Maraknya KKN dalam Penyelenggaraan Negara
loading...
A
A
A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
MENJELANG akhir tahun lalu masyarakat dibuat tercengang dengan munculnya perkara pembunuhan polisi oleh polisi, lalu seorang jenderal polisi terlibat perdagangan ilegal narkotika, serta perkara pidana tindak pidana korupsi (tipikor) PT Asuransi Jiwa Raya dan PT Asabri.
Pada kasus tipikor di perusahaan asuransi, akibat samping negatifnya adalah nasabah kedua perusahaan terlantar sehingga premi dan modal awalnya ludes tidak berbekas.. Peristiwa pidana tipikor besar (mega-skandal korupsi) pada 2022 tersebut mencerminkan perkembangan korupsi yang bukan semakin berkurang bahkan bertambah, baik aspek kuantitas maupun kualitasnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Ini sekaligus mecerminakn kemajuan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air yang berbanding terbalik dengan peristiwa korupsi itu sendiri; yaitu sarana dan prasana pemberantasan korupsi belum menunjukkan kemajuan berarti sedangkan perkembangan korupsi lebih cepat dari yang diduga kebanyakan anggota masyarakat dan aparatur penegak hukum.
Satu di antara hambatan dari aspek substansi hukum ialah ketentuan normatif mengenai pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah ditegakkan tidak seimbang; peristiwa tipikor lebih banyak pada tindak pidana korupsi saja dan semakin meningkat secara kuantitatif.
Namun, sering dalam beberapa perkara tertentu, tindak pidana kolusi dan nepotisme diabaikan, sedangkan ancaman pidana untuk kedua tindak pidana korupsi terakhir ini sama dengan ancaman pidana dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pengertian kolusi dalam UU aquo adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Ancaman sanksi atas pelanggaran Pasal 21 (kolusi) diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Sedangkan ancaman pidana atas pelanggaran ketentuan tentang nepotisme, yakni dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratu juta rupiah).
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
MENJELANG akhir tahun lalu masyarakat dibuat tercengang dengan munculnya perkara pembunuhan polisi oleh polisi, lalu seorang jenderal polisi terlibat perdagangan ilegal narkotika, serta perkara pidana tindak pidana korupsi (tipikor) PT Asuransi Jiwa Raya dan PT Asabri.
Pada kasus tipikor di perusahaan asuransi, akibat samping negatifnya adalah nasabah kedua perusahaan terlantar sehingga premi dan modal awalnya ludes tidak berbekas.. Peristiwa pidana tipikor besar (mega-skandal korupsi) pada 2022 tersebut mencerminkan perkembangan korupsi yang bukan semakin berkurang bahkan bertambah, baik aspek kuantitas maupun kualitasnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Ini sekaligus mecerminakn kemajuan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air yang berbanding terbalik dengan peristiwa korupsi itu sendiri; yaitu sarana dan prasana pemberantasan korupsi belum menunjukkan kemajuan berarti sedangkan perkembangan korupsi lebih cepat dari yang diduga kebanyakan anggota masyarakat dan aparatur penegak hukum.
Satu di antara hambatan dari aspek substansi hukum ialah ketentuan normatif mengenai pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah ditegakkan tidak seimbang; peristiwa tipikor lebih banyak pada tindak pidana korupsi saja dan semakin meningkat secara kuantitatif.
Namun, sering dalam beberapa perkara tertentu, tindak pidana kolusi dan nepotisme diabaikan, sedangkan ancaman pidana untuk kedua tindak pidana korupsi terakhir ini sama dengan ancaman pidana dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pengertian kolusi dalam UU aquo adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Ancaman sanksi atas pelanggaran Pasal 21 (kolusi) diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Sedangkan ancaman pidana atas pelanggaran ketentuan tentang nepotisme, yakni dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratu juta rupiah).