Pakar Hukum: KUHP Baru Tak Bisa Diterapkan kepada Ferdy Sambo

Selasa, 14 Februari 2023 - 22:09 WIB
loading...
Pakar Hukum: KUHP Baru...
Anggota Tim Ahli Hukum Perundangan-undangan Wantimpes Henry Indraguna menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo tidak bisa dikaitkan dengan UU KUHP terbaru. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pascaputusan pidana mati terhadap Ferdy Sambo , muncul banyak asumsi yang menyatakan hukuman mantan Kadiv Propam Polri tersebut bisa berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Hal itu apabila Ferdy Sambo sudah menjalani penjara selama 10 tahun bila mengacu pada Pasal 100 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP terbaru.

Anggota Tim Ahli Hukum Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) Henry Indraguna menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo tidak bisa dikaitkan dengan UU KUHP terbaru yang membuka peluang terpidana mati menjadi penjara seumur hidup. Sebab KUHP terbaru itu baru berlaku pada 2026.

"Berdasarkan ketentuan Pasal 100 KUHP terbaru, jika dicermati maka suatu pidana mati baru dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup apabila di dalam putusan Majelis Hakim tersebut menyatakan adanya pidana mati diikuti dengan masa percobaan yang harus dicantumkan dalam putusan pengadilan tersebut (Vide: Pasal 100 Ayat (2) KUHP)," ujar Henry, Selasa (14/2/2023).



Henry menjelaskan, terkait kontroversi Pasal 100 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang berbunyi sebagai berikut “Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung".

Apabila dikaitkan dengan putusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana mati terhadap Ferdy Sambo, Henry berpendapat terdapat beberapa hal yang dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup sebagaimana tercantum pada Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.



Pertama, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, atau peran terdakwa dalam tindak pidana.

Kedua, pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. Ketiga, tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai satu hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Keempat, jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

Kelima, pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan. Keenam, jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Namun, kata Henry, dalam pembacaan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Ferdy Sambo, tidak menyebutkan adanya pidana mati diikuti dengan masa percobaan.

"Oleh karena putusan pidana mati yang dijatuhkan terhadap terdakwa Ferdy Sambo tidak diikuti dengan masa percobaan, maka secara hukum tentunya ketentuan Pasal 100 dimaksud tidak dapat diterapkan terhadap diri terdakwa Ferdy Sambo, kecuali terdapat adanya putusan PT atau MA yang berkata lain," tandasnya.

Terkait vonis pidana mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri atas pembunuhan berencana terhadap Yosua N Hutabarat, Henry menilai sudah mencerminkan rasa keadilan. "Lagipula secara hukum hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan sesuai dengan batasan minimum dan maksimum hukuman atas perkara yang diperiksa. Putusan hakim kasus pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik," tegas Henry.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana penjara seumur hidup terhadap terdakwa Ferdy Sambo, namun dalam putusan Majelis Hakim menjatuhkan putusan pidana mati. Demikian juga terhadap terdakwa Putri Candrawati, JPU menuntut pidana penjara 8 tahun, namun dalam putusan majelis hakim menjatuhkan putusan pidana penjara 20 tahun. Menurut Henry, hal tersebut secara hukum dibenarkan. Sebab putusan hakim tersebut telah mengacu pada surat dakwaan JPU dan hakim tidak terikat pada tuntutan JPU.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1209 seconds (0.1#10.140)