Dugaan TPPU Senilai Rp500 Triliun, Koperasi Harus Kembali ke Khittah

Rabu, 15 Februari 2023 - 21:45 WIB
loading...
Dugaan TPPU Senilai...
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi. FOTO/DOK.DPR
A A A
JAKARTA - Dugaan praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp500 triliun melalui 12 koperasi yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengundang keprihatinan banyak pihak. Pengelola koperasi diminta kembali ke semangat dasar (khittah) pendirian koperasi dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi mengungkapkan, berdasarkan paparan PPATK dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR, saat ini ada 12 koperasi yang menjalankan skema ponzi untuk menarik duit investasi dari nasabah. Perputaran investasi koperasi bodong ini mencapai angka Rp500 triliun. Dana investasi tersebut mengalir dalam berbagai bentuk penggunaan seperti pembelian jet pribadi hingga operasi plastik. Duit investasi tersebut juga menggalir ke berbagai negara suaka pajak (tax heaven) di dunia.

"Kami sepakat jika saat ini Indonesia dikatakan mengalami darurat koperasi karena masifnya penyalahgunaan koperasi sebagai entitas usaha kerakyatan menjadi kedok investasi ilegal yang ujungnya memicu kerugian ribuan nasabah. Koperasi harus kembali ke khittah sebagai soko guru perekonomian Indonesia," kata Fathan Subchi, Rabu (15/2/2023).

Baca juga: Ironis! Rp500 Triliun Uang Koperasi Dibawa ke Luar Negeri Hingga untuk Operasi Plastik

Ia menjelaskan, fakta yang diungkap PPATK tentu menguatkan rumor jika saat ini koperasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan anggota dengan segala keistimewaannya menjadi kedok investasi ilegal. Dengan minimnya pengawasan dari pihak eksternal, maka potensi penyalagunaan uang nasabah akan sangat besar.

"Kasus Koperasi Indosurya yang diduga menyalahgunakan uang nasabah hingga Rp106 triliun menjadi contoh bagaimana koperasi saat ini hanya menjadi kedok investasi ilegal. Korbannya juga tidak tanggung-tanggung ada 23.000 nasabah yang kehilangan dana," katanya.

Situasi ini, lanjut Fathan, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada langkah terobosan untuk memastikan jenis kelamin dari koperasi sebagai entitas bisnis. Apakah mereka hanya melayani anggota saja atau juga melebarkan sayap pelayanan kepada nonanggota.

"Jika memang Koperasi Simpan Pinjam (KSP) telah melayani nonanggota, maka sesuai dengan UU P2SK mereka harus beralih menjadi koperasi di sektor jasa keuangan, sehingga memungkinkan adanya pengawasan dari pihak eksternal dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Sekretaris Fraksi PKB DPR ini.

Dalam UU P2SK, kata Fathan, ketentuan invetarisasi jenis koperasi ini akan berlangsung selama dua tahun sejak beleid itu diundangkan. Artinya saat ini masih dalam status quo, koperasi simpan pinjam yang melayani nonanggota tetap bisa beroperasi tanpa pengawasan dari pihak eksternal, sehingga memungkinkan penyalahgunaan dana nasabah.

"Di sinilah dibutuhkan langkah terobosan untuk memastikan keamanan dana nasabah koperasi simpan pinjam. Di sisi lain langkah terobosan tersebut bisa dijadikan sebagai early warning bagi pengelola KSP agar tidak main-main dalam mengelola duit nasabah," katanya.

Adanya dugaan praktik TPPU melalui 12 koperasi ini diungkapkan Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam RDP Bersama Komisi III DPR RI, Selasa (14/2/2023). Menurutnya, dari Rp500 triliun yang disinyalir terkait TPPU melalui koperasi, hampir Rp240 triliun di antaranya berasal dari transaksi yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

"Kita melakukan kajian terkait 12 koperasi, nah 12 koperasi itu nilai transaksinya yang kita lihat adalah lebih dari Rp500 triliun, jadi artinya kita melihat bahwa potensi dana yang dihimpun oleh koperasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang itu," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1586 seconds (0.1#10.140)