Usulkan Fraksi Threshold, Perindo Ingin Suara Rakyat Dihargai
Sabtu, 11 Juli 2020 - 14:27 WIB
JAKARTA - Sekjen DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq menyatakan, berkaca pada Pemilu 2019 lalu, partai-partai yang tidak lolos ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) jika digabungkan suaranya akan melampaui partai yang lolos ke parlemen dengan status empat besar.
Hal itu dikatakan Rofiq, menanggapi uji materiil PT 4 persen yang dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke Mahkamah Kontitusi (MK). Dalam argumen hukumnya, Perludem menganggap penerapan PT 4 % tak memenuhi sistem proporsionalitas pemilu.
"Artinya ada 13 juta suara yang hilang. Padahal demokrasi kita itu kan sangat menghargai suara, satu suara sangat berarti. Karenanya demokrasi kita itu terkait dengan kuantitas, bukan perwakilan," kata Rofiq saat ditemui SINDOnews, Sabtu (11/7/2020).
Rofiq menegaskan, dalam konteks penerapan PT di Pemilu 2019 banyak suara rakyat yang dirugikan. Akibatnya penerapan PT tersebut sangat melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Dengan kata lain, Rofiq menganggap, penerapan PT itu telah mengingkari suara rakyat. ( ).
"Nah yang paling relevan dan Partai Perindo dari awal telah mengusulkan agar bukan parliamentary threshold tapi fraksi threshold. Fraksi threshold itu mengakomodir terkait dengan persentase, berapa persentase yang diperlukan untuk masuk ke parlemen," ujarnya.
Rofiq menjelaskan, nantinya bagi partai yang katakanlah sudah memenuhi syarat 7 persen bisa langsung membentuk fraksi sendiri. Sedangkan, untuk partai-partai yang tidak memenuhi syarat tersebut, bisa bergabung untuk membentuk satu fraksi di parlemen.
"Taruhlah kemarin Partai Perindo kan partai yang tertinggi (perolehan suara nasional) dari partai yang tidak lolos PT itu dapat berapa kursi. Partai Berkarya berapa kursi, PSI berapa kursi mereka bergabung dalam satu fraksi, entah apa pun namanya (fraksi di parlemen nanti) maka itu akan memenuhi sebesar 7 persen, karena itu (perolehan suara) ditentukan," jelasnya.
Menurut Rofiq, usulan itu dianggap jauh lebih demokratis dan menghargai suara rakyat dan tidak ada suara rakyat yang dihilangkan. Maka, penting bagi DPR harus membuka mata dan membuka telinga untuk melihat secara realistis bahwa tatanan dalam konteks UU Pemilu yang ada itu sangat bertentangan dengan demokrasi.
"Jadi parliamentary threshold tidak sangat relevan, yang paling penting UU (Pemilu) itu harus berpikir bagaimana mengakomodir suara rakyat tidak hilang dengan komposisi fraksi threshold," pungkas dia.
Hal itu dikatakan Rofiq, menanggapi uji materiil PT 4 persen yang dilakukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke Mahkamah Kontitusi (MK). Dalam argumen hukumnya, Perludem menganggap penerapan PT 4 % tak memenuhi sistem proporsionalitas pemilu.
"Artinya ada 13 juta suara yang hilang. Padahal demokrasi kita itu kan sangat menghargai suara, satu suara sangat berarti. Karenanya demokrasi kita itu terkait dengan kuantitas, bukan perwakilan," kata Rofiq saat ditemui SINDOnews, Sabtu (11/7/2020).
Rofiq menegaskan, dalam konteks penerapan PT di Pemilu 2019 banyak suara rakyat yang dirugikan. Akibatnya penerapan PT tersebut sangat melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Dengan kata lain, Rofiq menganggap, penerapan PT itu telah mengingkari suara rakyat. ( ).
"Nah yang paling relevan dan Partai Perindo dari awal telah mengusulkan agar bukan parliamentary threshold tapi fraksi threshold. Fraksi threshold itu mengakomodir terkait dengan persentase, berapa persentase yang diperlukan untuk masuk ke parlemen," ujarnya.
Rofiq menjelaskan, nantinya bagi partai yang katakanlah sudah memenuhi syarat 7 persen bisa langsung membentuk fraksi sendiri. Sedangkan, untuk partai-partai yang tidak memenuhi syarat tersebut, bisa bergabung untuk membentuk satu fraksi di parlemen.
"Taruhlah kemarin Partai Perindo kan partai yang tertinggi (perolehan suara nasional) dari partai yang tidak lolos PT itu dapat berapa kursi. Partai Berkarya berapa kursi, PSI berapa kursi mereka bergabung dalam satu fraksi, entah apa pun namanya (fraksi di parlemen nanti) maka itu akan memenuhi sebesar 7 persen, karena itu (perolehan suara) ditentukan," jelasnya.
Menurut Rofiq, usulan itu dianggap jauh lebih demokratis dan menghargai suara rakyat dan tidak ada suara rakyat yang dihilangkan. Maka, penting bagi DPR harus membuka mata dan membuka telinga untuk melihat secara realistis bahwa tatanan dalam konteks UU Pemilu yang ada itu sangat bertentangan dengan demokrasi.
"Jadi parliamentary threshold tidak sangat relevan, yang paling penting UU (Pemilu) itu harus berpikir bagaimana mengakomodir suara rakyat tidak hilang dengan komposisi fraksi threshold," pungkas dia.
(zik)
tulis komentar anda