Divonis 4 Tahun Penjara, Mantan Dirut PNRI Pikir-pikir
Selasa, 01 November 2022 - 05:18 WIB
JAKARTA - Mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya divonis hukuman empat tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) Jakarta menyatakan Isnu Edhi terbukti terlibat dalam praktik korupsi proyek pengadaan e-KTP .
Isnu Edhi masih belum memutuskan apakah bakal melakukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut. "Kami menggunakan kesempatan untuk pikir-pikir dan dalam beberapa waktu ke depan, kami akan berdiskusi lagi apakah kami akan melakukan upaya hukum atau seperti apa," kata kuasa hukum Isnu Edhi Wijaya, Endar Sumarsono saat mendampingi kliennya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022).
Endar menyayangkan putusan majelis hakim yang dianggap tidak mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan. Dia mengklaim banyak keterangan saksi yang justru seharusnya bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara Isnu Edhi Wijaya.
"Kami sangat menyayangkan bahwasannya dalam pertimbangannya majelis hakim mengabaikan fakta-fakta persidangan dari keterangan-keterangan saksi yang hadir di sidang," tuturnya.
Dia juga mempersoalkan terkait fakta sidang dari saksi yang menyatakan bahwa PNRI merupakan konsorsium terbaik yang dipilih untuk mengerjakan proyek e-KTP. Dia pun menyayangkan putusan hakim yang tidak mempertimbangkan ketidaktahuan Isnu Edhi terkait kongkalikong bancakan proyek e-KTP.
"Tidak ada pertimbangan pula Pak Isnu atau terdakwa II ini berdasarkan keterangan saksi-saksi sesungguhnya tidak terlibat dalam pemberian uang tersebut dan juga tidak mengetahui adanya pemberian uang tersebut," pungkas Endar.
Diketahui, Isnu Edhi Wijaya divonis empat tahun penjara bersama-sama dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi. Kedua terdakwa korupsi proyek e-KTP itu juga dijatuhi hukuman untuk membayar denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Putusan hakim tersebut diketahui lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, JPU menuntut lima tahun penjara terhadap Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi.
Isnu Edhi masih belum memutuskan apakah bakal melakukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut. "Kami menggunakan kesempatan untuk pikir-pikir dan dalam beberapa waktu ke depan, kami akan berdiskusi lagi apakah kami akan melakukan upaya hukum atau seperti apa," kata kuasa hukum Isnu Edhi Wijaya, Endar Sumarsono saat mendampingi kliennya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2022).
Endar menyayangkan putusan majelis hakim yang dianggap tidak mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan. Dia mengklaim banyak keterangan saksi yang justru seharusnya bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara Isnu Edhi Wijaya.
Baca Juga
"Kami sangat menyayangkan bahwasannya dalam pertimbangannya majelis hakim mengabaikan fakta-fakta persidangan dari keterangan-keterangan saksi yang hadir di sidang," tuturnya.
Dia juga mempersoalkan terkait fakta sidang dari saksi yang menyatakan bahwa PNRI merupakan konsorsium terbaik yang dipilih untuk mengerjakan proyek e-KTP. Dia pun menyayangkan putusan hakim yang tidak mempertimbangkan ketidaktahuan Isnu Edhi terkait kongkalikong bancakan proyek e-KTP.
"Tidak ada pertimbangan pula Pak Isnu atau terdakwa II ini berdasarkan keterangan saksi-saksi sesungguhnya tidak terlibat dalam pemberian uang tersebut dan juga tidak mengetahui adanya pemberian uang tersebut," pungkas Endar.
Diketahui, Isnu Edhi Wijaya divonis empat tahun penjara bersama-sama dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi. Kedua terdakwa korupsi proyek e-KTP itu juga dijatuhi hukuman untuk membayar denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Putusan hakim tersebut diketahui lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, JPU menuntut lima tahun penjara terhadap Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi.
(rca)
tulis komentar anda