-masing punya potensi," tutup Neri Riyani.
Untuk diketahui, guru penggerak merupakan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tanoto Foundation kemudian menjadi salah satu organisasi filantropi yang ditunjuk Kemendikbud untuk menjadi salah satu organisasi penggerak, namun menggunakan dana mandiri atau independen.
Pendidikan guru penggerak, juga membekali guru penggerak keterampilan mengambil keputusan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan penting karena sebagai kepala sekolah nantinya akan dihadapkan pada suatu keadaan pengambilan keputusan.
Tanoto Foundation sendiri merupakan organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 atas keyakinan bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh.
Program Tanoto Foundation dirancang berdasarkan filosofi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang. Dengan mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas dari usia dini sampai usia berkarya. Tiga pilar komitmen Tanoto Foundation adalah memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa depan, dan memfasilitasi riset medis.
(maf)