Kepentingan Nasional dalam Perpindahan IKN

Kamis, 24 November 2022 - 11:28 WIB
Eddy Soeparno (Foto: Ist)
Eddy Soeparno

Mahasiswa S-3 Ilmu Politik UI, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI

PADA 15 Februari 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani pengesahan Undang-Undang (UU) tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU Nomor 3 Tahun 2022. Setelah UU IKN disahkan dan dilantiknya Kepala Otorita dan Wakil Kepala Otorita serta beberapa aturan turunan UU tersebut selesai dibentuk dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi, maka Otorita IKN Nusantara memulai tahapan-tahapan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN.

Berdasarkan kajian akademis Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), terdapat beberapa pertimbangan utama yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN). Pertama, beban Jakarta yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa, sehingga terjadi penurunan daya lingkungan dan besarnya kerugian ekonomi.

Baca Juga: koran-sindo.com



Kedua, krisis ketersediaan air di DKI Jakarta dan Pulau Jawa. Ketiga, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk 150 juta atau 54% dari total penduduk Indonesia dan 58% produk domestik bruto (PDB) ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa. Keempat, beban Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan akan semakin berat bila IKN terdapat di Pulau Jawa.

Lebih lanjut, kajian akademis Bappenas memilih Provinsi Kalimantan Timur dengan pertimbangan sebagai berikut: Pertama, Kalimantan Timur memiliki risiko bencana yang minimal dari sisi banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran, gunung berapi maupun tanah longsor. Kedua, Provinsi Kalimantan Timur terletak di tengah wilayah Indonesia yang memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan. Ketiga, lokasi Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.

Keempat, Kalimantan Timur memiliki infrastruktur yang relatif lengkap. Kelima, pada dua kabupaten tersebut tersedia lahan 180.000 hektare. Keenam, tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya investasi. Ketujuh, potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka terhadap pendatang serta memiliki dampak negatif minimal terhadap komunitas lokal.

Sejumlah Penolakan Masyarakat
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More