Reshuffle Kabinet Wujud Kegagalan Partai Politik Kawal Pemerintahan
Minggu, 05 Juli 2020 - 14:01 WIB
JAKARTA - Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menyatakan, munculnya video Presiden Jokowi yang tengah 'memarahi' anak buahnya beberapa waktu lalu berakibat mencuatnya isu reshuffle kabinet yang berkembang di masyarakat.
Pria yang akrab disapa Anto itu mengatakan, meski reshuffle sebuah keniscayaan, tapi tak memiliki dampak positif terhadap perubahan kinerja kabinet. Jauh dari itu, Anto menilai, munculnya isu reshuffle adalah bentuk kegagalan partai politik dalam memujudkan pemerintahan yang efektif.
Menurut Arfianto, parpol seharusnya tak bekerja pada saat pemilihan umum, melainkan berkesinambungan. Bagi koalisi partai politik yang menguasai pemerintahan, seharusnya mereka dapat bekerja mengefektifkan pemerintahan baik dari aspek mendukung maupun mengeritik pemerintahan.( )
"Partai politik merupakan aktor sentral dalam mengimplementasikan janji-janji kampanye dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi jilid II ini," kata Anto kepada SINDOnews, Minggu (5/7/2020).
Maka itu, menurut Anto, guna mengimplementasikan kebijakan, partai politik juga perlu melakukan kontrol terhadap birokrasi, terutama terhadap wakilnya yang duduk di sana. Fungsi ini terkait juga dengan peran partai dalam pemerintahan.
Di sisi lain, peran partai lainnya adalah bertanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Karenanya, seluruh partai koalisi harus bertanggung jawab atas ketidakefektifan kebijakan pemerintah yang terjadi dan mendorong kebijakan yang relevan dan kontekstual lewat proses kebijakan yang akuntabel dan transparan.
"Jangan sampai malah di tengah masalah kebijakan, partai politik malahan ribut sendiri demi memperebutkan atau menambah kursi menteri, dibandingkan membenahi permasalahan dan menjaga komitmennya dalam menjalankan fungsinya sebagai bagian dari pemerintah," katanya.( )
Pria yang akrab disapa Anto itu mengatakan, meski reshuffle sebuah keniscayaan, tapi tak memiliki dampak positif terhadap perubahan kinerja kabinet. Jauh dari itu, Anto menilai, munculnya isu reshuffle adalah bentuk kegagalan partai politik dalam memujudkan pemerintahan yang efektif.
Menurut Arfianto, parpol seharusnya tak bekerja pada saat pemilihan umum, melainkan berkesinambungan. Bagi koalisi partai politik yang menguasai pemerintahan, seharusnya mereka dapat bekerja mengefektifkan pemerintahan baik dari aspek mendukung maupun mengeritik pemerintahan.( )
"Partai politik merupakan aktor sentral dalam mengimplementasikan janji-janji kampanye dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi jilid II ini," kata Anto kepada SINDOnews, Minggu (5/7/2020).
Maka itu, menurut Anto, guna mengimplementasikan kebijakan, partai politik juga perlu melakukan kontrol terhadap birokrasi, terutama terhadap wakilnya yang duduk di sana. Fungsi ini terkait juga dengan peran partai dalam pemerintahan.
Di sisi lain, peran partai lainnya adalah bertanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Karenanya, seluruh partai koalisi harus bertanggung jawab atas ketidakefektifan kebijakan pemerintah yang terjadi dan mendorong kebijakan yang relevan dan kontekstual lewat proses kebijakan yang akuntabel dan transparan.
"Jangan sampai malah di tengah masalah kebijakan, partai politik malahan ribut sendiri demi memperebutkan atau menambah kursi menteri, dibandingkan membenahi permasalahan dan menjaga komitmennya dalam menjalankan fungsinya sebagai bagian dari pemerintah," katanya.( )
(abd)
tulis komentar anda