Hampir 30 Ribu Rumah Rusak Akibat Gempa Cianjur, Ini Kata BMKG
Jum'at, 02 Desember 2022 - 21:28 WIB
JAKARTA - Gempa bumi dengan magnitudo (M) 5,6 di Cianjur, Jawa Barat, tak hanya menimbulkan ratusan korban jiwa tetapi juga krusakan fisik yang cukup besar. Tercatat, ada 29.985 unit rumah rusak akibat gempa ini yang terdiri 6.754 rumah rusak berat, 8.978 rumah rusak sedang, dan 14.253 rumah rusak ringan.
Sejumlah bangunaan infrastruktur juga mengalami kerusakan. Sebanyak sekolah 520, tempat ibadah 264, fasilitas kesehatan 14, gedung kantor 14 rusak. Lalu, apa penyebab kerusakan dahyat akibat gempa Cianjur ini?
“Sekali lagi kami perlu menekankan faktor penyebab kerusakan akibat gempa. Kenapa ini perlu ditekankan? Karena ini sangat penting dalam proses pembangunan kembali atau rekonstruksi kembali untuk wilayah tersebut dapat dibangun kembali,” ungkap Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati saat Konferensi Pers secara virtual, Jumat (2/12/2022) malam.
Dwikorita mengatakan gempa yang sangat merusak itu juga karena dikontrol oleh faktor kedalaman pusat gempa yang dangkal yaitu sekitar 11 km. “Bahkan gempa-gempa susulannya ada yang hanya 5 km,” paparnya.
Penyebab kedua, kata Dwikorita, adalah lokasi pemukiman berada pada tanah lunak atau tanah lepas. “Jadi efeknya mengalami amplifikasi di tanah. Amplifikasi artinya apabila gelombang gempa merambat pada tanah tersebut akan mengalami penguatan,” tutur dia.
Dwikorita mengatakan faktor ketiga adalah kebanyakan bangunan rusak itu juga pada tepi lereng atau tebing lembah. “Jadi ada pengaruh topografi yang mengakibatkan peningkatan intensitas guncangan dan kerusakan.”
Keempat, kata Dwikorita, adalah akibat struktur bangunannya yang tidak memenuhi standar aman gempa. “Jadi ada faktor struktur kondisi, struktur atau konstruksi bangunan. Jadi ada empat faktor sebetulnya yang ada kedalaman, ada kondisi tanah, kemudian kondisi topografi dan terakhir adalah kondisi struktur,” ujar dia.
Bahkan, Dwikorita melaporkan banyak rumah-rumah yang menunjukkan struktur yang tidak aman gempa, rumah tembok tanpa besi. “Kemudian struktur kolom yang lemah. Kemudian, bagaimana pengaruh efek atau efek tanah lunak mengakibatkan itu rumah itu apa jumpalitan ya, saling dia terserak ya, itu terangkat,” kata Dwikorita.
“Bahkan (bangunan) menunjukkan struktur kolom dan balok yang lemah jadi pengaruh struktur, dari tingkat kerusakan ini sangat juga dipengaruhi dan pengaruh struktur bangunan. Kemudian kolom dan balok kuat, tapi dindingnya lemah. Kolomnya kuat tapi dindingnya lemah sama saja,” katanya.
Selain itu, Dwikorita mengatakan pengaruh kemiringan lereng sehingga tanah ini bergerak turun hingga menimbulkan juga rekahan-rekahan. “Juga akibat rumah itu ikut longsor bersama longsoran juga terjadi. Dan ada juga kerusakan akibat kena runtuhan batuan, nah ini umumnya pada lereng-lereng atau pada kondisi topografi miring.”
“Itu semua yang menjadi faktor penyebab kenapa kerusakannya begitu dahsyat ya. Meskipun dari hasil survei kondisi tanahnya secara umum sebagian besar tanah sedang hingga keras. Namun ada yang secara spot-spot terisolasi itu kluster-kluster tanah lunak pada klaster itulah terjadi kerusakan yang parah,” paparnya.
Sejumlah bangunaan infrastruktur juga mengalami kerusakan. Sebanyak sekolah 520, tempat ibadah 264, fasilitas kesehatan 14, gedung kantor 14 rusak. Lalu, apa penyebab kerusakan dahyat akibat gempa Cianjur ini?
“Sekali lagi kami perlu menekankan faktor penyebab kerusakan akibat gempa. Kenapa ini perlu ditekankan? Karena ini sangat penting dalam proses pembangunan kembali atau rekonstruksi kembali untuk wilayah tersebut dapat dibangun kembali,” ungkap Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati saat Konferensi Pers secara virtual, Jumat (2/12/2022) malam.
Dwikorita mengatakan gempa yang sangat merusak itu juga karena dikontrol oleh faktor kedalaman pusat gempa yang dangkal yaitu sekitar 11 km. “Bahkan gempa-gempa susulannya ada yang hanya 5 km,” paparnya.
Penyebab kedua, kata Dwikorita, adalah lokasi pemukiman berada pada tanah lunak atau tanah lepas. “Jadi efeknya mengalami amplifikasi di tanah. Amplifikasi artinya apabila gelombang gempa merambat pada tanah tersebut akan mengalami penguatan,” tutur dia.
Dwikorita mengatakan faktor ketiga adalah kebanyakan bangunan rusak itu juga pada tepi lereng atau tebing lembah. “Jadi ada pengaruh topografi yang mengakibatkan peningkatan intensitas guncangan dan kerusakan.”
Keempat, kata Dwikorita, adalah akibat struktur bangunannya yang tidak memenuhi standar aman gempa. “Jadi ada faktor struktur kondisi, struktur atau konstruksi bangunan. Jadi ada empat faktor sebetulnya yang ada kedalaman, ada kondisi tanah, kemudian kondisi topografi dan terakhir adalah kondisi struktur,” ujar dia.
Bahkan, Dwikorita melaporkan banyak rumah-rumah yang menunjukkan struktur yang tidak aman gempa, rumah tembok tanpa besi. “Kemudian struktur kolom yang lemah. Kemudian, bagaimana pengaruh efek atau efek tanah lunak mengakibatkan itu rumah itu apa jumpalitan ya, saling dia terserak ya, itu terangkat,” kata Dwikorita.
“Bahkan (bangunan) menunjukkan struktur kolom dan balok yang lemah jadi pengaruh struktur, dari tingkat kerusakan ini sangat juga dipengaruhi dan pengaruh struktur bangunan. Kemudian kolom dan balok kuat, tapi dindingnya lemah. Kolomnya kuat tapi dindingnya lemah sama saja,” katanya.
Selain itu, Dwikorita mengatakan pengaruh kemiringan lereng sehingga tanah ini bergerak turun hingga menimbulkan juga rekahan-rekahan. “Juga akibat rumah itu ikut longsor bersama longsoran juga terjadi. Dan ada juga kerusakan akibat kena runtuhan batuan, nah ini umumnya pada lereng-lereng atau pada kondisi topografi miring.”
“Itu semua yang menjadi faktor penyebab kenapa kerusakannya begitu dahsyat ya. Meskipun dari hasil survei kondisi tanahnya secara umum sebagian besar tanah sedang hingga keras. Namun ada yang secara spot-spot terisolasi itu kluster-kluster tanah lunak pada klaster itulah terjadi kerusakan yang parah,” paparnya.
(muh)
tulis komentar anda