KUHP Baru Dinilai Demokratis dan Netral
Selasa, 13 Desember 2022 - 21:08 WIB
JAKARTA - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) baru yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR beberapa waktu lalu dinilai sudah bersifat demokratis dan netral. Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai momentum bersejarah eksistensinya regulasi KUHP nasional, terlepas adanya pihak-pihak tertentu yang keberatan atas pengesahan itu.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji mengapresiasi pengesahan RKUHP tersebut. "KUHP nasional yang baru saya nilai sangat progresif, moderat, netral dan demokratis dengan mempertimbangkan dan mengakomodir masukan-masukan dari masyarakat sipil, praktisi, dan akademisi hukum. Bahkan representasi masyarakat adat sebagai bentuk meaningful public participation sesuai mandat UU," ujar Indriyanto, Selasa (13/12/2022).
Menurutunya, keberatan dari beberapa pihak itu tentunya dari perbedaan cara pendekatan memberikan persepsi secara sosiologis. Sedangkan persepsi dari sisi hukum pidana, tentu bakal berbeda.
Dia memberikan contoh, pasal perzinaan (adultery) telah diatur sebagai delik aduan absolut. Suami dan atau istri atau anaknya dan tidak secara serampangan umum dapat melakukan aduan tersebut.
Hal tersebut sebagai salah satu bentuk kontrol sosial agar tidak terjadi persekusi yang justru melanggar hukum. Delik kohabitasi pun hanya dapat dilakukan berdasarkan delik aduan absolut.
"Sehingga pemahaman yang kabur mengenai KUHP pengaruh negatifnya terhadap turis dan investasi adalah tidak tepat. Dan KUHP menjamin tidak akan ada pemidanaan terhadap kekhawatiran tersebut. KUHP nasional menjamin bahwa tidak akan terjadi kekhawatiran dampak negatif kepada turis dan investasi di Indonesia," imbuhnya.
Dirinya menyayangkan pemahaman dari beberapa pihak terhadap KUHP baru tidak secara mendalam, rinci, dan utuh. Dia berpendapat bahwa pihak yang keberatan dengan pasal perzinaan dan kohabitasi justru mengarah pada pola pikir liberalisme seksual yang tidak mungkin diterapkan pada sistem hukum pidana di Indonesia.
"Indonesia mengakui adanya asas-asas (pidana) hukum adat (pidana) yang diakui dan diterima oleh hukum pidana nasional," ucapnya.
Sementara itu, diskusi publik dan sosialisasi tentang RKUHP sudah dilaksanakan pemerintah sejak tiga tahun lalu, saat penundaan RKUHP pada 2019. Kemudian, sosialisasi digelar di 12 kota provinsi pada 2021.
Pemerintah kembali memiliki waktu tiga tahun untuk sosialisasi setelah pengesahan RKUHP. "Waktu tiga tahun ini sangat memadai bagi sosialisasi dan diskusi publik. Sebaiknya ini dimanfaatkan dan dicermati oleh pihak-pihak yang keberatan atas sahnya KUHP," pungkasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji mengapresiasi pengesahan RKUHP tersebut. "KUHP nasional yang baru saya nilai sangat progresif, moderat, netral dan demokratis dengan mempertimbangkan dan mengakomodir masukan-masukan dari masyarakat sipil, praktisi, dan akademisi hukum. Bahkan representasi masyarakat adat sebagai bentuk meaningful public participation sesuai mandat UU," ujar Indriyanto, Selasa (13/12/2022).
Menurutunya, keberatan dari beberapa pihak itu tentunya dari perbedaan cara pendekatan memberikan persepsi secara sosiologis. Sedangkan persepsi dari sisi hukum pidana, tentu bakal berbeda.
Dia memberikan contoh, pasal perzinaan (adultery) telah diatur sebagai delik aduan absolut. Suami dan atau istri atau anaknya dan tidak secara serampangan umum dapat melakukan aduan tersebut.
Hal tersebut sebagai salah satu bentuk kontrol sosial agar tidak terjadi persekusi yang justru melanggar hukum. Delik kohabitasi pun hanya dapat dilakukan berdasarkan delik aduan absolut.
"Sehingga pemahaman yang kabur mengenai KUHP pengaruh negatifnya terhadap turis dan investasi adalah tidak tepat. Dan KUHP menjamin tidak akan ada pemidanaan terhadap kekhawatiran tersebut. KUHP nasional menjamin bahwa tidak akan terjadi kekhawatiran dampak negatif kepada turis dan investasi di Indonesia," imbuhnya.
Dirinya menyayangkan pemahaman dari beberapa pihak terhadap KUHP baru tidak secara mendalam, rinci, dan utuh. Dia berpendapat bahwa pihak yang keberatan dengan pasal perzinaan dan kohabitasi justru mengarah pada pola pikir liberalisme seksual yang tidak mungkin diterapkan pada sistem hukum pidana di Indonesia.
"Indonesia mengakui adanya asas-asas (pidana) hukum adat (pidana) yang diakui dan diterima oleh hukum pidana nasional," ucapnya.
Sementara itu, diskusi publik dan sosialisasi tentang RKUHP sudah dilaksanakan pemerintah sejak tiga tahun lalu, saat penundaan RKUHP pada 2019. Kemudian, sosialisasi digelar di 12 kota provinsi pada 2021.
Pemerintah kembali memiliki waktu tiga tahun untuk sosialisasi setelah pengesahan RKUHP. "Waktu tiga tahun ini sangat memadai bagi sosialisasi dan diskusi publik. Sebaiknya ini dimanfaatkan dan dicermati oleh pihak-pihak yang keberatan atas sahnya KUHP," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda