Urgensi RUU Pengawasan Obat dan Makanan serta Kemandirian BPOM
loading...
A
A
A
Kelembagaan MFDS diatur dalam National Government Organization Act serta diperkuat dengan undang-undang yang mengatur kewenangan untuk mengawasi mutu dan keamanan pangan, urusan kefarmasian, produk kosmetik, hingga alat medis.
MFDS awalnya bertanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan tapi dengan adanya restrukturisasi, MFDS menjadi lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri.
MFDS membagi peranan fungsi antara pusat dengan regional. Kantor pusat di Seoul berfungsi sebagai pembuat kebijakan dan pengembangan, sedangkan enam kantor regional di Seoul, Incheon, Busan, Daegu, Daejeon, Kwangju berfungsi dalam penegakan hukum, pengawasan dan surveilans, termasuk melakukan inspeksi ke perusahaan.
Otoritas regulasi dan pengawas di sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, Korea, Malaysia, terbagi atas dua entitas yang berbeda agar muncul kejelasan dari penanggung jawab pemberi pelayanan dan produk yang sampai di masyarakat.
"Perbandingan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperkuat kemandirian BPOM di Indonesia yang memiliki undang-undang sendiri, sama halnya dengan MFDS yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menterinya (kepala pemerintahan)."
Keri menyebut kemandirian BPOM justru menghadirkan tugas berat. Di satu sisi harus beradaptasi pada standar internasional tapi di sisi lain dihadapkan pada tuntutan pelayanan dalam negeri yang sesekali memerlukan diskresi terhadap kondisi tertentu.
"Contohnya, fleksibilitas pada perizinan obat herbal yang telah memenuhi bukti empiris karena sudah digunakan dalam jangka waktu yang lama di masyarakat sehingga tak perlu lagi uji toksisitas subkronik yang berbiaya besar serta waktu proses yang panjang," tuturnya.
Menurutnya, stigma tentang rumitnya sistem birokrasi yang ditempuh saat berhubungan dengan BPOM perlu diperbaiki melalui komunikasi publik yang lebih baik, seperti edukasi tentang pemenuhan prosedur persyaratan yang sesuai sehingga lebih mempermudah serta mempercepat terbitnya izin.
Dukungan independensi diyakini semakin menguat manakala BPOM mampu menghadirkan performa layanan yang cepat bagi pemohon izin edar, juga jaminan keamanan produk bagi masyarakat umum. Sehingga kemandiriannya mendatangkan kemanfaatan besar bagi masyarakat terkait pengembangan obat dan makanan.
Guna mewujudkan kemandirian tersebut, BPOM juga perlu memastikan hadirnya ekosistem pendukung yang sesuai harapan stakeholder. "Mungkin, kalau sekarang BPOM belum sesuai dengan harapan stakeholder, karena kemandiriannya belum full karena harus juga berkoordinasi dengan lembaga lain," katanya.
MFDS awalnya bertanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan tapi dengan adanya restrukturisasi, MFDS menjadi lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri.
MFDS membagi peranan fungsi antara pusat dengan regional. Kantor pusat di Seoul berfungsi sebagai pembuat kebijakan dan pengembangan, sedangkan enam kantor regional di Seoul, Incheon, Busan, Daegu, Daejeon, Kwangju berfungsi dalam penegakan hukum, pengawasan dan surveilans, termasuk melakukan inspeksi ke perusahaan.
Otoritas regulasi dan pengawas di sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, Korea, Malaysia, terbagi atas dua entitas yang berbeda agar muncul kejelasan dari penanggung jawab pemberi pelayanan dan produk yang sampai di masyarakat.
"Perbandingan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperkuat kemandirian BPOM di Indonesia yang memiliki undang-undang sendiri, sama halnya dengan MFDS yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menterinya (kepala pemerintahan)."
Keri menyebut kemandirian BPOM justru menghadirkan tugas berat. Di satu sisi harus beradaptasi pada standar internasional tapi di sisi lain dihadapkan pada tuntutan pelayanan dalam negeri yang sesekali memerlukan diskresi terhadap kondisi tertentu.
"Contohnya, fleksibilitas pada perizinan obat herbal yang telah memenuhi bukti empiris karena sudah digunakan dalam jangka waktu yang lama di masyarakat sehingga tak perlu lagi uji toksisitas subkronik yang berbiaya besar serta waktu proses yang panjang," tuturnya.
Menurutnya, stigma tentang rumitnya sistem birokrasi yang ditempuh saat berhubungan dengan BPOM perlu diperbaiki melalui komunikasi publik yang lebih baik, seperti edukasi tentang pemenuhan prosedur persyaratan yang sesuai sehingga lebih mempermudah serta mempercepat terbitnya izin.
Dukungan independensi diyakini semakin menguat manakala BPOM mampu menghadirkan performa layanan yang cepat bagi pemohon izin edar, juga jaminan keamanan produk bagi masyarakat umum. Sehingga kemandiriannya mendatangkan kemanfaatan besar bagi masyarakat terkait pengembangan obat dan makanan.
Guna mewujudkan kemandirian tersebut, BPOM juga perlu memastikan hadirnya ekosistem pendukung yang sesuai harapan stakeholder. "Mungkin, kalau sekarang BPOM belum sesuai dengan harapan stakeholder, karena kemandiriannya belum full karena harus juga berkoordinasi dengan lembaga lain," katanya.