Kriminolog Sebut Perencanaan Pembunuhan Brigadir J Terjadi di Saguling
Senin, 19 Desember 2022 - 13:57 WIB
JAKARTA - Kriminolog Prof Muhammad Mustofa menyatakan perintah Ferdy Sambo di rumah Saguling untuk menembak Brigadir J masuk dalam kategori perencanaan. Hal itu disampaikan dalam sidang pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dkk.
Dalam sidang, awalnya jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan pendapat Mustofa tentang tindakan Ferdy Sambo setelah mendengar istrinya diperkosa. Ferdy Sambo mengaku masih sempat bermain badminton dan menunda klarifikasi dengan si pemerkosa.
"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika. Jadi tak ada jeda waktu lagi menyaksikan istrinya diperkosa, dia lakukan tindakan tembakan terhadap pelaku. Jadi tak ada jeda waktu tuk berfikir tindakana lain," ujar Mustofa di persidangan, Senin (19/12/2022).
"Artinya Saudara menilai itu pasti berencana?" tanya Jaksa. "Pasti berencana," kata Mustofa.
JPU kembali memastikan hal itu dengan menceritakan kronologis peristiwa di Saguling. Ketika itu, Putri Candrawathi memberitahu Ferdy Sambo tentang apa yang dialaminya. Ferdy Sambo lalu memanggil Ricky Rizal dan memerintahkannya menembak Brigadir J meski akhirnya Ricky menolak.
Ferdy Sambo lantas meminta Bharada E atau Richard Eliezer untuk menjelaskan peristiwa di Magelang hingga akhirnya Ferdy Sambo memintanya menembak Brigadir J yang akhirnya disanggupi. Lokasi penembakan ditentukn di rumah Duren Tiga. Putri lalu mengajak Bharada E, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Brigadir J selaku korban ke rumah Duren Tiga.
"Bisa Saudara Ahli jelaskan, apakah perlakuan dari para terdawak itu merupakan perencanaan atau bagaimana?" tanya JPU.
Mustofa berpendapat, berdasarkan cerita dan kronologis yang diberikan penyidik, dia melihat di rumah Saguling ktu terjadi perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J. Alasan Bharada E bersedia melakukan perintah Ferdy Sambo karena dalam hubungan kerja itu dia berada di level paling bawah, sedangkan yang memerintahkan sangat jauh di atasnya.
"Kemudian, barangkali di antara ajudan maupun pembantu rumah tangga di sana, dia (Bharada E) juga paling junior. Karena itu kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil. Apalagi, dia masih baru menjadi anggota polisi, takut kehilangan pekerjaan dan seterusnya, itu yang berpengaruh," tutur Mustofa.
"Dan memang ada perencanaan," katanya lagi.
Dalam sidang, awalnya jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan pendapat Mustofa tentang tindakan Ferdy Sambo setelah mendengar istrinya diperkosa. Ferdy Sambo mengaku masih sempat bermain badminton dan menunda klarifikasi dengan si pemerkosa.
"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika. Jadi tak ada jeda waktu lagi menyaksikan istrinya diperkosa, dia lakukan tindakan tembakan terhadap pelaku. Jadi tak ada jeda waktu tuk berfikir tindakana lain," ujar Mustofa di persidangan, Senin (19/12/2022).
"Artinya Saudara menilai itu pasti berencana?" tanya Jaksa. "Pasti berencana," kata Mustofa.
JPU kembali memastikan hal itu dengan menceritakan kronologis peristiwa di Saguling. Ketika itu, Putri Candrawathi memberitahu Ferdy Sambo tentang apa yang dialaminya. Ferdy Sambo lalu memanggil Ricky Rizal dan memerintahkannya menembak Brigadir J meski akhirnya Ricky menolak.
Ferdy Sambo lantas meminta Bharada E atau Richard Eliezer untuk menjelaskan peristiwa di Magelang hingga akhirnya Ferdy Sambo memintanya menembak Brigadir J yang akhirnya disanggupi. Lokasi penembakan ditentukn di rumah Duren Tiga. Putri lalu mengajak Bharada E, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Brigadir J selaku korban ke rumah Duren Tiga.
"Bisa Saudara Ahli jelaskan, apakah perlakuan dari para terdawak itu merupakan perencanaan atau bagaimana?" tanya JPU.
Mustofa berpendapat, berdasarkan cerita dan kronologis yang diberikan penyidik, dia melihat di rumah Saguling ktu terjadi perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J. Alasan Bharada E bersedia melakukan perintah Ferdy Sambo karena dalam hubungan kerja itu dia berada di level paling bawah, sedangkan yang memerintahkan sangat jauh di atasnya.
"Kemudian, barangkali di antara ajudan maupun pembantu rumah tangga di sana, dia (Bharada E) juga paling junior. Karena itu kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil. Apalagi, dia masih baru menjadi anggota polisi, takut kehilangan pekerjaan dan seterusnya, itu yang berpengaruh," tutur Mustofa.
"Dan memang ada perencanaan," katanya lagi.
(muh)
tulis komentar anda