Transisi Energi Baru Terbarukan Didorong Jadi Isu Pilar di KTT G20
Jum'at, 28 Oktober 2022 - 18:40 WIB
JAKARTA - Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika menggelar dialog interaktif dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari ini, Jumat (28/6/2022). Isu transisi energi dinilai salah satu pilar isu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022 di Bali.
Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika, Iwan Bento Wijaya mengatakan transisi energi tidak lepas dari landasan sosiologis mengenai konsep keadilan sosial kepada seluruh masyarakat indonesia hingga daerah tertinggal, terdepan dan terluar dalam menikmati energi. Baca juga: Jelang KTT G20, Wakapolri Pimpin Tactical Floor Game
Dia kemudian menjelaskan bahwa Isu transisi energi itu dilatarbelakangi oleh adanya semangat dunia pada penandatanganan perjanjian paris di tahun 2016 (High-Level Signature Ceremony for the Paris Aggrement).
"Menindaklanjuti Paris Aggrement pada tahun 2017 Bank Dunia menstop pendanaan bisnis bahan bakar fosil di tahun 2019, serta Presiden Joko Widodo mengatakan pada pidatonya di acara KTT PBB 1 November 2021 terkait perubahan Iklim yaitu sektor yang semula menyumbang 60% emisi indonesia akan mencapai karbon net pada tahun 2030," ujar Iwan.
Iwan kemudian menjelaskan mengenai berbagai macam potensi Indonesia dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan melakukan penguatan industri hulu dan hilir dalam pengembangan EBT.
Pengembangan itu, kata dia dimulai dari industrial bahan baku EBT, melakukan percepatan infrastruktur hukum transisi energi guna memberikan kepastian hukum dalam menciptakan iklim iventasi yang baik hingga penerapan dan problematika gagasan power wheeling.
Namun, Iwan menegaskan bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sebuah ide tapi juga harus diimplementasikan dengan langkah-langkah yang tepat, cepat dan terukur, dimulai dari pemetaan wilayah penghasil EBT dan wilayah-wilayah penghasil mineral penunjang EBT.
"Hal ini berguna untuk melakukan pemetaan dari supply, demand dan rantai pasok komuditi EBT serta melakukan penguatan hulu dan hilir komuditi mineral penunjang EBTsehingga EBT merupakan komuditi yang efesien dan terjangkau serta membumi untuk setiap warga negara,” jelas Iwan.
Di sisi lain, lanjutnya, penguatan hulu dan hilir pada proses transisi energi harus berbanding lurus dengan kepastian hukum yang berlaku, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.
Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika, Iwan Bento Wijaya mengatakan transisi energi tidak lepas dari landasan sosiologis mengenai konsep keadilan sosial kepada seluruh masyarakat indonesia hingga daerah tertinggal, terdepan dan terluar dalam menikmati energi. Baca juga: Jelang KTT G20, Wakapolri Pimpin Tactical Floor Game
Dia kemudian menjelaskan bahwa Isu transisi energi itu dilatarbelakangi oleh adanya semangat dunia pada penandatanganan perjanjian paris di tahun 2016 (High-Level Signature Ceremony for the Paris Aggrement).
"Menindaklanjuti Paris Aggrement pada tahun 2017 Bank Dunia menstop pendanaan bisnis bahan bakar fosil di tahun 2019, serta Presiden Joko Widodo mengatakan pada pidatonya di acara KTT PBB 1 November 2021 terkait perubahan Iklim yaitu sektor yang semula menyumbang 60% emisi indonesia akan mencapai karbon net pada tahun 2030," ujar Iwan.
Iwan kemudian menjelaskan mengenai berbagai macam potensi Indonesia dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan melakukan penguatan industri hulu dan hilir dalam pengembangan EBT.
Pengembangan itu, kata dia dimulai dari industrial bahan baku EBT, melakukan percepatan infrastruktur hukum transisi energi guna memberikan kepastian hukum dalam menciptakan iklim iventasi yang baik hingga penerapan dan problematika gagasan power wheeling.
Namun, Iwan menegaskan bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sebuah ide tapi juga harus diimplementasikan dengan langkah-langkah yang tepat, cepat dan terukur, dimulai dari pemetaan wilayah penghasil EBT dan wilayah-wilayah penghasil mineral penunjang EBT.
"Hal ini berguna untuk melakukan pemetaan dari supply, demand dan rantai pasok komuditi EBT serta melakukan penguatan hulu dan hilir komuditi mineral penunjang EBTsehingga EBT merupakan komuditi yang efesien dan terjangkau serta membumi untuk setiap warga negara,” jelas Iwan.
Di sisi lain, lanjutnya, penguatan hulu dan hilir pada proses transisi energi harus berbanding lurus dengan kepastian hukum yang berlaku, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.
tulis komentar anda