PDIP Tegaskan Tak Punya Kepentingan dalam RKUHP
Jum'at, 11 November 2022 - 20:54 WIB
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan, tak mempunyai kepentingan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang merupakan produk hukum. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan.
"Semua buah pikirannya (dalam RKUHP ) pure, saya pastikan tidak ada politik di sini, tidak ada PDI Perjuangan, tidak ada Partai Golkar, Partai Gerindra. Ini betul-betul Merah Putih," kata Arteria saat menjadi pembicara dalam sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana, Badung, Bali, Jumat (11/11/2022).
Politikus PDIP itu menegaskan, RKUHP akan mengganti KUHP produk kolonial Belanda yang diberlakukan sejak Indonesia merdeka atau tepatnya 77 tahun lalu.
Arteria mengatakan, kehadiran KUHP ke depan berguna untuk memberikan satu tafsir tunggal atas suatu peristiwa hukum yang terjadi di Indonesia. Contohnya adalah pasal penghinaan maupun fitnah kepada presiden atau pemimpin negara.
"(KUHP mendefinisikan batasan) yang namanya penyerangan kehormatan, penghinaan itu seperti apa. Enggak seperti sekarang, ada yang mau pakai KUHP, ada yang mau pakai UU ITE, macam-macam, gaduh terus," jelas Arteria.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyerahkan draf baru RKUHP hasil sosialisasi dan dialog di berbagai daerah di Indonesia kepada Komisi III DPR, Rabu (9/11/2022). Adapun dalam RKUHP tersebut terdapat lima pasal yang dihapus sehingga pasalnya berkurang dari 632 menjadi 627 Pasal.
"Semua buah pikirannya (dalam RKUHP ) pure, saya pastikan tidak ada politik di sini, tidak ada PDI Perjuangan, tidak ada Partai Golkar, Partai Gerindra. Ini betul-betul Merah Putih," kata Arteria saat menjadi pembicara dalam sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana, Badung, Bali, Jumat (11/11/2022).
Politikus PDIP itu menegaskan, RKUHP akan mengganti KUHP produk kolonial Belanda yang diberlakukan sejak Indonesia merdeka atau tepatnya 77 tahun lalu.
Arteria mengatakan, kehadiran KUHP ke depan berguna untuk memberikan satu tafsir tunggal atas suatu peristiwa hukum yang terjadi di Indonesia. Contohnya adalah pasal penghinaan maupun fitnah kepada presiden atau pemimpin negara.
"(KUHP mendefinisikan batasan) yang namanya penyerangan kehormatan, penghinaan itu seperti apa. Enggak seperti sekarang, ada yang mau pakai KUHP, ada yang mau pakai UU ITE, macam-macam, gaduh terus," jelas Arteria.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyerahkan draf baru RKUHP hasil sosialisasi dan dialog di berbagai daerah di Indonesia kepada Komisi III DPR, Rabu (9/11/2022). Adapun dalam RKUHP tersebut terdapat lima pasal yang dihapus sehingga pasalnya berkurang dari 632 menjadi 627 Pasal.
(maf)
tulis komentar anda