Mengenal Sosok Bagindo Aziz Chan, Pahlawan Nasional dari Sumatera Barat
Jum'at, 21 Oktober 2022 - 17:12 WIB
Sikap pemberani dan pantang mundur, ia tunjukkan ketika tentara Sekutu yang diboncengi Belanda kembali setelah Indonesia merdeka. Bagindo Aziz Chan saat itu menjadi pemimpin melawan Belanda. Ia juga menerbitkan surat kabar perjuangan, Republik Indonesia Jaya. Perlawanan semakin memanas dan mencengkam sampai bulan-bulan berikutnya, hingga akhirnya Aziz Chan memutuskan menerima jabatan sebagai Wali Kota Padang pada 1946.
Buya Hamka menceritakan tentang pemilihan Bagindo Aziz Chan menjadi Wali Kota Padang.
"Setelah Pemerintah Belanda meluaskan kekuasaan di Kota Padang dan sekitarnya, TRI mundur ke daerah "darat" (pedalaman). Namun tempat-tempat penting masih dalam kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Ketika dipertimbangkan siapa yang akan diangkat menjadi Wali Kota Padang, sebab markas tentara dan Pemerintah Republik telah dipindahkan ke Bukittinggi, seorang pun tidak ada yang berani. Akhirnya jatuhlah pilihan kepada Bagindo Aziz Chan. Jabatan penting yang berbahaya ini, diterima beliau dengan ucapan Bismillah," kata Buya dikutip dari makalah berjudul Tegarlah Indonesia, Mengenang Seratus Tahun Aziz Chan (1910-2010) karya Mertika Zed, Jumat (21/10/2022).
Tujuan Bagindo Aziz Chan menerima menjabat Wali Kota Padang adalah untuk berdiskusi dengan pihak Sekutu terkait keamanan kota. Awalnya pihak Sekutu setuju dengan perjanjian tersebut, tetapi dalam praktiknya, tentara Sekutu, terutama Belanda, seringkali melanggar kesepakatan tersebut. Kerap kali terdengar letusan senapan, dentuman mortir, bahkan ledakan granat di beberapa titik Kota Padang. Tak hanya itu, orang-orang yang dicurigai sebagai ekstremis pun ditangkap oleh tentara Belanda.
Pada 27 dan 28 Agustus 1946 bertepatan dengan malam Idul Fitri, pasukan tentara Indonesia membalas pertempuran dengan sengit di seluruh kota yang mengakibatkan marahnya Sekutu dan melakukan penggeledahan dan penangkapan di rumah-rumah.
Para lelaki ditangkap, sehingga membuat Aziz Chan tersinggung dan segera mendatangi kembali markas besar Sekutu untuk memprotes secara tegas dan menuntut agar Belanda membebaskan mereka. Melihat keberanian dan keseriusan Aziz Chan, Sekutu akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Namun, di balik itu ternyata sekutu telah membuat skenario hingga pada akhirnya Bagindo Aziz Chan meninggal karena terkena benda tumpul dan ada tiga bekas tembakan di wajahnya.
Untuk mengenang jasa dan pengorbanannya semasa penjajahan, Bagindo Aziz Chan diabadikan dijadikan nama perlintasan di sebagian kota, seperti Padang dan Bukittinggi.
Di Padang, monumen kepalan tinju didirikan di persimpangan Perlintasan Gajah Mada dan Perlintasan Jhoni Anwar, Kampung Olo, Nanggalo. Monumen yang diresmikan Wali Kota Padang Syahrul Ujud pada 19 Juli 1983 itu saat ini lebih dikenal sebagai Tugu Simpang Tinju.
Monumen lainnya terletak di Taman Melati dalam kompleks Museum Adityawarman, hasil karya pelukis Wisran Hadi dan pemahat Arby Samah.
Itulah cerita singkat sosok Baginda Aziz Chan yang gagah berani melawan tentara Sekutu dan Belanda.
Buya Hamka menceritakan tentang pemilihan Bagindo Aziz Chan menjadi Wali Kota Padang.
"Setelah Pemerintah Belanda meluaskan kekuasaan di Kota Padang dan sekitarnya, TRI mundur ke daerah "darat" (pedalaman). Namun tempat-tempat penting masih dalam kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia. Ketika dipertimbangkan siapa yang akan diangkat menjadi Wali Kota Padang, sebab markas tentara dan Pemerintah Republik telah dipindahkan ke Bukittinggi, seorang pun tidak ada yang berani. Akhirnya jatuhlah pilihan kepada Bagindo Aziz Chan. Jabatan penting yang berbahaya ini, diterima beliau dengan ucapan Bismillah," kata Buya dikutip dari makalah berjudul Tegarlah Indonesia, Mengenang Seratus Tahun Aziz Chan (1910-2010) karya Mertika Zed, Jumat (21/10/2022).
Tujuan Bagindo Aziz Chan menerima menjabat Wali Kota Padang adalah untuk berdiskusi dengan pihak Sekutu terkait keamanan kota. Awalnya pihak Sekutu setuju dengan perjanjian tersebut, tetapi dalam praktiknya, tentara Sekutu, terutama Belanda, seringkali melanggar kesepakatan tersebut. Kerap kali terdengar letusan senapan, dentuman mortir, bahkan ledakan granat di beberapa titik Kota Padang. Tak hanya itu, orang-orang yang dicurigai sebagai ekstremis pun ditangkap oleh tentara Belanda.
Pada 27 dan 28 Agustus 1946 bertepatan dengan malam Idul Fitri, pasukan tentara Indonesia membalas pertempuran dengan sengit di seluruh kota yang mengakibatkan marahnya Sekutu dan melakukan penggeledahan dan penangkapan di rumah-rumah.
Para lelaki ditangkap, sehingga membuat Aziz Chan tersinggung dan segera mendatangi kembali markas besar Sekutu untuk memprotes secara tegas dan menuntut agar Belanda membebaskan mereka. Melihat keberanian dan keseriusan Aziz Chan, Sekutu akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Namun, di balik itu ternyata sekutu telah membuat skenario hingga pada akhirnya Bagindo Aziz Chan meninggal karena terkena benda tumpul dan ada tiga bekas tembakan di wajahnya.
Untuk mengenang jasa dan pengorbanannya semasa penjajahan, Bagindo Aziz Chan diabadikan dijadikan nama perlintasan di sebagian kota, seperti Padang dan Bukittinggi.
Di Padang, monumen kepalan tinju didirikan di persimpangan Perlintasan Gajah Mada dan Perlintasan Jhoni Anwar, Kampung Olo, Nanggalo. Monumen yang diresmikan Wali Kota Padang Syahrul Ujud pada 19 Juli 1983 itu saat ini lebih dikenal sebagai Tugu Simpang Tinju.
Monumen lainnya terletak di Taman Melati dalam kompleks Museum Adityawarman, hasil karya pelukis Wisran Hadi dan pemahat Arby Samah.
Itulah cerita singkat sosok Baginda Aziz Chan yang gagah berani melawan tentara Sekutu dan Belanda.
Lihat Juga :
tulis komentar anda