DPR Akan Pelajari Kajian Muhammadiyah tentang RUU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengapresiasi langkah PP Muhammadiyah yang telah melakukan kajian terkait Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) . DPR pun akan melihat dan mempelajari masukan dan hasil kajian PP Muhammadiyah sehingga jika pembahasan RUU ini dilanjutkan, DPR akan melakukan dialog supaya semua bisa berjalan dengan baik.
"Masukan ini akan kami pelajari secara teliti dan kami sudah minta juga ketua Baleg untuk mendampingi dan selanjutnya masukan dari PP Muhammadiyah ini kami anggap DIM yang kami kumpulkan atau kami terima dari komponen masyarakat, yang memang dalam setiap pembahasan RUU untuk menjadi undang-undang maupun revisi undang-undang, selalu kami kedepankan menerima masukan dari masyarakat," kata Dasco saat menerima kunjungan Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Manager Nasution untuk menyampaikan masukan dan kajian akademik tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Dasco mengatakan bahwa sudah ada beberapa organisasi kemasyarakatan yang melakukan dialog dengan DPR. ( ).
Hasil kajian PP Muhammadiyah menyebutkan bahwa filosofi dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sangat rapuh dan bertentangan dengan moralitas konstitusi 1945. Selain itu, juga bertubrukan dengan ideologi negara Pancasila. "Semua ditabrak. Dengan kata lain, itu mengandung pemikiran-pemikiran atau konsep, itu mencerminkan constitutional obedience, pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Kesimpulan tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan PP Muhammadiyah dengan melibatkan berbagai pakar dari internal maupun luar Muhammadiyah. Karena itu, PP Muhammadiyah menyampaikan hasil kajian yang dilakukan sebagai sikap resmi terhadap pembahasan RUU Ciptaker. Selain ke DPR, surat tersebut juga telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Kami temui sekarang Fraksi Gerindra yang bisa kami temui. Dan kami serahkan tadi (kepada Sufmi Dasco) sebagai Wakil Ketua DPR, lengkap dengan hasil kajian. Mengapa? Karena itu tanggung jawab Muhammadiyah, komitmen keagamaan yang integratif dengan komitmen kebangsaan."
"Masukan ini akan kami pelajari secara teliti dan kami sudah minta juga ketua Baleg untuk mendampingi dan selanjutnya masukan dari PP Muhammadiyah ini kami anggap DIM yang kami kumpulkan atau kami terima dari komponen masyarakat, yang memang dalam setiap pembahasan RUU untuk menjadi undang-undang maupun revisi undang-undang, selalu kami kedepankan menerima masukan dari masyarakat," kata Dasco saat menerima kunjungan Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Manager Nasution untuk menyampaikan masukan dan kajian akademik tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Dasco mengatakan bahwa sudah ada beberapa organisasi kemasyarakatan yang melakukan dialog dengan DPR. ( ).
Hasil kajian PP Muhammadiyah menyebutkan bahwa filosofi dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sangat rapuh dan bertentangan dengan moralitas konstitusi 1945. Selain itu, juga bertubrukan dengan ideologi negara Pancasila. "Semua ditabrak. Dengan kata lain, itu mengandung pemikiran-pemikiran atau konsep, itu mencerminkan constitutional obedience, pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas.
Kesimpulan tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan PP Muhammadiyah dengan melibatkan berbagai pakar dari internal maupun luar Muhammadiyah. Karena itu, PP Muhammadiyah menyampaikan hasil kajian yang dilakukan sebagai sikap resmi terhadap pembahasan RUU Ciptaker. Selain ke DPR, surat tersebut juga telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Kami temui sekarang Fraksi Gerindra yang bisa kami temui. Dan kami serahkan tadi (kepada Sufmi Dasco) sebagai Wakil Ketua DPR, lengkap dengan hasil kajian. Mengapa? Karena itu tanggung jawab Muhammadiyah, komitmen keagamaan yang integratif dengan komitmen kebangsaan."
(zik)