Usulkan Pemilu 2024 Sistem Proporsional Tertutup, Muhammadiyah: Hindari Politik Uang
Senin, 02 Januari 2023 - 13:04 WIB
JAKARTA - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah , Abdul Mu’ti mengusulkan, agar Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sistem ini membuat pemilih hanya dapat memilih partai politik (parpol) secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.
"Misalnya, partai politik dapat satu kursi. Maka yang jadi otomatis (kandidat) nomor 1. Sehingga, mereka (kandidat lain) yang di (nomor urut) bawahnya tidak akan memaksa diri untuk jadi (anggota legislatif)," kata Abdul dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah , Senin (2/1/2023).
Selain itu, pemerintah juga lanjutnya dapat menerapkan sistem proporsional terbuka-terbatas. Sistem ini, kata dia menetapkan kandidat terpilih mengikuti perolehan suara.
Baca juga: Pemilu 2024 dan Potensi Konflik
Sebagai contoh, dari sejumlah kandidat dalam satu parpol, calon terpilih adalah yang suaranya memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP)
Dia berharap dua opsi sistem Pemilu alternatif yang ditawarkan oleh Muhammadiyah tersebut dapat menggantikan sistem Pemilu proporsional terbuka yang kini diterapkan Indonesia.
Menurutnya sistem tersebut perlu dievaluasi karena menimbulkan praktik politik uang, hingga persaingan tidak sehat antara para calon anggota legislatif. Akibatnya, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal dan buruk.
"Cenderung masyarakat itu memilih figur yang populer dan bermodal, sehingga kekuatan uang memang terasa begitu dominan," ujarnya.
Abdul Mu’ti juga berpandangan sistem proporsional terbuka menjadikan peran parpol melemah karena tidak bisa menominasikan kadernya untuk menjadi anggota legislatif.
"Selain itu, polarisasi politik yang sangat serius. Persaingan menimbulkan politik identitas, yang kadang-kadang dilandasi sentimen-sentimen primordial, baik primordialisme keagamaan, kesukuan, atau kedaerahan," tuturnya.
Dengan demikian, usulan terkait sistem proporsional tertutup ini dapat solusi menggantikan sistem yang dia istilahkan sebagai 'kanibalisme' politik. Usulan tersebut juga telah disampaikan Muhammadiyah sejak Tanwir Muhammadiyah di Samarinda tahun 2014.
"Misalnya, partai politik dapat satu kursi. Maka yang jadi otomatis (kandidat) nomor 1. Sehingga, mereka (kandidat lain) yang di (nomor urut) bawahnya tidak akan memaksa diri untuk jadi (anggota legislatif)," kata Abdul dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah , Senin (2/1/2023).
Selain itu, pemerintah juga lanjutnya dapat menerapkan sistem proporsional terbuka-terbatas. Sistem ini, kata dia menetapkan kandidat terpilih mengikuti perolehan suara.
Baca juga: Pemilu 2024 dan Potensi Konflik
Sebagai contoh, dari sejumlah kandidat dalam satu parpol, calon terpilih adalah yang suaranya memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP)
Dia berharap dua opsi sistem Pemilu alternatif yang ditawarkan oleh Muhammadiyah tersebut dapat menggantikan sistem Pemilu proporsional terbuka yang kini diterapkan Indonesia.
Menurutnya sistem tersebut perlu dievaluasi karena menimbulkan praktik politik uang, hingga persaingan tidak sehat antara para calon anggota legislatif. Akibatnya, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal dan buruk.
"Cenderung masyarakat itu memilih figur yang populer dan bermodal, sehingga kekuatan uang memang terasa begitu dominan," ujarnya.
Abdul Mu’ti juga berpandangan sistem proporsional terbuka menjadikan peran parpol melemah karena tidak bisa menominasikan kadernya untuk menjadi anggota legislatif.
"Selain itu, polarisasi politik yang sangat serius. Persaingan menimbulkan politik identitas, yang kadang-kadang dilandasi sentimen-sentimen primordial, baik primordialisme keagamaan, kesukuan, atau kedaerahan," tuturnya.
Dengan demikian, usulan terkait sistem proporsional tertutup ini dapat solusi menggantikan sistem yang dia istilahkan sebagai 'kanibalisme' politik. Usulan tersebut juga telah disampaikan Muhammadiyah sejak Tanwir Muhammadiyah di Samarinda tahun 2014.
(maf)
tulis komentar anda