Pesan Damai dari Piala Dunia
Kamis, 15 Desember 2022 - 15:22 WIB
Hasibullah Satrawi
Pengamat Politik Timur Tengah dan Dunia Islam
PERHELATAN Piala Dunia kali ini sejatinya tidak hanya menyiarkan bola yang disepak dan diperebutkan untuk dikonversi menjadi gol kemenangan. Piala Dunia kali ini sejatinya bukan hanya tentang hiburan semata-mata. Lebih dari pada itu, Piala Dunia kali ini sejatinya turut menyiarkan nilai-nilai kebaikan yang bisa diterapkan oleh masyarakat dunia, baik dalam kapasitasnya sebagai masyarakat biasa ataupun sebagai pemimpin negara.
Salah satu alasannya adalah karena perhelatan pesta bola paling akbar ini terlaksana di saat dunia tidak baik-baik saja; roket demi roket terus meluncur membumi-hanguskan Ukraina dan sebagian wilayah yang diklaim bagian dari Rusia. Sementara Korea Utara terus melakukan uji coba senjata jelajahnya yang membuat situasi di kawasan terus memanas. Ditambah lagi dengan sikap Tiongkok yang sejauh ini masih bersifat misteri, baik terkait dengan perang Ukraina versus Rusia maupun terkait persoalan Taiwan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Di Timur Tengah sendiri, tempat Piala Dunia kali ini dilaksanakan, kondisinya masih penuh dengan aksi kekerasan, bahkan semenjak jauh sebelum perang terbuka meletus di Ukraina hari ini. Perang saudara demi perang saudara terus berkecamuk di kawasan ini seperti terjadi di Libya, Suriah, Yaman, dan Sudan. Krisis demi krisis terus menghantam negara-negara di kawasan ini seperti terjadi di Mesir, Tunisia, Irak, Lebanon dan yang lainnya. Bahkan penderitaan rakyat Palestina akibat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan Israel masih terus terjadi sampai hari ini tanpa adanya dukungan yang berarti secara kongkret seperti didapatkan oleh Ukraina.
Dalam perkembangan terbaru, serangan demi serangan udara yang dilancarkan oleh Turki mulai menghantam wilayah utara Suriah (juga Irak) yang menjadi basis dari kelompok-kelompok perlawanan yang selama ini didukung oleh Barat untuk menghadapi kelompok ekstrem seperti ISIS maupun Al-Qaeda. Turki beralasan bahwa serangannya dilakukan untuk menumpas anasir Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap sebagai kelompok teroris dan dituduh berada di balik ledakan yang terjadi di Istanbul mutakhir (13/11). Bahkan Turki berambisi melakukan serangan darat ke kantong-kantong kekuatan Kurdi di utara Suriah. Ambisi Turki di atas mendapatkan catatan kritis dari Rusia dan AS yang sama-sama menjadikan ISIS sebagai musuh bersama.
Dalam konteks seperti di atas, Piala Dunia sejatinya menyiarkan nilai-nilai rekonsiliasi dan perdamaian. Di satu sisi, karena alasan Qatar sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2022 ini. Sepakbola yang sarat dengan nilai-nilai rekonsiliasi dan perdamaian ini sangat relevan disiarkan melalui Qatar sebagai tuan rumah. Dikatakan demikian, karena dalam beberapa tahun terakhir, Qatar acap memainkan peran dan politik mediasi demi terciptanya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang berkonflik, baik di level regional Timur Tengah maupun di level global.
Apa yang terjadi dalam hubungan AS dengan Taliban di Afghanistan bisa dijadikan sebagai salah satu contoh dari politik mediasi yang dilakukan oleh Qatar. Jauh hari ini sebelum AS menarik pasukannya keluar dari Afghanistan (30/08), Qatar sudah kerap memediasi pertemuan demi pertemuan antara perwakilan AS dengan perwakilan Taliban maupun Afghanistan secara umum. Hingga akhirnya AS benar-benar meninggalkan Afghanistan yang dipenuhi dengan pelbagai macam kejutan; dimulai dari pemandangan pergerakan manusia yang sampai memenuhi sayap-sayap pesawat (16/08) hingga kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan tanpa perlawanan dari Ashraf Ghani sebagai Presiden Afghanistan kala itu.
