Ini Daftar Masalah Bila Kemhan Urus Lumbung Pangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelibatan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dalam urusan lumbung pangan nasional dianggap membuka ruang atau saluran mobilisasi TNI. Hal itu bisa menjadi persoalan terutama jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menjelaskan, Pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa arah kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Kemenhan.
Bila TNI akan serta merta dimobilisasi dalam program lumbung pangan nasional tersebut, dia mempertanyakan pada bagian mana TNI akan berperan. Sebab, dalam Pasal 7 ayat (2) UU 34/2004 disebutkan tentang tugas pokok TNI yang dibagi atas dua, yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
“Dalam penjabaran operasi militer selain perang tidak disebutkan adanya peran TNI dalam urusan pangan. Jika benar TNI akan terlibat, apakah hal ini tidak melangkahi tugas pokok TNI yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut? Kemudian, yang menjadi pertanyaan penting yang harus dijawab adalah apakah ini akan membawa kembali militer dalam urusan sipil,” ujar Arfianto dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (14/7/2020).
(Baca: Jokowi Beberkan Alasan Tunjuk Prabowo Urus Lumbung Pangan)
Jika ini terjadi, lanjut dia, maka jelas hal tersebut akan mengingkari tujuan reformasi untuk menjadikan TNI menjadi tentara yang profesional sesuai jati diri TNI. Ketentuan itu sebagaimana termaktub pada Pasal 2 huruf d, yakni tentara profesional yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Ia juga merujuk pada pernyataan Samuel Huntington dalam buku The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-military Relations (1957). Tentara profesional memiliki tiga ciri pokok. Pertama, mensyaratkan suatu keahlian sehingga profesi militer menjadi kian spesifik serta memerlukan pengetahuan dan keterampilan.
Ciri kedua, seorang militer memiliki tanggung jawab sosial yang khusus, artinya seorang perwira militer di samping memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dan terpisah dari insentif ekonomi, juga mempunyai tugas pokok kepada negara. Ketiga, tentara profesional pada akhirnya melahirkan the military mind yang intinya adalah pengakuan militer profesional terhadap supremasi pemerintahan sipil.
Karena itu, Arfianto menekankan agar program lumbung pangan nasional jangan sampai disekuritisasi dan diartikan sebagai pintu masuk kembali militer ke gelanggang supremasi sipil. Selain itu, menurut dia, akan lebih tepat jika urusan pangan diserahkan ke kementerian pertanian atau terkait lainnya.
(Baca: Jokowi Tunjuk Prabowo Garap Lumbung Pangan, Gerindra Bantah Ada Deal Politik)
“Sekali lagi, posisi dan fungsi Kemenhan, termasuk TNI juga perlu diperjelas sejak awal. Pasalnya jika benar militer akan kembali ke gelanggang ranah dan supremasi sipil, hal ini akan menjadi sebuah kemunduran,” tukasnya.
Sebagai informasi, pada Kamis 9 Juli 2020, Presiden Jokowi bertolak ke Kalimantan Tengah untuk meninjau lokasi proyek lumbung pangan nasional. Ia didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan beberapa menteri-menteri terkait lainnya.
Dalam kunjungan itu, Kementerian Pertahanan dilibatkan dalam proyek garap lumbung pangan. Jokowi beralasan karena lumbung pangan merupakan program strategis yang menyangkut cadangan pangan nasional. Selanjutnya dalam program ini, Kemenhan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menjalankan tugasnya.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menjelaskan, Pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa arah kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Kemenhan.
Bila TNI akan serta merta dimobilisasi dalam program lumbung pangan nasional tersebut, dia mempertanyakan pada bagian mana TNI akan berperan. Sebab, dalam Pasal 7 ayat (2) UU 34/2004 disebutkan tentang tugas pokok TNI yang dibagi atas dua, yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
“Dalam penjabaran operasi militer selain perang tidak disebutkan adanya peran TNI dalam urusan pangan. Jika benar TNI akan terlibat, apakah hal ini tidak melangkahi tugas pokok TNI yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut? Kemudian, yang menjadi pertanyaan penting yang harus dijawab adalah apakah ini akan membawa kembali militer dalam urusan sipil,” ujar Arfianto dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (14/7/2020).
(Baca: Jokowi Beberkan Alasan Tunjuk Prabowo Urus Lumbung Pangan)
Jika ini terjadi, lanjut dia, maka jelas hal tersebut akan mengingkari tujuan reformasi untuk menjadikan TNI menjadi tentara yang profesional sesuai jati diri TNI. Ketentuan itu sebagaimana termaktub pada Pasal 2 huruf d, yakni tentara profesional yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Ia juga merujuk pada pernyataan Samuel Huntington dalam buku The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-military Relations (1957). Tentara profesional memiliki tiga ciri pokok. Pertama, mensyaratkan suatu keahlian sehingga profesi militer menjadi kian spesifik serta memerlukan pengetahuan dan keterampilan.
Ciri kedua, seorang militer memiliki tanggung jawab sosial yang khusus, artinya seorang perwira militer di samping memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dan terpisah dari insentif ekonomi, juga mempunyai tugas pokok kepada negara. Ketiga, tentara profesional pada akhirnya melahirkan the military mind yang intinya adalah pengakuan militer profesional terhadap supremasi pemerintahan sipil.
Karena itu, Arfianto menekankan agar program lumbung pangan nasional jangan sampai disekuritisasi dan diartikan sebagai pintu masuk kembali militer ke gelanggang supremasi sipil. Selain itu, menurut dia, akan lebih tepat jika urusan pangan diserahkan ke kementerian pertanian atau terkait lainnya.
(Baca: Jokowi Tunjuk Prabowo Garap Lumbung Pangan, Gerindra Bantah Ada Deal Politik)
“Sekali lagi, posisi dan fungsi Kemenhan, termasuk TNI juga perlu diperjelas sejak awal. Pasalnya jika benar militer akan kembali ke gelanggang ranah dan supremasi sipil, hal ini akan menjadi sebuah kemunduran,” tukasnya.
Sebagai informasi, pada Kamis 9 Juli 2020, Presiden Jokowi bertolak ke Kalimantan Tengah untuk meninjau lokasi proyek lumbung pangan nasional. Ia didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan beberapa menteri-menteri terkait lainnya.
Dalam kunjungan itu, Kementerian Pertahanan dilibatkan dalam proyek garap lumbung pangan. Jokowi beralasan karena lumbung pangan merupakan program strategis yang menyangkut cadangan pangan nasional. Selanjutnya dalam program ini, Kemenhan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menjalankan tugasnya.
(muh)