Pengamat Politik Timur Tengah dan Dunia Islam
PERHELATAN Piala Dunia kali ini sejatinya tidak hanya menyiarkan bola yang disepak dan diperebutkan untuk dikonversi menjadi gol kemenangan. Piala Dunia kali ini sejatinya bukan hanya tentang hiburan semata-mata. Lebih dari pada itu, Piala Dunia kali ini sejatinya turut menyiarkan nilai-nilai kebaikan yang bisa diterapkan oleh masyarakat dunia, baik dalam kapasitasnya sebagai masyarakat biasa ataupun sebagai pemimpin negara.
Salah satu alasannya adalah karena perhelatan pesta bola paling akbar ini terlaksana di saat dunia tidak baik-baik saja; roket demi roket terus meluncur membumi-hanguskan Ukraina dan sebagian wilayah yang diklaim bagian dari Rusia. Sementara Korea Utara terus melakukan uji coba senjata jelajahnya yang membuat situasi di kawasan terus memanas. Ditambah lagi dengan sikap Tiongkok yang sejauh ini masih bersifat misteri, baik terkait dengan perang Ukraina versus Rusia maupun terkait persoalan Taiwan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Di Timur Tengah sendiri, tempat Piala Dunia kali ini dilaksanakan, kondisinya masih penuh dengan aksi kekerasan, bahkan semenjak jauh sebelum perang terbuka meletus di Ukraina hari ini. Perang saudara demi perang saudara terus berkecamuk di kawasan ini seperti terjadi di Libya, Suriah, Yaman, dan Sudan. Krisis demi krisis terus menghantam negara-negara di kawasan ini seperti terjadi di Mesir, Tunisia, Irak, Lebanon dan yang lainnya. Bahkan penderitaan rakyat Palestina akibat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan Israel masih terus terjadi sampai hari ini tanpa adanya dukungan yang berarti secara kongkret seperti didapatkan oleh Ukraina.
Dalam perkembangan terbaru, serangan demi serangan udara yang dilancarkan oleh Turki mulai menghantam wilayah utara Suriah (juga Irak) yang menjadi basis dari kelompok-kelompok perlawanan yang selama ini didukung oleh Barat untuk menghadapi kelompok ekstrem seperti ISIS maupun Al-Qaeda. Turki beralasan bahwa serangannya dilakukan untuk menumpas anasir Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap sebagai kelompok teroris dan dituduh berada di balik ledakan yang terjadi di Istanbul mutakhir (13/11). Bahkan Turki berambisi melakukan serangan darat ke kantong-kantong kekuatan Kurdi di utara Suriah. Ambisi Turki di atas mendapatkan catatan kritis dari Rusia dan AS yang sama-sama menjadikan ISIS sebagai musuh bersama.
Dalam konteks seperti di atas, Piala Dunia sejatinya menyiarkan nilai-nilai rekonsiliasi dan perdamaian. Di satu sisi, karena alasan Qatar sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2022 ini. Sepakbola yang sarat dengan nilai-nilai rekonsiliasi dan perdamaian ini sangat relevan disiarkan melalui Qatar sebagai tuan rumah. Dikatakan demikian, karena dalam beberapa tahun terakhir, Qatar acap memainkan peran dan politik mediasi demi terciptanya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang berkonflik, baik di level regional Timur Tengah maupun di level global.
Apa yang terjadi dalam hubungan AS dengan Taliban di Afghanistan bisa dijadikan sebagai salah satu contoh dari politik mediasi yang dilakukan oleh Qatar. Jauh hari ini sebelum AS menarik pasukannya keluar dari Afghanistan (30/08), Qatar sudah kerap memediasi pertemuan demi pertemuan antara perwakilan AS dengan perwakilan Taliban maupun Afghanistan secara umum. Hingga akhirnya AS benar-benar meninggalkan Afghanistan yang dipenuhi dengan pelbagai macam kejutan; dimulai dari pemandangan pergerakan manusia yang sampai memenuhi sayap-sayap pesawat (16/08) hingga kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan tanpa perlawanan dari Ashraf Ghani sebagai Presiden Afghanistan kala itu.
tulis komentar anda